Pernahkah Anda merasa kesulitan dalam melatih anak balita Anda untuk mulai menggunakan toilet? Sering mendapati anak mengompol atau popok basah disaat yang kurang tepat? Atau justru anak menangis menahan ekskresi karena enggan menggunakan toilet?
Jika sembari membaca tiga kalimat tanya di atas Anda mengganggukkan kepala, maka tepatlah Anda mengunjungi artikel ini. Dalam artikel ini akan dikupas mengapa toilet training adalah tahap penting dalam perkembangan anak serta aspek apa saja yang perlu diperhatikan dalam melatih anak menggunakan toilet.
Sebelumnya mari kita kupas dari apa itu toilet training dan mengapa tahap ini merupakan tahap yang penting.
Toilet training adalah proses peralihan dari penggunaan popok ke toilet selayaknya orang dewasa, sehingga ia belajar untuk melakukan ekskresi (buang air kecil-BAK dan buang air besar-BAB) pada tempat yang seharusnya. Pada umumnya, tahap ini terjadi pada usia 1-3 tahun. Proses ini memerlukan pendampingan intensif dari pihak pengasuh karena tidak serta-merta anak dapat melakukan ekskresi dengan tepat. Perlu pendampingan khusus dan konsisten dari pengasuh supaya anak dapat melewati tahap ini dengan baik.
Secara teoritis, menurut Sigmund Freud (1856 – 1939), seorang tokoh psikolog, tahap ini merupakan tahap yang penting dalam perkembangan anak karena anak mengasosiasikan kegiatan ekskresi sebagai hal yang penting, seolah mereka memproduksi sesuatu dan merasa bahwa hasil ekskresinya merupakan sebuah hadiah dari mereka dan untuk mereka. Ibarat kata, jika kita membuat sesuatu dan diberikan respon yang kaku atau negatif, maka kita akan kecewa bukan? Sama seperti toilet training, respon yang kurang sesuai akan memberikan dampak pada keberhasilan toilet training. Diperlukan adanya perhatian khusus dalam proses toilet trainingini untuk mengubah pengertian tersebut (ekskresi merupakan produksi) menjadi proses ekskresi adalah hal yang dilakukan setiap orang dengan memperhatikan kebersihan dan juga menumbuhkan rasa malu untuk melakukanya di depan umum.
Konflik yang terjadi pada tahap ini ada pada tuntutan dari orangtua yang menginginkan anak mengendalikan keinginan BAK dan BAB, sementara anak ingin mengeluarkan begitu terasa (kebelet) ingin BAK dan BAB (Chung, 2007; Carol, 2009 dalam Musfiroh, 2014).
Q: Apa pentingnya Toilet Trainig?
A: Kebiasaan yang salah dalam mengontrol BAB dan BAK akan menimbulkan hal-hal yang buruk pada anak dimasa mendatang. Dapat menyebabkan anak tidak disiplin, manja, dan yang terpenting adalah anak akan mengalami masalah psikologi, anak akan merasa berbeda dan tidak dapat secara mandiri mengontrol buang air besar dan buang air kecil (Anggara, 2006).Â
Tahap ini juga menentukan aspek kemandirian pada anak. Anak yang sudah berani menggunakan toilet cenderung lebih percaya diri sehingga lebih mandiri dalam melakukan berbagai aktivitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet trainingadalah keterlibatan aktif dari orangtua. Manfaat yang didapatkan apabila orangtua berhasil mendampingi dengan proses yang baik dapat menumbuhkan kepribadian yang kompeten, produktif, dan kreatif. Tahap ini juga penting bagi hubungan anak dengan pihak-pihak otoritas ke depannya (Gee, 2016).
Q: Mengapa seringkali susah mengajarkan toilet trainingpada anak?
A: Masalah  yang  terjadi  pada  anak   ketika melakukan  toilet  training  adalah  anak merasa  takut dengan  toilet. Sebagian orangtua  tidak membiasakan akan untuk buang air sebelum tidur atau membangunkan anaknya pada malam  hari  untuk  buang  air  sehingga  anaknya  mengompol.  Anak menolak  untuk pergi  ke  toilet  dan  memilih  menggunakan  popok. Pun dewasa ini, seiring dengan semakin mengingkatnya kesibukan orangtua, mereka lebih memilih anaknya menggunakan popok daripada membiarkan anak pergi ke kamar mandi (Gilbert, 2006).
Menurut  survey  Kesehatan  Rumah  Tangga  (SKRT)  nasional diperkirakan  jumlah  balita  yang  susah mengontrol  BAB  dan  BAK  di  usia  sampai prasekolah  mencapai  75  juta  anak.  Fenomena  ini  dipicu  karena  banyak  hal, pengetahuan  ibu  yang  kurang  tentang  melatih  anak  BAB  dan  BAK,  pemakaian popok  sekali pakai, hadirnya  saudara baru dan masih banyak  lainnya  (Pusparini & Arifah, 2010).
Q: Apa saja aspek yang perlu diperhatikan?
A:
- Waktu
Pada umumnya ketika anak memasuki usia 18 bulan, si kecil sudah mampu berjalan untuk menuju ke toilet -tentunya dengan pengawasan orang tua-. Pada usia tersebut, dia juga mulai bisa mengenali ada rasa basah yang tidak nyaman di tubuhnya. Selain melihat kesiapan dari fisiknya, perhatikan juga kesiapan mental si anak. Sebab, seorang anak yang sudah siap secara fisik belum tentu siap meninggalkan kenyamanan popoknya.
Apabila orangtua memberikan pelatihan ini terlalu cepat, dalam hal ini kurang memperhatikan aspek kesiapan anak, maka anak akan cenderung resisten. Anak akan memandang toilet sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan sehingga perlu dihindari. Singkatnya, anak akan merasa dipaksa untuk melakukan sesuatu yang bahkan ia sendiri belum siap untuk melakukannya.Â
Jika terlalu lambat, Usia dua sampai tiga tahun harus sudah dikenalkan ke toilet, apa itu BAK dan BAB. Jika sudah lewat dari usia tiga tahun, apalagi ketika akan memasuki masa sekolah, namun belum diberi toilet training, itu akan berpengaruh terhadap perkembangan si kecil.
- Kesiapan Fisik Anak
Kita bisa mengetahui kesiapan fisik anak untuk memulai toilet training ini jika:
- Anak memperlihatkan ekspresi saat menahan BAK atau BAB.
- Popok kering saat bangun tidur atau setelah dua jam pemakaian.
- Tidak BAB di popok saat malam hari.
- BAB terjadi pada waktu yang sama tiap harinya atau pada waktu yang tidak bisa diprediksi.
- Anak mampu melepas dan memakai pakaian serta mampu berkomunikasi dengan Anda tentang pemakaian toilet.
- Kesiapan Mental Anak
- Selain kesiapan fisik, kesiapan secara emosional juga dapat diamati. Berikut ini adalah tanda-tanda anak Anda sudah mencapai kesiapan emosional :
- Anak akan memberitahu Anda ketika popoknya kotor dan meminta untuk diganti dengan yang baru.
- Dia lebih memilih memakai celana dalam ketimbang popok.
- Menunjukkan ketertarikannya ketika Anda memakai kamar mandi.
- Memberitahu Anda ketika dia ingin buang air.
- Bersemangat mengikuti semua proses toilet training.
- Kesiapan orangtua
Selain memperhatikan apek kesiapan anak baik dari segi fisik maupun emosional, bagaimana orangtua memberikan pendampingan selama proses tersebut juga menjadi kunci penting keberhasilan tahap ini. Apabila pelatihan ini tidak sesuai dan terjadi fiksasi, dapat menyebabkan permasalahan pada tumbuh kembang anak. Terdapat dua bentuk fiksasi yang terjadi pada toilet training, pertama ketika orang tua terlalu ketat dalam mengarahkan anak dan melakukanya sangat dini, pada model ini kecenderungan kepribadian anak tersebut nantinya menjadi kaku, terlalu mengontrol segala hal, hingga obsesif. Kedua adalah ketika orang tua memberikan pengarahan terlalu longgar maka anak akan menjadi pribadi yang tidak beraturan, pemalas, dan berperilaku merusak.
Menurut Freud cara yang baik untuk mendampingi anak melakukan tahap toilet training adalah dengan pujian dan hadiah. Ia percaya dengan menggunakan reinforcementpositif setelah anak menggunakan toilet pada waktu yang sesuai dapat memunculkan hasil yang lebih positif.
Q: Bagaimana Cara Melatih Anak untuk Menggunakan Toilet?
A: Untuk mempermudah proses ini, pakaikan baju yang mudah dilepas dan dipakai oleh anak seorang diri. Selanjutnya ajari dia tata cara saat memakai toilet.
- Mengajari cara duduk yang benar saat memakai pispot atau tempat duduk kloset. Anda bisa menggendongnya ketika Anda memilih memakai tempat duduk kloset.
- Setelah selesai BAK atau BAB, ajari dia untuk membersihkan alat kelaminnya. Jika anak Anda perempuan, ajari untuk membasuh alat kelaminnya memakai tangan kiri dimulai dari arah depan vagina, kemudian ke bagian anus. Hal ini bertujuan untuk mencegah berpindahnya bakteri dari anus ke vagina. Namun anak-anak yang belum berusia 4 hingga 5 tahun biasanya tidak bisa membersihkan alat kelaminnya dengan benar, terutama setelah BAB. Pada saat inilah Anda bisa membantu membersihkannya.
- Jika Anda memiliki anak laki-laki, ajari untuk mengarahkan penisnya ke bawah pispot atau toilet demi menghindari air seni terciprat pada bagian depan tempat duduk pispot atau kloset. Ajari anak Anda untuk membersihkan penisnya dengan air usai melakukan BAK.
- Bantu anak untuk menekan tombol flushpada toilet usai BAK atau BAB. Jika anak Anda tidak berani menekannya, Anda tidak perlu memaksakan. Jika Anda menggunakan pispot, ajak anak untuk melihat proses pembuangan air seni atau tinja dari pispot ke kloset. Hal itu berguna agar si Kecil tahu tempat pembuangan terakhir air seni atau tinja adalah di kloset.
- Setelahnya, ajari anak Anda untuk mencuci tangan usai memakai toilet.
Ingat selama proses ini, jangan pernah meninggalkan anak tanpa pengawasan di kamar mandi demi menghindari kecelakaan, seperti terpeleset atau memasukkan sesuatu yang berbahaya ke dalam mulut.
Daftar Pustaka
Bertens, K. 2006. Psikoanalisis Sigmun Freud. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Carol, Joinson. (2009). A Prospective Study of Age at Initiation of Toilet Training and Subsequent Daytime Bladder Control in School-Age Children. Journal of Developmental & Behavioral Pediatrics, 30(5): 385-393
Chung, Kyong-Mee. (2007). Modified Version of Azrin and Foxx’s Rapid Toilet Training. Journal of Developmental and Physical Disabilities, 19(5): 449-455
Freud, Sigmun. An Outline of Psycho-Analysis. New York: Norton 1969
Horn, Ivor B. (2006). Beliefs about the appropriate age for initiating toilet training: Are there racial and socioeconomic differences?. The Journal of Pediatrics, 149(2): 165–168
Kroeger, K. (2010). A parent training model for toilet training children with autism. Journal of Intellectual Disability Research, 54(6): 556–567
Musfiroh, Mujahidatul. & , Beny Lukmanawati W. (2014). PENYULUHAN TERHADAP SIKAP IBU DALAM MEMBERIKAN TOILET TRAINING PADA ANAK. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9 (2): 157-166
Pusparini, Winda & Arifah, Siti. 2010. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TOILET TRAINING DENGAN PERILAKU IBU DALAM MELATIH TOILET TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER DI DESA KADOKAN SUKOHARJO.
Rahayu, Devi Muji & Firdaus. 2015. HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER DI PAUD PERMATA BUNDA RW 01 DESA JATI SELATAN 1 SIDOARJO. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol. 8. No. 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H