Mohon tunggu...
Esti....
Esti.... Mohon Tunggu... Akuntan - Sedang Berbenah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Yuk Melangkah

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hipokrisi Penanganan Perubahan Iklim

15 November 2021   09:00 Diperbarui: 15 November 2021   09:15 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan iklim dianggap sudah menjadi bom waktu terjadinya kiamat ekologis, oleh karenanya isu ini menjadi pembahasan global serta menjadi landasan diselenggarakannya  26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26). Pelaksanaan COP26 yang diikuti oleh 197 negara dianggap sangat urgen untuk menarik komitmen semua pihak dan negara dalam rangka menurunkan emisi karbon dan termasuk deforestasi.

Sayangnya realita menunjukkan bahwa masing-masing negara punya kepentingan memenangkan kepentingan negaranya. Baik untuk menunda tenggat pencapaian emisi zero, menghalangi ekspansi industri negara lain, menawarkan teknologi hijau ataupun menolak penghapusan komitmen-komitmen sebelumnya.

Faktanya juga bahwa negara industri yang menggagas konferensi ini adalah penghasil terbesar emisi, membiarkan kaum kaya melontarkan jutaan ton emisi karbon utk memuaskan nafsu materialistik mereka.

Terdapat paradigma mendasar dan memerlukan kajian sistematis dalam mengatasi masalah lingkungan. Paradigma kapitalisme yang lebih mengutamakan kepentingan korporasi adalah batu sandungan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan. 

Hal terpenting adalah bagaimana pemerintah sebagai pemangku kebijakan merumuskan berbagai regulasi yang ramah lingkungan. Inilah mengapa problem kelestarian lingkungan memerlukan penanganan sistemis.

Sebagai muslim patutlah kita merenungi pesan Allah dalam Al Qur'an sebagai pijakan paradigma berfikir kita. "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya..." QS Al-A'raf :56.

Regulasi dalam Islam menjadikan kepemilikan dibagi dalam tiga bagian yakni individu, umum dan negara. Hal ini menjadi pembatas pengelolaan sumber daya yang ada, mana yang dapat dikelola individu atau korporasi dan mana yang terlarang untuk dikelola oleh keduanya.

Konsep kepemilikan inilah yang tidak ada dalam sistem kapitalisme, sehinga eksploitasi besar-besaran dilakukan oleh individu atau korporasi pada ranah yang dilarang bagi mereka mengakses atau mengelola.

Alhasil jika kita berkutat pada paradigma kapitalistik kita akan terus terjerat dalam problem iklim yang tidak berkesudahan. Saatnya memakai paradigma dan mekanisme pengaturan Islam demi alam yang lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun