Mohon tunggu...
Esti....
Esti.... Mohon Tunggu... Akuntan - Sedang Berbenah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Yuk Melangkah

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Varian Baru Corona: Kegagalan Global Penanganan Pandemi

6 Desember 2021   15:35 Diperbarui: 6 Desember 2021   15:55 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: www.kompas.com

Covid-19 belum usai dan kini dunia telah digegerkan lagi dengan varian baru virus Corona yang dinamakan Omicron. Dalam beberapa waktu terakhir puluhan negara kembali memperketat aturan pembatasan komitmen seperti syarat kedatangan pendatang asing hingga lockdown nasional. 

Omicron adalah varian Corona yang pertama kali terdeteksi di Afrika  diduga sejumlah ahli lebih menular dari varian lainnya. Hal itu memicu kekhawatiran terkait efektifitas vaksin yang sudah ada saat ini, yang dikhawatirkan tidak begitu mempan membasmi varian Omicron.

Organisasi kesehatan dunia WHO mengatakan varian Omicron pertama kali teridentifikasi di Afrika Selatan pada 9 November lalu. WHO memasukkan Omikron dalam daftar variant of consent yang artinya merupakan varian yang menjadi perhatian karena memiliki tingkat penularan tinggi., virulensi yang tinggi dan menurunkan efektivitas diagnosis terapi.

Pemicu kemunculan varian yang lebih berbahaya adalah konsekuensi logis dari penanganan pandemi Covid-19 yang berlandaskan pada ideologi kapitalisme. 

Bagi peradaban kapitalisme satu-satunya nilai yang diakui adalah nilai materi atau ekonomi yang berujung pada dominasi nilai materi atas nilai kemanusiaan. 

Nilai kemanusiaan pada kesehatan dan keselamatan jiwa manusia harusnya steril dari perhitungan ekonomi untung-rugi. Dan mirisnya, nilai materi pada aktivitas ekonomi inilah yang dapat dipahami dari naskah panduan mitigasi Covid-19 yang dicetuskan oleh WHO. 

Panduan ini diadopsi rezim berkuasa di seluruh dunia, yang menjadikan penanganan ekonomi dan kesehatan harus beriringan meski pada akhirnya kepentingan materi dan ekonomi yang diutamakan, akibatnya penanganan pandemi tidak diarahkan pada tujuan yang benar berupa pembasmian virus yang ada.

Sikap negara kapitalisme yang mengakui Lockdown sebagai tindakan yang jauh lebih efektif namun diabaikan pada akhirnya membuat mereka bersandar pada teknologi penanganan pandemi kapitalisme. 

Fokus pada tindakan 3T yakni testing, tracing dan treatment dan 5m yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Alhasil penanganan pandemi tidak tuntas hingga ke akarnya.

Sejak awal, vaksin dirancang untuk tindakan klinis individual pencegah agar orang yang terinfeksi tidak jatuh sakit dan bila sakit tidak begitu parah, bukan untuk tindakan komunal sebagai pemutus rantai penularan. 

Namun pemahaman ini tidak dimiliki oleh pemangku kebijakan dan masyarakat, sehingga mereka kurang waspada karena mengandalkan vaksin yang sudah diberikan. Pada akhirnya persoalan makin pelik oleh kemunculan berbagai varian baru.

Berbeda dengan Islam, Islam datang sebagai pemberi solusi bagi setiap persoalan kehidupan manusia tidak terkecuali persoalan pandemi dan mengatasi kemunculan varian lebih berbahaya, lebih dari itu penanganan pandemi Islam memiliki karakteristik khos yang begitu manusiawi.

Hal ini terlihat dari prinsip-prinsip Islam dalam penanganan pandemi dan tindakan yang harus dilakukan beserta metode pelaksanaannya.  Tindakan lockdown atau penguncian area wabah adalah hal yang akan diambil tanpa ragu oleh Islam, seperti yang disyariatkan oleh Allah SWT Dzat Pencipta Kehidupan dan sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW  “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya” (HR.Imam Muslim)

Tindakan lockdown meniscayakan penanganan dilakukan segera tanpa harus mengulur waktu. Untuk keperluan penemuan teknologi, seperti alat pengetesan dan pembaruan teknologi vaksin negara juga akan melakukan riset dengan teknologi yang mumpuni serta berbasis penyelamatan nyawa rakyat. Disaat yang bersamaan mobilitas manusia dari, ke dan di area wabah akan segera dihentikan bersamaan dengan penguncian.

Tindakan yang harus dilakukan di area terjangkiti wabah adalah isolasi atau pemisahan orang yang sehat dari yang terinfeksi termasuk yang tanpa gejala. Tidak hanya diisolasi, yang terinfeksi haruslah segera diobati agar sembuh dan tidak lagi bisa menularkan. Disampaikan oleh Rasulullah SAW “Sesungguhnya Allah ketika menciptakan penyakit Allah ciptakan pula obatnya, maka berobatlah” (HR Imam Ahmad)

Karena dosis kuman atau virus di area wabah masih memungkinkan orang yang sehat tertular maka agar benar-benar tidak ada lagi rantai penularan baru, imunitas setiap orang harus dikuatkan dengan pola hidup yang menyehatkan fisik dan psikis sebagaimana tuntutan syariat Islam. Hal ini didukung dengan adanya pemimpin Islam yang berkapasitas yang berfungsi sebagai roin atau pengurus urusan umat. Pelaksanaan prinsip dan tindakan Islam tersebut hanya ada pada kepemimpinan Islam yang akan membawa rahmat keseluruh alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun