Mohon tunggu...
Esti Maryanti Ipaenim
Esti Maryanti Ipaenim Mohon Tunggu... Jurnalis - Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Gaya hidup dan humaniora dalam satu ruang: bahas buku, literasi, neurosains, pelatihan kognitif, parenting, plus serunya worklife sebagai pekerja media di TVRI Maluku!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

3 Kebiasaan Baru yang Membuat Saya Berdamai dengan Diri Sendiri

1 Juni 2020   00:37 Diperbarui: 2 Juni 2020   19:40 1753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya selalu bersyukur bila Ramadan tiba (tidak berarti bahwa tanpa Ramadan saya kehilangan kemampuan untuk bersyukur, mohon jangan disalahartikan). Maksud saya adalah, selalu ada saja hal baik yang lebih dari pada biasanya bila bertemu dengan Ramadan.

Seperti tahun ini, Ramadan menyisakan jejak kebiasaan baru, salah satunya menulis setiap hari. Tentu saja ada peran keluarga besar Kompasianer di dalamnya, serta iming-iming hadiah kompetisi yang mungkin masih jauh dari jangkauan.

Tapi ternyata, bahkan setelah Ramadan pergi, dan pandemi masih tetap di sini (bahkan berlama-lama dan menertawakan orang-orang yang memaksa berwacana tentang kelaziman baru), saya sepertinya tetap punya lebih banyak kekuatan untuk melakukan berbagai hal.

Maka, sadarlah saya, bahwa Ramadan yang baru saja pergi telah menjadi terapi berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan pandemi, dan tentunya mempersiapkan saya untuk berdamai dengan kelaziman-kelaziman baru lainnya.

Bila Anda penasaran, bagaimana cara berdamai dengan diri sendiri itu. Maka saya akan membagikan 3 kebiasaan baru saya yang akhirnya terbentuk selama sebulan terakhir. Asalkan Anda janji, bacanya sampai tuntas ya. Hehe!

Membuat Jadwal Rutin tapi Fleksibel
Bila Anda adalah orang dengan jadwal rutin maka sudah pasti masa 3 bulan di rumah selama pandemi pasti telah menghancur-leburkan jadwal rutin Anda.

Namun ada juga orang-orang yang meskipun tidak harus ngantor, namun punya segudang aktivitas yang membuatnya mau tidak mau harus membuat jadwal rutin. Saya adalah salah satu dari tipe orang tersebut.

Mungkin karena pernah punya pengalaman bekerja dengan jadwal tiap jam yang sangat padat dan aktivitas yang berganti-ganti, saya terbiasa dengan plot jadwal harian.

Namun sebelum-sebelumnya, saya merasa jadwal itu kadang membuat saya kecewa akan diri sendiri. Karena seringkali banyak hal yang tidak sempat dilakukan.

Maka selama sebulan ini, saya membuat jadwal rutin yang lebih fleksibel. Dengan menggunakan estimasi pengerjaan tiap aktivitas yang rentang waktunya lebih lebar. Atau bisa dikatakan, saya benar-benar mempraktikkan prinsip mindfulness dalam penyusunan jadwal harian. Tidak asal menaruh target to do list.

Dan secara mindful saya berulang kali memberi afirmasi bahwa kalaupun tidak tercapai semua, tidak apa-apa. Jadwal hanyalah kerangka yang mati, manusia lah yang hidup, dan yang paling tahu yang mana yang perlu diselesaikannya di depan mata.

Mengekspresikan Kasih dengan Memuji Orang Lain Karena Effort Mereka
Kadang memuji adalah hal yang sulit. Memuji punya prinsip yang sama dengan memaafkan. Kalau sering-sering dilakukan maka, orang-orang akan menganggap itu sesuatu yang biasa, sesuatu yang taken for granted. 

Tapi saya termasuk orang yang sangat ekspresif dan suka memuji. Kadang itu berakibat tidak baik dan disalahartikan.

Tapi saya pernah diajarkan bahwa pujian yang pantas itu adalah karena usaha seseorang, bukan karena hasil akhir atau prestasinya dan bukan pula karena bawaan sejak lahir.

Maka saya belajar memuji orang karena usaha mereka. Saya mulai memberikan komentar-komentar kepada para kreator video pemula yang baru saja merintis akun Youtube-nya. Saya memuji usaha mereka dan memberi support agar mereka terus semangat melakukan apa yang sedang mereka lakukan.

Saya juga lebih sering memuji para Kompasianer yang berusaha begitu keras untuk menghasilkan sebuah karya tulisan. Ketimbang hasil akhir apakah itu menjadi konten headline, pilihan, atau tidak terpilih sama sekali.

Perasaan setelah memuji dan memberikan apresiasi membuat efek hangat di hati saya. Rasanya menyenangkan, mengembalikan buah manisnya sebuah usaha dengan apresiasi yang tulus.

Mengeksplorasi Kreativitas Diri
Di poin ini, saya tentunya masih kalah dengan kompasianer lainnya, yang bahkan sudah mengembangkan hobi-hobi baru selama pandemi. Tapi meskipun tidak punya hobi baru.

Saya merasakan bagaimana sebulan ini saya telah mengeksplorasi banyak hal, mulai dari tulisan, ide konten, metode editing video, resep-resep masakan praktis dengan bahan dan alat sederhana serta eksplorasi cara terbaik memenangkan perdebatan saat diskusi dengan suami. Haha!

Dengan eksplorasi itu saya merasakan diri saya semakin kaya, dan energi saya tersalurkan pada wadah-wadah yang tepat. Saya tidak perlu lagi memikirkan ucapan dan omongan orang yang tidak sedap ditelinga, atau merutuki pandemi yang tak kunjung usai.

Begitulah kebiasaan saya selama sebulan ini yang ampuh untuk berdamai dengan diri sendiri. Semoga Anda yang membaca, bisa mengambil manfaat dan juga berhasil mempraktikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun