Mohon tunggu...
Esther Esther
Esther Esther Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

No Biographical Info

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jalan Jalan ke Glodok

12 Januari 2012   17:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:58 1732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bermula dari seorang oma di panti jompo yang setiap hari bolak balik minta dibelikan kalender dengan huruf Cina, akhirnya ibu menyuruh saya mencarikan kalender itu. Saya menyanggupi untuk mencarinya di Glodok. Hari ini tidak panas. Juga tidak hujan. Suasana Glodok menjelang imlek sungguh meriah. Yang pertama saya cari, tentu saja kalender. Tidak sulit. Yang bisa saya mengerti cuma angkanya. Selebihnya tidak. Tapi saya pikir saya tidak salah beli. Ini benar-benar kalender. Saya membeli satu. Tujuan utama ke Glodok terpenuhi sudah. Sekarang tinggal jalan-jalan. Dekat tukang kalender, ada penjual manisan. Entah manisan apa. Tidak ada label Depkes nya, tapi menarik untuk saya beli.

Kalender sudah, manisan sudah. Saya berjalan menyusuri lorong emperan toko. Melihat pemandangan yang buat saya menakjubkan. Merah. Toko-toko dan pedagang kaki lima menjual berbagai atribut imlek.
Toko
Pedagang Kaki Lima
Tukang Bunga Plastik Kaki Lima Lalu saya menemukan sebuah toko yang menjual bumbu. Menarik untuk saya masuki. Melihat-lihat berbagai bumbu dapur yang tidak saya temui di supermarket. Toko yang sangat ramai. Berdesak-desakan. Saya menanyakan, apakah ada Kecap Asin Putih. Enci penjual bertanya, “mau botol besar apa kecil?”. Saya jawab, “Botol kecil saja”. Katanya, “botol kecil nggak ada, adanya botol besar”. Halaahh.. kenapa juga tadi nawari saya botol kecil? “ya sudah, botol besar saja. Berapa harganya?”. Si Enci menyebut angka dalam bahasa Cina. Saya kasih selembar seratus ribuan. Dia memberi kembalian dan struk. Aaaahhh…. rupanya dia menyebut Rp. 19.000 tadi. Saya keluar dari toko. Menyeberang jalan, untuk melihat apa yang dijual disitu. Rupanya makanan. Dari aroma yang mengepul di sepanjang lorong, benar-benar aroma masakan mengandung babi. Perhatikan etalase pedagang mie ayam ini. Sangat berbeda dengan mie ayam di area lain di Jakarta.
Penjual mie ayam Namun saya menemukan satu gerobak dorong dagangan yang tadinya saya duga sudah tidak ada di Jakarta. Namanya Pioh. Pioh adalah semacam sup bening, berisi potongan daging kura-kura. Tega sekali memasak kura-kura.
Penjual Pioh - Gambar: Google Di lorong itu, saya juga menemukan makanan yang paling mengerikan yang saya pernah lihat. Berikut ini fotonya. Jangan tanya saya ini apa. Terlihat seperti limbah hewan.
Makanan Mengerikan Akhirnya jalan-jalan saya selesai. Saya kembali pulang ke rumah. Mudah-mudahan oma yang minta kalender senang. Bajaj lebay ini adalah bajaj yang mengantar saya ke Glodok. Sungguh, hari ini adalah hari yang menyenangkan. Sekalipun saya merasa agak aneh, menulis sesuatu yang keluar genre saya.
- Esther Wijayanti -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun