Bagaimana Kesiapan Kenormalan baru di dunia Pendidikan, UMKM, dan Masyarakat?
Tuntutan aktivitas yang dilakukan dari rumah mengharuskan agar dapat menguasai teknologi informasi dan komunikasi dari berbagai bidang.
Misalnya seorang pedagang, bagaimana ia dapat tetap melakukan aktivitas jual beli walaupun ia tetap di rumah. Ini memunculkan kreativitas dan “terpaksa” melek teknologi dengan menggunakan media sosial sebagai alat bantu untuk menawarkan barang.
Bermunculan sistem dagang online yang boleh jadi selama ini disepelekan para pedagang, karena masih tetap merasa lebih baik dengan aktivitas jual beli secara konvesional.
Demikian pula pembeli di lain pihak, yang selama ini dalam melakukan transaksi secara langsung, dengan adanya himbauan #jagajarak berupaya untuk mencari cara bagaimana tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya walau dari rumah. Ini “memaksa” untuk “melek terknologi” agar dapat berselancar di dunia maya yang lagi-lagi menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Fenomena Covid-19 sangat terasa dampaknya pada penyelenggaraan pendidikan, mulai dari Pendidikan pra sekolah sampai perguruan tinggi.
Hastag #belajardarirumah melahirkan kebijakan yang terkait dengan pembelajaran. Proses pembelajaran dilakukan secara online. Kebijakan ini “memaksa” pihak sekolah, pendidik, peserta didik, orang tua untuk “melek teknologi”.
Pendidik diharuskan untuk melakukan proses pembelajaran online. Ini berarti harus menguasai strategi, metode, pengembangan pembelajaran daring. Selain itu, yang lebih penting menguasai aplikasi yang digunakan. Kendala yang dihadapi dari pelaksanaan pembelajaran daring ini masih banyaknya pendidik yang tidak menguasai Teknologi.
Demikian pula tantangan bagi peserta didik, belum siap untuk melakukan proses pembelajaran secara online. Selain ketersediaan sarana dan prasarana yang masih terbatas, juga belum dibiasakan menggunakan aplikasi pembelajaran online sehingga “terpaksa” menggunakan aplikasi yang sering dipakai.
Begitu pula orang tua lebih merasakan dampak dari pembelajaran online ini. Orangtua “terpaksa” menjadi pendidik yang mendampingi anaknya dalam melakukan proses pembelajaran. Orangtua mulai merasakan betapa sulitnya menjadi pendidik, dan masih banyak lagi keluhan-keluhan yang dihadapi.
Saat ini PEMERINTAH mengeluarkan penyesuaian surat keputusan bersama (SKB) empat menteri (Mendikbudristek, Menag, Menkes, dan Mendagri) tentang Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 per 21 Desember 2021. Penyesuaian ini karena membaiknya kondisi kesehatan masyarakat atas paparan covid-19. Perubahan paling mencolok adalah pembelajaran tatap muka (PT) yaitu diperbolehkan 100% jika memenuhi persyaratan pembelajaran awal semester 2 yang dimulai 3 Januari 2022.
Menghadapi kebijakan baru tersebut, proses pembelajaran tidak lagi bisa dilakukan dengan kebiasaan lama, namun harus mengikuti kenormalan baru.
Kenormalan baru dalam kegiatan belajar mengajar adalah tata cara dan kebiasaan baru yang berbeda dengan tata cara lama. Kebiasaan lama dalam proses broses pembelajaran dilaksanakan secara tatap muka, dengan materi yang banyak, dan membutuhkan waktu lama.
Sementara itu kebiasaan baru saat ini adalah penggunaan teknologi informasi, dan waktu yang disediakan tidak banyak karena masih ada ancaman kesehatan yaitu covid-19. Menurut Mcnamee dan Diamond (2004), pada kenormalan baru seseorang diharapkan mampu menghadapi tantangan sekaligus menciptakan peluang baru.
Tidak hanya pada dunia pendidikan, kalangan UMKM dipaksa untuk lebih melek teknologi yang berkecimpung dunia digital agar bisnis tetap bisa berjalan walau di masa pandemi. Pemerintah memaksa masyarakat untuk melek teknologi agar semakin terbiasa terutama di masa pandemi ini.
Perkembangan dunia digital di Indonesia sangat menjanjikan, dari sisi pengguna internet, pengguna media sosial, bahkan pengguna ponsel-ponsel pintar. Ini tentunya menawarkan peluang-peluang usaha serta ke mana arah tujuan bisnis ke depan. Perusahaan yang hanya mengandalkan cara-cara konvensional dan tradisional bakal tergilas oleh perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan teknologi informasi dalam operasional bisnisnya.
Penduduk Indonesia seakan belum siap untuk menghadapi perkembangan Teknologi Informasi dan komunikasi yang merupakan wujud era revolusi industri 4.0. Penggunaan Ponsel dan tablet lebih kepada hiburan semata. Frekuensi paling banyak dilakukan hanya berselancar di dunia maya untuk mencari hiburan, bersosial media melalui facebook, twitter, WhatsApp, line, dan lain-lain.
Bila ditelusuri lebih jauh akan banyak yang ditemukan bidang-bidang kehidupan manusia yang “memaksa” untuk melek teknologi. Hal ini disebabkan untuk memutus matarantai penyebaran covid-19 yang mengharuskan untuk tetap mengikuti protokol covid-19.
Prediksi ke depannya, teknologi tetap menjadi medium yang digunakan walaupun kenormalan baru dengan ditàndai interaksi offline tengah dilakukan. Masyarakat akan tetap menggunakan teknologi komunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
Penggunaan teknologi dalam masyarakat aadalah sebuah keniscayaan. Namun ketersediaan teknologi di tengah masyarakat masih menjadi kendala baik dari sisi infrastruktur internet. Kendala yang merupakan tantangan tersebut sekaligus menjadi peluang bagi masyarakat luas untuk mendapatkan pelatihan terkait pemanfaatan teknologi informasi.
Diharapkan kepada Pemerintah, terkhusus pemerintah daerah untuk menyediakan infrastruktur internet di masyarakat luas. Disarankan juga untuk menyediakan anggaran pelatihan dan literasi untuk masyarakat memanfaatkan teknologi infromasi terkhusus dalam ranah pendidikan, dan juga UMKM.
Esti Marsela
Mahasiswa Universitas Kisten Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H