Mohon tunggu...
Esther Dwi Fema
Esther Dwi Fema Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Mahasiswa S1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Bermain pada Anak Hiperaktif

7 April 2022   20:25 Diperbarui: 7 April 2022   21:09 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bermain merupakan sebuah aktivitas yang menggembirakan yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengendalikan emosi pada anak yang tidak dapat diungkapkan oleh anak secara lisan atau melalui mulut. Anak hiperaktif merupakan anak yang terlalu aktif dan tidak melihat-lihat situasi dan kondisi di sekitarnya saat bermain maupun berakyiitas, asalkan ia merasa senang. 

Bermain bagi anak usia dini sangat penting, khususnya untuk anak yang hiperaktif karena pada dasarnya semua anak baik yang hiperaktif maupun yang tidak, secara naluri memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan sangat senang bermain sehingga mereka akan membuat benda-benda disekitarnya untuk dijadikannya sebagai mainan. 

Anak hiperaktif biasanya anak yang suka bergerak atau berjalan-jalan saat pembelajaran di kelas berlangsung, sulit untuk konsentrasi, ketika bermain suka kasar, berteriak-teriak serta melemparkan mainannya. Sehingga dengan bermain diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan sikap-sikap yang kurang baik dari anak hiperaktif, dalam hal tersebut perlunya peran guru, orang tua, serta lingkungan yang saling bekerja sama.

  1. Peran guru dimana dapat memberikan permainan yang membantu anak hiperaktif mengurangi sikap kurang baik, misalnya apabila anak hiperaktif suka berjalan-jalan dan berteriak-teriak ketika pembelajaran berlangsung maka guru harus kreatif dalam merancang rpph agar anak tersebut memiliki rasa ingin tahu dan mau mengikuti pembelajaran dengan baik misalnya dengan mengenalkan konsep bentuk, warna melalui bermain lego membentuk sebuah bangunan, mengenalkan nama benda-benda langit dengan poster gambar karena anak hiperaktif akan cenderung lebih menyukai belajar dengan melihat
  2. Peran orang tua dimana dapat memberikan stimulasi berupa melatih konsentrasi anak dengan bermain puzzle bergambar hewan, apabila di rumah anak suka bermain dengan kasar seperti memukul meja atau pintu menggunakan mainan mobil dapat dinasehati dan diberikan pengertian bahwa mobil jalannya lurus, pelan tidak gubrak-gubrak.
  3. Peran lingkungan dimana lingkungan sekitar anak harus mendukung apabila anak sudah mulai sedikit mengurangi kebiasaan buruknya maka jangan biarkan lingkungan sekitar anak merusaknya misalnya orang tua dan guru sudah menstimulasi anak agar bermain tidak teriak-teriak maka lingkungan sekitar anak juga harus memberikan teladan saat bermain atau beraktivitas tidak teriak-teriak. Jangan sampai orang tua dan guru mengajari anak untuk tidak teriak-teriak tetapi orang tua dan guru malah melakukannya.

Anak hiperaktif cenderung memilih bermain bebas yaitu dimana anak akan menggunakan bahan-bahan disekitarnya untuk digunakan bermain yang tidak adanya aturan-aturan yang diberikan oleh guru atau orang tua dan kadang juga bermain asosiatif dimana anak dengan teman sebayanya saling bergantian menggunakan alat bermainnya. Dengan bermain menggunakan alat permainan yang edukatif anak hiperaktif akan dapat meningkatkan aspek perkembangan bahasa, kognitif, dan sosial-emosionalnya.

  1. Aspek bahasa dimana dengan bermain anak dapat memperbanyak kosa katanya misalnya saat bermain puzzle bentuk hewan anak ingin tahu hewan apa itu, bagaimana suaranya tentu akan membuatnya bertanya sehingga guru dan orang tua akan menjelaskannya dan anak hiperaktif tersebut dapat memperkaya kosa katanya
  2. Aspek kognitif dimana dengan bermain anak dapat kreatif, mengenal konsep-konsep baru, berpikir untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya misalnya saat bermain puzzle anak hiperaktif akan berpikir potongan puzzle mana yang sesuai dan cocok untuk menjadi puzzle yang utuh
  3. Aspek sosial-emosional, sosial dimana dengan bermain anak dapat saling berinteraksi dengan teman sebayanya misalnya dengan bermain perosotan, emosional dimana dengan bermain anak dapat mengendalikan emosinya yang suka kasar, teriak-teriak, melempar-lemparkan barang dengan memberikan pengertian dan contoh cara berjalan mobil menggunakan mainan balok bergambar mobil, mengajak anak hiperaktif bermain memasukkan bola ke dalam tempat sampah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun