Narasi yang seolah ingin mengatakan bahwa intelektualitas dan kehidupan sukses itu tidak perlu, karena tidak dibawa mati.
Saya termasuk yang sangat sering membaca dan mendengar pidato dan dialog-dialog pak Habibie. Dan sedikitpun tidak pernah saya mendengar pesimisme atau ketidakpuasan beliau terhadap hidup yang beliau jalani.Â
Malah di banyak kesempatan, Pak Habibie selalu menggemakan semangat kerja, semangat hidup untuk berbuat dan bermanfaat bagi orang lain.Â
Dan itulah yang ia lakukan dan buktikan. Sama sekali beliau tidak meninggikan satu diantara yang lain. Menafikkan optimisme hidup Pak Habibie hanya untuk membuat makna renungan tertancap dalam, bagi saya seperti menyampaikan hal baik dengan cara yang luar biasa buruk.
Fakta lain pula dalam pidatonya di Cairo, beliau memang menyebutkan dengan pentingnya iman dan taqwa namun juga menegaskan bahwa iptek dan imtaq harus seimbang dalam kehidupan.
Saya tidak ingin langsung percaya begitu saja bahwa itu adalah pesan pak Habibie, apalagi karena renungan itu ditulis dengan menyebut Pak Habibie dengan kata ganti orang ketiga.Â
Saya pun berselancar di internet, dan menemukan tulisan yang sama juga di berbagai website berita, tapi tetap tidak bisa memberikan kesimpulan tentang siapa sebenarnya penulisnya.Â
Sampai saya dibawa menuju blog ini yang memang menuliskan renungan berjudul kalaulah sempat dengan waktu penulisan tahun 2016, namun sama sekali tidak ada kaitannya dengan pak Habibie.
Wah wah, luar biasa. Si penulis renungan yang mencatut nama Pak Habibie ini ternyata hanya asal juga mencatut tulisan dari blog orang lalu menempel sana-sini dan memberi pra-narasi dengan kutipan pak Habibie untuk mendramatisasi dan melegitimasi tulisannya.Â
Inilah salah satu jenis hoaks yang mendapatkan kesempatan viral hanya karena masyarakat berpikir, pesannya baik.
Tetapi hoaks tetaplah hoaks, bahkan ini masuk kategori kriminal dengan mencatut tulisan orang lain dan nama orang lain sebagai penulis, hanya agar pesannya viral.Â