Mohon tunggu...
Esti Maryanti Ipaenim
Esti Maryanti Ipaenim Mohon Tunggu... Jurnalis - Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Gaya hidup dan humaniora dalam satu ruang: bahas buku, literasi, neurosains, pelatihan kognitif, parenting, plus serunya worklife sebagai pekerja media di TVRI Maluku!

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Memahami Lelucon Remeh di Negara Ini Lewat Karya Milan Kundera

25 September 2019   22:28 Diperbarui: 26 September 2019   14:56 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Di sini, di taman ini, di hadapan kita---lihatlah, kawanku, keremeh-temehan hadir di sini dalam segala kejernihannya, dalam segala kepolosannya, dalam segala keindahannya. Ya, keindahannya. Sebagaimana yang kau sendiri katakan: sebuah pertunjukan yang sempurna. . . dan sama sekali sia-sia,anak-anak tertawa. . . tanpa tahu apa sebabnya---bukankah itu indah? Hiruplah, D'Ardelo kawanku, hiruplah keremeh-temehan yang ada di sekitar kita ini, itulah kunci kebijaksanaan, itulah kunci dari suasana hati yang menyenangkan. . ."

Selepas membaca kutipan itu, saya kembali menoleh pada sosial media, dan menyadari betapa begitu banyak hal remeh yang dipertontonkan di sana.

Tentang mahasiswa dan tulisan-tulisan lelucon mereka akan DPR. Tentang wakil-wakil rakyat yang tidak mau turun menemui tuan rakyatnya karena takut anarki.

Tentang anak-anak STM dengan seragam putih abu-abu yang semangat aksi, minim narasi dan mungkin tidak sadar sedang ditunggangi.

Tentang presiden yang kepadanya saya titipkan suara saya di pemilihan kemarin, dan kini entah sedang memikirkan keremehan yang mana?.

Keremehan-keremehan ini menurut Milan Kundera, pantas kita hirup sedalam-dalamnya, di sanalah kunci kebijaksanaan. Lalu saya menertawakan diri saya sendiri yang sebelumnya begitu kesal dan dibuat tertekan oleh sajian media di negeri ini.

Dibandingkan kesal, Kundera mengajak saya untuk melihat keremeh-temehan yang sering kita abaikan lalu menertawakannya, sekaligus berkontemplasi akan hal-hal tersebut hingga mengubah pandangan kita tentangnya.

Tidak butuh waktu lama untuk menamatkan buku yang satu ini. Namun seperti yang saya katakan, ini termasuk buku yang setelah dibaca, akan membuat anda memikirkannya lebih lama karena begitu banyak nilai-nilai dikemas dalam diksi yang filosofis.

Tidak mudah langsung menebak arah penceritaan Kundera, namuan ketika sampai pada bagian akhir, anda akan terkagum-kagum.

Keremehan-keremehan yang saya temui hari ini di negara ini pun saya hirup sedalam-dalamnya.

---
Judul               : The Festival of Insignificance
Penulis           : Milan Kundera

Terbit              : 2013
Jumlah Hal  : 115
Penerbit        : Editions Gallimard

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun