Mumpung bulan puasa, saya share persepsi dan pengalaman saya mengenai puasa. Puasa bagi saya bukanlah bagian dari ibadah, karena Tuhan tidak memerlukan puasa saya. Lingkungan saya juga tidak menerima manfaat apapun atas puasa saya. Puasa bagi saya merupakan sarana atau “kendaraan” agar saya lebih fokus dalam berdoa. Untuk memberi sedikit warna dalam doa saya, agar doa yang saya naikkan tidak seperti kentut saja. Bersuara, lalu lenyap. Powerless. Tidak ada kuasanya.
Awal tahun 2007, suami saya didiagnosa menderita kanker, waktu ketahuan sudah stadium 4. Biasalah kanker, tahu-tahu stadium 4, merembet ke paru-paru, ke usus, ke tenggorokan. Melihat kecepatan pertumbuhannya, dokter pesimis bahwa suami saya bisa sampai ke tahun 2008. Lalu saya berpuasa 40 hari dan berdoa. Memasuki pertengahan tahun, stadium kankernya menurun. Suami saya tidak menjalani kemoterapi. Dan di awal tahun 2008, sudah sembuh.
Tahun 2005, pembantu saya yang sudah tua. Mendadak menderita Stephen Johnson syndrome. Saya to the point saja bertanya pada dokter. Berapa % kemungkinan hidup, berapa % kemungkinan meninggal. Dokter bilang, dengan kondisi seperti ini, 10% kemungkinan hidup, 90% kemungkinan meninggal. Saya berpuasa 2 hari dan berdoa. Happy ending. Sehat sampai sekarang.
Adik saya, setelah sekian tahun menikah, memiliki masalah pada indung telurnya yang hanya satu itu. Dokter mengatakan, kemungkinan punya anak kecil sekali. Lalu adik saya berpuasa, dan berdoa. Sekarang anaknya sudah 3.
Itu baru sebagian dari hasil doa yang bisa terjadi jika disertai puasa. Mendoakan orang buta menjadi sembuh, mendoakan orang timpang menjadi sembuh, mendoakan orang eksim menahun menjadi sembuh. Dan masih banyak lagi.
Puasa jenis yang saya jalankan tersebut, bukanlah jenis puasa menahan haus dan lapar siang hari, lalu sorenya menyerbu pasar kaget, membeli berbagai makanan enak untuk berbuka puasa dan sahur. Memperhatikan jarum jam dinding menjelang magrib, lalu menyerbu meja makan setelah bedug berbunyi. Bukan puasa jenis shopping gila-gilaan di minggu ke-tiga agar bisa menemui kerabat dengan baju baru, sepatu baru, kalau perlu mobil baru di akhir periode puasa.
Apakah saya orang baik? Tidak. Saya orang yang menjengkelkan banyak pihak. Apakah saya orang yang suka beramal? Tidak. Apakah saya suka berbuat kebaikan? Biasa-biasa saja. Apakah saya orang yang soleh? Tidak. Apakah saya orang yang teguh menjalankan perintah Tuhan? Paling tidak, saya tidak membunuh, tidak mencuri, dan sedapat mungkin tidak berbohong. Apakah saya berzinah? hehe..
Lalu mengapa doa saya berkuasa? Karena saya memanfaatkan puasa agar saya fokus dalam berdoa. Itu saja? Hmm… cara berdoa yang memiliki kuasa akan saya share dalam artikel saya yang lain kapan-kapan.
Marilah kita manfaatkan puasa kita untuk lebih berserah diri pada Tuhan. Tidak menjalankan puasa sebagai tradisi yang sudah kita jalankan sejak kecil. Yang memiliki mindset, kalau puasanya penuh, kita dapat hadiah dari orang tua. Berpuasa agar dapat hadiah dari Tuhan. Itu puasa kekanak-kanakan. Agar dapat hadiah. Buat apa capek-capek berlapar-lapar puasa jika tidak memberi nilai tambah bagi iman anda? Apa bedanya dengan diet?
- Esther Wijayanti -