Dengan menggunakan kuisioner pada 148 orang, para peneliti menilai tingkat stres partisipan sepanjang hidup, kecenderungan dalam memaafkan, dan keadaan mental serta fisik partisipan. Hasilnya, orang yang berisiko mengalami stres sepanjang hidupnya memiliki kesehatan mental dan fisik yang buruk. Sementara, orang yang sering memohon maaf pada diri sendiri dan orang lain memiliki karakter yang jauh berbeda. Orang yang mudah memaafkan lebih baik dalam menghadapi stres atau merespon stres yang mereka alami.
Stres memang bisa dihilangkan dengan terapi, namun bahkan dalam sesi terapi sekalipun, terapis biasanya meminta pasien untuk mengatakan kalimat pendek permohonan maaf atau meditasi dalam memohon maaf karena memang diyakini merupakan pintu gerbang untuk menolong seseorang dari stres.
Bagi saya pribadi, "to forgive is to relieve ", memaafkan itu berarti membuat lega diri sendiri. Memaafkan orang-orang itu menunjukkan seni mencintai dan mengasihi yang akan berdampak baik bagi kita sendiri.
Untuk mereka yang merasa sulit sekali memaafkan, atau sulit sekali meminta maaf, jangan khawatir, kecerdasan ini bisa dilatih. Bisa dimulai dari mengingat-ingat khilaf dan kesalahan kita sendiri dan menyadari bahwa tidak ada satupun orang yang luput dari itu.
Bagi mereka yang berbuat salah, jangan geer dulu, memaafkan tak berarti melupakan. Karena melupakan adalah tentang memori yang diproses di bagian otak bernama lobus temporal, dan menyebar di sisi kanan maupun kiri otak.Â
Manusia belajar melalui ingatan mereka, karenanya sulit menghapus ingatan yang membekas. Semakin dalam luka dan sakit dirasakan akibat suatu kesalahan, semakin sulit ingatan itu dilupakan,
Ada sebuah frasa menarik yang pernah saya lihat terpampang di jalan-jalan kota di Nanjing setiap kali peringatan tahunan Nanjing Massacre dihelat di sana, frasa itu adalah "Forgivable but unforgettable". Orang-orang Nanjing mungkin bisa memaafkan kebrutalan invasi Jepang di Nanjing tahun 1947, namun sampai kapanpun mereka tidak akan pernah melupakannya.
Kenyataan ini tentunya bisa menjadikan kita mawas diri untuk berhati-hati dalam bertutur kata, dan berperilaku, agar jangan sampai melukai perasaan orang lain atau bahkan sampai menumbuhkan kemarahan mereka.
Kemampuan mawas diri ini tentunya sepaket dengan kecerdasan memaafkan. Mereka yang bisa menguasai emosinya sendiri dan legowo akan mawas diri untuk tidak  menyakiti orang lain.
Selamat berlebaran kawan, maafkan khilafku, aku sudah memaafkanmu.
---