Setiap anggota DPR berhak mengajukan sebuah rancangan undang-undang sebagai insiatif pribadi. Sebuah kemewahan yang luar biasa. Bayangkan jika 560 anggota DPR memanfaatkan hak inisiatif pribadi. Berapa banyak masalah di Indonesia dapat diatasi dengan inisiatif ini? (hal. xi)
Demikian bunyi salah satu kalimat dalam pengantar buku memoar A Rookie and The Passage of The Mental Health Law. Buku yang memuat kisah perjalanan memperjuangkan sebuah Undang-Undang yang pada awalnya dianggap sangat absurd hanya dengan mendengar namanya saja. Undang-Undang Kesehatan Jiwa. Mengapa absurd? Karena saat UU itu mulai diperjuangakan yakni pada tahun 2009, isyu kesehatan jiwa tidak begitu populer, ironisnya saat itu tercatat ada 56000 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung oleh keluarganya. Ketidakpahaman bagaimana merawat mereka dan rendahnya kualitas dan fasilitas pelayanan kesehatan kepada mereka bisa menyebabkan angka tersebut bertambah. Padahal sesungguhnya gangguan kejiwaan adalah sebuah penyakit biasa yang seharusnya segera diobati dan ditangani seperti penyakit lainnya. Bukan hanya itu stigma yang dilekatkan masyarakat kepada ODGJ dan keluarganya juga memperparah kondisi mereka.
Nah, penulis buku ini, si NoRiYu adalah salah satu legislator muda di periode 2009-2014, yang berlatar belakang pendidikan kedokteran jiwa dan yang pertama kali memberi usulan tentang RUU Kesehatan Jiwa tersebut.
Nova membuka dengan pengantar yang menurut saya sangat membangun ketertarikan orang untuk membaca, meskipun yang membacanya adalah orang awam sekalipun. Buku ini terbagi atas 4 bab yakni bab Before, dimana NoRiYu menuliskan tentang dirinya dan intensionalitasnya bergabung di politik di usia yang tergolong muda. Ada satu paragraf dengan pesan yang menurut saya cukup powerful;
Sulit untuk mengatakan bahwa seseorang tiba-tiba peduli tentang sesuatu dan mendeklarasikan dirinya mempunyai sebuah misi yang ingin diperjuangkan. Penting untuk terjadinya proses kristalisasi pemikiran sebeum berteriak-teriak membawa obor perjuangan. Seseorang harus mengetahui sesuatu, mempelajari sesuatu, merasakan sesuatu, dan lebih siap dengan misi yang telah dideklarasikan tersebut. Kadang-kadang emphatic atonement adalah landasan terpenting yan harus kita hayati untuk mempercayai misi yang kita emban. (hal.3)
Bab ke-2 adalah bab During, yang mendapatkan porsi cukup banyak karena di bab inilah NoRiYu menceritakan sepak terjangnya dalam pengusulan, perumusan naskah akademik, perumusan RUU, sidang-sidang komisi yang ia pimpin untuk pembahasan RUU tersebut, studi banding ke lokasi-lokasi yang memberikan sumbangsih pemikiran bagi RUU tersebut, sampai pada proses hingga RUU tersebut disahkan menjadi UU. Yang menarik adalah, Bab ini diselingi dengan berbagai kutipan pendapat selebrita dan catatan para tokoh yang dirangkul oleh NoRiYu untuk memasyarakatkan isyu yang tidak populer ini. Selain itu juga ada artikel dan laporan berbahasa Inggris dari berbagai sumber yang kredibel dan relevan mengenai isyu kesehatan jiwa di dunia. Di Bab ini kita juga akan tahu pasal-pasal penting tentang UU Kesehatan Jiwa (UU Keswa) yang sengaja di-highlight oleh NoRiYu. So, even if I didn't read the Mental Health Law Book, this chapter is quite enough to make me understand what is mental health law all about.
Di Bab ke-3 yakni bab After lebih banyak berisikan catatan dari berbagai tokoh serta teks pidato yang disampaikan NoRiYu sendiri dalam pertemuan-pertemuan internasional yang tentu saja berhubungan dengan mental health. Selain itu poin-poin yang di-highlight oleh NoRiYu sebagai tindak lanjut dari UU Keswa yang sudah disahkan.
Bab terakhir yakni bab End Notes, berisikan diantaranya perbandingan UU Keswa dengan UU yang pernah mengatur sedikit tentang kesehatan jiwa di zaman Orde Lama yang kemudian dihapuskan. Serta ada juga beberapa link berita dimana NoRiYU menyorot tentang tingkat kebahagian masyarakat serta keselamatan anak-anak yang seringkali menjadi korban perilaku menyimpang atau psikopatologi. Di halaman akhirnya NoRiYu memberi catatan bahwa peran psikiater harus diperluas dari sistem pelayanan berbasis rumah sakit menjadi berbasis komunitas.
Itu sekelumit isinya yang menurut saya membuat buku memoar ini cukup kaya, karena berisi artikel informasi yang enlightening, kutipan-kutipan NoRiYu sendiri yang membawa semangat, serta beberapa gambar ODGJ yang dramatis. Yang paling saya suka adalah cara penuturan NoRiYU. I just love it. She seems so smart, has attitude, and damn I love her fashion style (terlihat dari foto-foto yang ditampilkan di buku ini saat beliau di parlemen, sumpah keren! ), dan yang paling penting beliau benar-benar bisa jadi contoh panutan yang baik untuk kaum milenial yang ingin ikut berpartisipasi di Parlemen.
Nah, untuk kelemahan buku, ada beberapa salah penulisan. Well this is actually goes to editor bukunya, ada pengulangan paragraf dan kesalahan penulisan tanggal. And to be honest, saya tidak suka gambar cover-nya. Padahal NoRiYu di pengantarnya mengaku sangat suka cover buku ini karena katanya Freudian banget (yang saya gak ngerti maksudnya apa? Will figure it out). Saya beli edisi yang two in one bareng bukunya yang berjudul Interupsi, karena tertarik dengan cover buku yang itu. Tapi memang memutuskan untuk menyelesaikan buku memoar ini dulu, mengingat di Interupsi ada tulisan, The other side of the Story. Jadi kayaknya yang jadi core story nya yang memoar ini.
Oh Iya, dengan pengetahuan yang sebegitu banyak saya dapat dari buku ini, saya bingung kenapa harga bukunya didiskon hingga 75%. Mungkin saja banyak yang tidak tertarik membaca buku beginian karena dipikirnya akan membuat mumet kepala. But hey let me tell you, buku ini tidak sebegitu rumit yang dikira dan sangat layak untuk dibaca.
Salam Literasi!