Buku ini berisi narasi oleh Puthut EA dan disisipi ilustrasi karya Gindring Wasted yang penuh warna, tetapi bermakna gelap di saat yang bersamaan. Ilustrasi ini seolah ingin merealisasikan kehidupan tokoh aku melalui gambar, tetapi cukup untuk membuat kita mual juga.Â
Tokoh Aku yang menjadi pemain utama dalam buku ini menceritakan kehidupannya yang ironis tanpa mencoba mendramatisisasi dan justru si aku seolah menertawakan hidupnya sendiri.Â
Buku ini terdiri dari tiga belas chapter dan dimulai dengan cerita dari tokoh aku yang mengalami kesialan bahkan sebelum ia lahir. Tokoh aku lahir di atas becak dan ayahnya meninggal saat sedang mengayuh pedal becak itu.
Aku kemudian lanjut bernarasi dengan bahasa sederhana dan kasar tentang betapa brengseknya hidupnya, mulai dari Ibunya yang menelantarkannya tanpa makanan di rumah, kedua kakaknya yang menjadi preman dan sering memukulinya, pelecehan oleh pegawai kecamatan, hingga teman-temannya yang sering mengganggunya karena ia bodoh, lusuh, miskin, dan cengeng.Â
Kesialannya tidak berhenti di masa remaja, kehidupan fase dewasa dari tokoh aku ternyata tidak kalah brengseknya, tetapi juga sangat menarik untuk diceritakan, dimana ia bertemu banyak macam orang dengan banyak macam sifat.Â
Melalui Truwelu yang mengaku dirinya seniman, tokoh aku menilai kalau seniman sebenarnya hanya pengecut yang membungkus kepengecutan mereka dengan bahasa-bahasa yang indah.
Aku juga menarasikan orang-orang aneh lain yang ditemuinya mulai dari politikus yang banyak cakap omong kosong dan begitu suka menjilat kekuasaan hingga orang-orang bawah yang mencari tambahan duit dari kebohongan.Â
Buku ini bagus walaupun cenderung provokatif dan sangat tidak sesuai untuk menjadi bacaan anak-anak atau remaja labil karena berpotensi menimbulkan pandangan negatif tentang hidup.Â
Cover buku ini sebenarnya sudah menggambarkan segelap apa narasi-narasi yang akan dihadirkan dalam buku ini, tetapi tetap saja di tengah-tengah kegiatan membaca, kita akan terkaget-kaget bahkan tertawa dengan gaya bercerita yang naif juga frontal dari tokoh aku.Â
Nilai terbaik dari buku ini adalah realitas yang dibangun di dalamnya dan gaya penulis bercerita seolah menyuarakan pemikiran negatif tersembunyi milik sebagian besar orang yang sudah muak dengan ketidakpastian masa depan. Mungkin slogan 'berbahaya tapi patut dibaca' cukup untuk merangkum penilaian atas buku ini.
(Esterayu, Bogor, 08/10/20)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H