Mohon tunggu...
Esti Maryanti Ipaenim
Esti Maryanti Ipaenim Mohon Tunggu... Jurnalis - Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Gaya hidup dan humaniora dalam satu ruang: bahas buku, literasi, neurosains, pelatihan kognitif, parenting, plus serunya worklife sebagai pekerja media di TVRI Maluku!

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mengulas "Harry Potter and The Cursed Child"

26 Juni 2019   12:08 Diperbarui: 5 Juli 2019   08:01 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Siapa yang tak tahu Harry Potter? Mungkin hampir tidak ada. Bahkan meskipun ada yang tidak pernah membaca atau menonton kisahnya sekalipun, setidaknya mereka pasti mendengar nama itu disebut-sebut, saking populernya.

Saya sendiri, tumbuh di masa-masa awal JK. Rowling memulai kisah penyihir kecil yang kesohorannya mengalahkan kisah Merlin tersebut. Masih terngiang betapa Harry Potter sangat digandrungi seantero sekolahan saya pada masa itu, tepatnya di sekitar tahun 2002 silam. Meskipun 7 serialnya sudah selesai dituliskan dan kesemua seri tersebut pun sudah dijadikan film, namun Harry Potter seolah tidak pernah benar-benar tamat di hati para penggemarnya.

Mungkin ini juga lah yang membuat J.K. Rowling memutuskan untuk menuliskan sesuatu tentangnya di masa depan lewat sebuah naskah teater berjudul Harry Potter and the Cursed Child. Naskah tersebut kemudian dipentaskan di negeri asalnya Britain dan sukses mengobati kerinduan para penggemar Harry Potter di sana. Atas permintaan penggemar Harry Potter di seluruh dunia, naskah ini pun kemudian dibukukan dan diterbitkan, hingga akhirnya sampai juga ke tangan saya.

Harry Potter and The Cursed Child menceritakan tentang apa yang terjadi dengan para tokoh serial Harry Potter beberapa tahun setelah pertempuran di Hogwarts. Cerita berkisar tentang Harry Potter dan anaknya, Albus Severus,  yang terperangkap dalam ketegangan hubungan ayah dan anak karena hal-hal yang menyangkut masa lalu sang ayah.

Awalnya saya skeptis akan mendapatkan feel yang sama seperti bila membaca sebuah novel, karena saat membukanya saya sempat tertegun dengan penampilannya yang benar-benar sebuah naskah teater (What did I expect?). Tapi saya keliru, naskah ini sama sekali tidak membuat saya kesulitan menangkap kesan magis dan amusement-nya, tidak kurang dan tidak lebih dari seri novel Harry Potter sebelumnya.

Meskipun demikian, Harry Potter and The Cursed Child benar-benar mempunyai vibe yang berbeda. Penulisnya sepertinya mencoba bermain-main dengan area yang selama ini mungkin tidak pernah terpikirkan, seperti bagaimana bila seorang Potter ditempatkan di asrama Slytherin, atau bagaimana bila Harry tidak pernah menang Turnamen Piala Api? Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin tak pernah terlintas di pikiran pembaca karena kita terlalu asik dalam lingkaran Harry Potter, teman-teman baiknya, asrama Griffindor yang dipenuhi para kesatria, serta keyakinan kita akan pepatah lama yang berbunyi " Kebaikan pasti akan menang."

Yang saya suka adalah bagaimana plot maju mundur secara massif digunakan, karakter-karakter baru tak terduga yang muncul, percakapan-percakapan yang hangat antar karakter tersebut serta sebuah prophecy yang baru diketahui di akhir cerita.

Beberapa orang bertanya pada saya, apakah buku ini benar-benar adalah kelanjutan serial Harry Potter? Jawabannya mungkin akan sangat bergantung pada bagaimana kita menempatkan serial Harry Potter itu sendiri. Bila anda termasuk yang menganggap bahwa kisah Harry Potter berkelindan dengan Voldemort yang kemudian mati dan semua misteri di antara keduanya sudah terjawab di buku ketujuh, maka anda mungkin akan menganggap, bahwa kisah Harry Potter sudah selesai sampai di situ. 

Namun bila anda merasa masih ada banyak hal yang ingin anda tahu tentang Harry di masa depannya terutama karena anda adalah tipe pembaca yang terus saja berspekulasi seputar apa yang akan terjadi kemudian dan  menginginkan kisahnya terus ada, maka Harry Potter and The Cursed Child mungkin adalah kelanjutan yang anda tunggu-tunggu.

Meskipun bagi saya sendiri, sulit untuk menyebut ini sebagai buku ke #8 dari serial Harry Potter, karena saya berada pada kelompok pertama yang saya sebutkan di atas. Bagi saya, novel ini  bukanlah merupakan perpanjangan dari seri Harry Potter, karena kesimpulan kisahnya sendiri sudah disampaikan di buku terakhirnya, Harry Potter and the Deathly Hallows.

Buku yang satu ini tak ubahnya seperti kado manis atau kejutan indah untuk mereka yang rindu akan sosok Harry dan sekolahnya Hogwarts. Membaca buku ini, adalah seperti reuni dan bertemu teman lama, bahkan mungkin akan membuat kita menyadari bahwa kita memang sudah bertambah tua seiring menuanya Harry dan kawan-kawannya.

So is this book recommended to read? I will say, if you are Harry Potter fans, then it is a must! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun