"Hilal telah tampak tak?" Tanyamu sudah kesekian kali, sambil bolak-balik melongok jendela rumah.
"Masih juga semangat kau tunggu orang itu?" Timpalku.
Kau mengangguk dengan antusias, membuatku tersenyum tipis. Tipis sekali hingga kupikir aku sedang mengejekmu. Sayang kau tak merasa.
"Aku sudah tidak sabar." katamu
"Dia pasti akan datang. Tak akan dicepat-cepatkan atau dilambat-lambatkan. Dia akan tiba pada saatnya." Kataku sambil membuang pandangan, tak suka aku melihat senyum semangatmu karena kerinduan pada yang lain.
"Ya aku tahu, tapi tetap saja excited " Jawabmumu, yang membuatku tak bisa menahan diri lagi.
 "Tiap tahun menunggunya untuk bertemu sebentar, lalu ditinggalkan. Aku di hadapan malah diacuhkan."
"Eh, siapa yang mengacuhkanmu. Aku menjamumu dengan baik bukan?" Ucapmu membela diri.
"Iya, tapi kalau aku pergi, apa kamu akan merinduiku seperti bagaimana kau merindui Hilal?" Aku sudah dipuncak kecemburuanku
"Tentu saja!"