“Sekarang yang aku punya cuma surat kehilangan dari polisi. Bukan surat kematian.”
“Menurutmu, suamimu kemana?”
“Aku nggak tau. Mungkin saja dia diculik. Saat itu kan banyak penculikan aktivis.”
“Diculik? Emangnya suamimu aktivis?” tanyaku
“Setahuku bukan. Tapi memang dia sering ada pertemuan bicara-bicara politik. Entahlah Esther, aku nggak tau. Nggak lama kemudian, memang ada yang datang ke rumah, menggeledah paksa barang-barang suamiku. Mereka nggak menemukan apa-apa yang penting. Karena ada orang-orang ini menggeledah barang-barang suamiku, makanya aku berkesimpulan dia diculik”.
“Lalu, bagaimana kamu saat itu? Siapa bantu keuanganmu?”
“Aku bersyukur nggak punya masalah keuangan, kakak-kakakku membantu aku. Mereka berkecukupan. Membantu aku tidak membuat mereka jadi punya masalah keuangan. Tapi kamu tahu lah, aku kan nggak mau berlama-lama dibantu keluarga. Aku kerja lagi. Anak-anak sama pembantu.”
Wina menyeka air matanya.
Setelah pertemuan tersebut, saya dan Wina banyak bekerja sama. Kebetulan bidang usaha kami sama. Wina tidak menikah lagi. Anak-anaknya sekarang sudah besar-besar. Anaknya yang kecil, tidak tahu rasanya punya ayah. Anaknya yang besar mirip ayahnya.
Kepada Tempo, Prabowo mengakui melakukan penculikan. Apakah Prabowo yang menculik suami sahabat saya?
Entahlah, namanya juga orang hilang..
.
- Esther Wijayanti -