Mohon tunggu...
Esti Maryanti Ipaenim
Esti Maryanti Ipaenim Mohon Tunggu... Jurnalis - Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Gaya hidup dan humaniora dalam satu ruang: bahas buku, literasi, neurosains, pelatihan kognitif, parenting, plus serunya worklife sebagai pekerja media di TVRI Maluku!

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Media Vs Hoaks, Mana yang Akan Menang di Pilkada?

7 Oktober 2024   00:28 Diperbarui: 7 Oktober 2024   03:34 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di era layar yang bercahaya,
Kata-kata melesat tanpa suara,
Kebenaran terperangkap, hoaks merajalela,
Di mana kita berpijak, di sanalah tanya.

Siapa yang memegang kebenaran di tangan,
Saat berita palsu lebih cepat di sebaran?
Namun tetap tak boleh menyerah,
Di antara gelap, kita tetaplah cahaya.

Membayangkan tahun politik tanpa hoaks itu seperti membayangkan kopi tanpa kafein---ya, masih ada, tapi rasanya kosong. Sebagai pekerja media yang sering menghadapi gelombang informasi, saya merasa seperti sedang menaiki roller coaster yang tak pernah berhenti. 

Di era ini, hoaks dan berita palsu bertebaran seperti rumput liar, dan menjelang Pemilu 2024, pabrik hoaks tampaknya sudah mulai bekerja lebih awal. Lucunya, hoaks sering kali memilih kita---bukan sebaliknya!

Hoaks di tahun politik ini seperti sinetron yang tak kunjung usai---penuh drama dan intrik yang terus terulang. Masih teringat jelas contoh yang absurd terjadi di Pemilu 2019, ketika tersebar hoaks bahwa salah satu calon presiden berencana menghapus mata pelajaran PPKn. 

Meski tidak ada bukti, banyak yang mempercayainya. Paradoxnya, semakin besar dan absurd kebohongan itu, semakin banyak yang percaya.

Teringat kutipan dari Edward R. Murrow: "A lie can get halfway around the world before the truth has a chance to get its pants on." Di dunia media, kebenaran sering kali kalah cepat dengan kebohongan, karena faktanya butuh waktu untuk diverifikasi, sementara hoaks hanya perlu satu klik untuk menyebar.

Peran Pekerja Media: Menjaga Kebenaran di Tengah Banjir Informasi
Menjadi pekerja media, adalah menjadi penjaga gerbang informasi. Kami harus memastikan bahwa berita yang disajikan telah melalui proses verifikasi. Namun, paradoks muncul ketika kami harus bersaing dengan kecepatan internet dan viralitas hoaks. 

Di satu sisi, kami dituntut untuk cepat, di sisi lain, verifikasi membutuhkan waktu. Ini membuat kami berada di antara dua tekanan: kecepatan versus akurasi.

Membawa emblem media publik di pundak, jurnalis TVRI harus segera mencari fakta yang akurat dan meluruskan informasi. Semakin cepat bergerak, semakin banyak pula hoaks baru yang muncul. Persis seperti berusaha menutup satu lubang sementara muncul banyak lubang baru di sekitarnya.

Maria Ressa, jurnalis Filipina, pernah berkata, "The battle for truth is not easy, and the faster we move, the more we risk losing control of it." Inilah tantangan yang saya hadapi setiap hari di dunia media.

Literasi Media: Kunci Memutus Rantai Hoaks
Melawan hoaks bukan hanya tugas pekerja media, tapi juga tanggung jawab masyarakat. Sayangnya, di era digital ini, banyak orang yang lebih suka membaca judul daripada mengecek fakta. Paradoksnya, meski akses informasi semakin mudah, literasi media justru menjadi semakin jarang.

Dalam sebuah sesi literasi media yang saya hadiri, seorang peserta bertanya, "Bagaimana kita bisa membedakan berita asli dan palsu jika semuanya terlihat benar di internet?" Pertanyaan ini menyoroti betapa pentingnya edukasi media di era digital. Hanya dengan pengetahuan yang cukup, masyarakat bisa lebih kritis dalam menerima informasi.


Sebuah Pertempuran Sengit
Hoaks tidak hanya menjadi tantangan bagi media tradisional, tapi juga bagi platform digital. Paradoksnya, platform digital yang seharusnya bisa menjadi alat melawan hoaks justru sering menjadi jalur penyebarannya. Media sosial memiliki potensi untuk menyaring konten, namun sering kali berita yang viral lebih diutamakan karena lebih menguntungkan, bahkan jika itu adalah hoaks.

Ini pernah diingatkan oleh Carl Bernstein, "The greatest power of the press is not in what it covers, but in what it chooses not to cover." Ironisnya, banyak platform digital memilih untuk tidak terlalu ketat dalam menyaring konten yang beredar.

Bekerja di media tentulah menghadapi banyak dilema. Di satu sisi, kami harus netral dan objektif, tapi di sisi lain, ada kepentingan politik dan sosial yang sering kali memengaruhi persepsi publik terhadap media. Kami harus memastikan bahwa kami tetap fokus pada penyajian fakta, meski informasi yang tidak benar jauh lebih menarik bagi publik. Inilah pertempuran sengit itu.

Walter Cronkite pernah berkata, "The way to disarm lies is to expose them to the light of day." Peran kami sebagai pekerja media---menjadi pilar kebenaran dan berusaha sebaik mungkin menyajikan informasi yang akurat, meski kebenaran terkadang tidak sepopuler kebohongan.

Namun Kebenaran Akan Selalu Menang
Di akhir tulisan ini, saya ingin bilang bahwa  perlawanan terhadap hoaks bukanlah perjuangan individu. Ini adalah perjuangan kolektif yang melibatkan media, masyarakat, dan platform digital. Awak media harus berkomitmen untuk terus berdiri di garda depan dalam menghadirkan informasi yang benar dan dapat dipercaya.

Pilkada Serentak 2024 adalah kesempatan bagi kita semua untuk membuktikan bahwa masyarakat Indonesia mampu memilah informasi yang benar dan mengedepankan kebenaran di atas kebohongan. Dan ingatlah, seperti secangkir kopi yang baik, kebenaran mungkin membutuhkan proses, tetapi selalu memberikan energi yang lebih kuat.

Mari bersama-sama melawan hoaks, dan menjaga kebenaran tetap hidup di setiap ruang informasi yang kita jejaki.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun