Tidak ada karya nyata bagi masyarakat DKI. Tidak muncul saat banjir melanda DKI. Tidak muncul saat PLN memutuskan aliran listrik Waduk Pluit. Tidak muncul saat ada pengemis bawa bayi yang dicekoki obat tidur berkeliaran di lampu merah jalanan. Tidak muncul saat tangga Damkar yang memadamkan api Wisma Kosgoro kurang panjang. Dinas Pemadam Kebakaran malah dianggar-silumankan beli alat musik, bukannya beli tangga.
Tidak membuat Perda tentang orang miskin. Tidak membuat perda tentang penanganan banjir. Tidak membuat perda tentang penanganan pedagang kaki lima. Tidak membuat perda penanganan warga bantaran kali. Tidak membuat perda tentang pembangunan pos-pos RW di tanah warga. Tidak membuat perda penanganan warga yang tinggal di tanah orang lain. Tidak membuat perda tentang keamanan gedung. Tidak membuat perda tentang penanganan ormas liar. Tidak membuat perda tentang car free day. Tidak membuat perda tentang bus sekolah. Tidak membuat perda tentang jam sekolah.
Yang ada malah pembelian UPS, yang tahun lalu sudah beli hampir 6 miliar, tahun 2015 dianggarkan beli lagi 6 miliar. Jadi satu sekolah akan punya UPS senilai 12 miliar. Padahal, menurut wawancara dengan Kepala Sekolah SMA16, permintaan sekolah adalah menaikkan daya listrik dari 11.000 VA menjadi 14.000 VA.
Sebodoh-bodohnya warga DKI, mereka juga tahu, kalau menaikkan daya listrik, Anda harus datang ke PLN. Bukan pakai UPS. Apalagi USB. Itulah sebabnya, anggota DPRD DKI di-bully (baca: digoblog-goblogin) habis-habisan hingga menempati trending topic nomor satu di dunia. Itu pun, jika Twitter tidak terbatas, bisa-bisa di-bully orang sampai tembus galaksi sebelah.
Malu? Instrospeksi? Tidak. Kalau perlu yang mem-bully malah dipolisikan.
Tugas pertama DPRD sesuai UU, membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur, dalam 6 bulan kerja ini, dapat disimpulkan: NIHIL.
.
- Esther Wijayanti -