Tentu saja tidak etis ngamuk secara langsung. Para preman dengan uang sebanyak ini, mampu membayar massa. Teriak hak asasi manusia lah, teriak tidak berpihak pada rakyat kecil lah, sampai sedemikian desperate nya tidak ada alasan lagi, maka soal kelahiran Ahok juga dipermasalahkan. Tidak ada yang bisa memilih dilahirkan jadi keturunan Cina, kafir pula.
Hitungan di atas baru soal gusur menggusur. Belum lagi soal berbagai pengadaan barang. Maka, tidak heran Ahok dimusuhi kiri kanan.
Bagaimana dengan Kang Emil?
Datanglah ke Bandung, Surabaya, Padang, Palembang, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Selama anda melihat rumah liar, lapak-lapak liar, prostitusi liar, maka hitunglah nilai transaksi palak memalak yang terjadi. Jika Gubernurnya, Walikotanya diam saja tidak melakukan pembersihan, kemungkinannya hanya dua: terlibat, atau membiarkan korupsi tetap berlangsung.
Jika pembersihan terjadi, lalu disusul ribut-ribut dengan berbagai alasan, artinya ada yang kehilangan pendapatan jatah preman di lokasi tersebut.
Jadi, lihatlah pemimpin kota anda. Dimusuhi orang banyak, terima bagian jatah preman, atau jadi pecundang yang hanya bisa menonton pungutan liar terjadi di bawah kepemimpinannya?
.
- Esther Wijayanti -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H