Ada juga pasangan yang secara finansial sangat mapan, posisi keduanya dalam pekerjaan masing-masing begitu baik, dan secara fisik keduanya sempurna. Namun ternyata, masing-masing tidak bisa hadir untuk satu sama lain ketika dibutuhkan.
Tak ubahnya pernikahan fiktif yang sering diberitakan media, di luar terlihat sempurna, ternyata transaksional semata.
Pasangan suportif tidak demikian. Mereka adalah pasangan pendengar dan pemerhati yang baik.
Mendengar keluh kesah dan memperhatikan pendapat kita, menjadikan itu bagian dari konsiderasinya dalam melangkah dan membuat keputusan. Mereka tidak segan meminta pendapat dan mengajak berdiskusi. Dengan begitu pasangan selalu saling terbuka dan lebih saling memahami.
Suportif juga berarti tidak egois. Keterbukaan dan saling memahami membuat kita tahu persis apa yang dibutuhkan pasangan. Tidak ada lagi keakuan. Yang ada adalah menjadikan segalanya menjadi nyaman untuk keduanya.
Saya sudah bertemu pasangan suportif itu, semoga anda yang membaca artikel ini juga sudah menemukannya.
--
Ditulis kembali dari thread yang saya bagikan di akun twitter pribadi saya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H