Semua muslim pasti bergembira bisa menghirup udara Ramadhan kembali. Dan bahkan sudah punya list harapan dan target yang ingin dicapai selama bulan berkah ini. Saya juga sudah bikin list pribadi, tetapi setelah saya tuliskan, ternyata harapan dan target itu sangat klise, yakni seperti; semoga lancar ibadah saya, tamat tadarusan 30 juz, doa-doa saya diijabah Allah dan semoga berkesempatan berbagi dan menebar manfaat bagi sesama lebih dari tahun sebelumnya.
Saya rasa sebagian besar orang juga akan berharap hal yang sama. Ini membuat saya terusik, bila target melulu seperti itu, dan seragam dengan yang lain lantas apa yang akan membuat Ramadhan tahun ini berbeda?
Pikiran itu hadir mungkin karena di otak saya tertanam konsep tentang yang berbeda itu pasti adalah yang spesial. Yang berbeda itu adalah yang berkesan dalam. Yang berbeda itulah yang menonjol, dan yang menonjol itulah yang mula-mula akan diingat dan diperhatikan. Lalu saya mencoba membuat daftar apa-apa yang berbeda di Ramadhan kali ini.
Tapi semakin saya mencari perbedaannya, saya merasa ditampar oleh pemikiran saya sendiri. Why is it so important to distinguish everything? Mengapa berbeda menjadi penting, mengapa saya harus mencari-cari pembeda itu. Jangan-jangan selama ini saya termasuk yang suka membeda-bedakan, jangan-jangan saya ini suka sekali merasa eksklusif, beda dari yang lain. Lalu pikiran saya semakin mengerucut pada; apakah pernah dalam tindak tanduk saya membeda-bedakan yang lain. Astagfirullah!
Benar bahwa perbedaan ada agar setiap orang saling mengenal, karena yang berbeda dari kita biasanya menarik perhatian kita untuk mengetahui lebih lanjut. Tapi akhir-akhir ini di negara kita, bukankah berbeda menjadi pertengkaran. Berbeda cita-cita, berbeda pilihan, berbeda konsep membenahi negara, semua menjadi dasar perdebatan dan menegaskan perpecahan.
Saya akhirnya menemukan apa yang membuat Ramadhan ini berbeda -selain bahwa ini adalah Ramadhan pertama saya setelah bersuami- bahwa Ramadhan kali ini adalah Ramadhan di tengah hiruk pikuknya perbedaan-perbedaan yang secara eksesif dipertegas. Orang-orang bahkan tidak ragu menyerang kelompok yang berbeda dalam pilihan dan keyakinan, dengan kata-kata yang dapat mengganggu persatuan.
Lalu ketika diskursus tentang penyatuan, pendamaian, rekonsiliasi dimunculkan, mereka menegasikannya dengan mempertanyakan penyatuan itu. Maka berbeda seolah sudah bukan lagi anugerah, berbeda sepertinya telah menjelma menjadi malapetaka. Nauzubillah!
Maka dalam kontemplasi ini, saya urung membuat daftar panjang harapan dan target pribadi. Mengapa, karena sudah terlalu lama saya berkutat pada harapan dan target pribadi. Cukuplah tulisan-tulisan di blog pribadi sebelum ini berisi curhatan harapan-harapan pribadi itu. Sementara dengan lebih banyaknya pembaca di Kompasiana, tulisan-tulisan saya harusnya berdampak lebih massif dan tidak terpusat hanya pada saya.
Kembali ke pertanyaan, apa harapan di Ramadhan tahun ini?
Semoga ini menjadi Ramadhan yang membuat kita semua kembali menginisiasi ulang makna 'berbeda' dan mengevaluasi tindak tanduk kita, apakah telah kita dudukkan perbedaan itu ke tempat yang semestinya, yakni sebagai ajang saling kenal mengenal dan alat pemersatu.
Semoga Ramadhan ini membuka mata kita dari ganasnya tipu daya syaitan yang selalu menginginkan perpecahan. Semoga saat Ramadhan selesai nanti, kita saling berangkulan dan saling menangisi kekhilafan kita yang terdahulu. Semoga...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H