Moses juga dengan tulus mencintai Nayla MESKIPUN Nayla sakit parah dan akan meninggal. Ini juga pelajaran penting tentang cinta sejati. Cinta sejati hanya mengenal kata ”MESKIPUN” dan bukan ”JIKA”. Cinta sejati tidak pernah berkata ”Aku mencintaimu JIKA kamu.....”. Cinta sejati justru akan berkata ”Aku mencintaimu MESKIPUN kamu....” Aku mencintai kamu MESKIPUN kamu miskin. Aku mencintai kamu MESKIPUN kamu sakit. Aku mencintai kamu MESKIPUN kamu bodoh. Aku mencintai kamu MESKIPUN kamu jahat. Aku mencintai kamu meskipun kamu menjengkel-kan. Aku mencintai kami MESKIPUN kamu begini dan begitu. Itulah cinta yang sejati. Richard Neighbur pernah berkata ”Aku mencintai kamu bukan karena kamu begini atau begitu tetapi karena kamu ada di sini”.
Pelajaran tentang doa
Ketika mengetahui bahwa Nayla menderita sakit yang parah maka ada begitu banyak doa/permohonan yang dinaikkan kepada Tuhan demi kesembuhannya, terutama doa kedua orang tua Nayla. Namun apakah yang terjadi? Nayla bukannya sembuh tetapi justru meninggal dunia. Doa mereka untuk kesembuhan ternyata tidak dikabulkan oleh Tuhan. Bukankah apa yang dialami Nayla dan orang-orang di sekitarnya juga sering dialami dalam hidup kita? Bukankah kita sering mengalami yang sebaliknya daripada yang kita doakan? Di manakah Tuhan saat doa-doa yang sungguh dinaikkan kepada-Nya? Di manakah Tuhan saat anak-anak-Nya berseru minta tolong? Tidakkah Ia mendengar jeritan anak-anak-Nya? Tidakkah Ia peduli dengar deraian air mata orang-orang yang dikasihi-Nya? Apakah Ia sudah tidak peduli lagi? Ataukah Ia tidak mampu menyembuhkan? Ataukah Ia sudah kehilangan kuasa-Nya?
Tidak! Allah bukannnya tidak peduli. Ia juga bukan telah kehilangan kuasa-Nya. Tetapi Ia tahu mana yang terbaik bagi anak-anak-Nya. Ini juga mengajarkan pada kita bahwa Allah bukanlah ’budak’ kita yang dapat kita perintah seenaknya dan harus menuruti segala yang kita mau. Ia adalah Allah yang berdaulat yang berhak penuh untuk mengabulkan permohonan kita ataupun tidak. Bahwa Ia tidak mengabulkan permohonan kita tidak selamanya karena kita kurang beriman tetapi semata-mata karena Ia tidak mau. Bandingkanlah apa yang dialami oleh rasul Paulus :
”... maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk meng-gocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku men-jadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku ber-megah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku” (2 Kor 12:7-9).
Mengapa doa Paulus tidak dikabulkan? Apakah Paulus kurang beriman? Tidak! Doa Paulus tidak dikabulkan bukan karena ia kurang beriman melainkan karena Allah mempunyai rencana yang lain dan bahwa Ia-lah yang berdaulat untuk mengabulkan permohonan Paulus atau tidak.
Jika demikian, satu hal yang perlu kita pahami bahwa doa bukanlah menyuruh / memaksa Allah mengikuti kehendak kita melain-kan menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak-Nya. Doa bukanlah meminta Allah mengikuti kemauan kita tetapi meminta kekuatan dari-Nya untuk dapat mengikuti kemauan-Nya. Doa tidak semata-mata meminta Ia mengangkat salib dari pundak kita tetapi meminta Ia memberikan kita pundak yang kuat untuk memikul salib kita. Yesus menjadi teladan dalam hal ini ketika di taman Getsemani sebagaimana kesaksian Matius :
”Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, me-lainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Mat 26:39).
Ya, doa yang benar, iman yang benar adalah doa dan iman yang bersandar pada kehendak Tuhan. Apa pun yang mau Ia buat terhadap kita, semuanya jadi sesuai kehendak-Nya sebagaimana yang dilantunkan Nikita dalam BHN : ”Jadilah padaku seperti yang Kau ingini”.
Pelajaran tentang mujizat
Pada saat menonton salah satu episode BHN ketika Nayla diketahui menderita sakit ataxia, beberapa orang mengatakan bahwa akan terjadi mujizat di mana Nayla akan disem-buhkan secara ajaib oleh Tuhan. Saat itu saya belum menyadari bahwa BHN adalah jiplakan dari IRnN namun saya berkata alangkah indahnya sinetron ini jika berakhir dengan kematian Nayla. Demikian juga saat menonton episode terakhir banyak teman harap-harap cemas agar terjadi mujizat dan Nayla sembuh tapi saya dengan yakin mengatakan bahwa Nayla akan mati. Dan benar sekali, BHN berakhir dengan kematian Nayla. Seorang teman yang menonton bersama saya berkata : ”Sayang sekali Nayla tidak sembuh. Andaikata Nayla sembuh maka itu menjadi kesaksian bagi banyak orang bahwa Tuhannya orang Kristen itu hidup”. Lalu saya berkomentar : ”Jadi kalau Nayla tidak sembuh maka Tuhannya orang Kristen mati?”. Dari sini nampak bahwa masih ada orang dan saya kira ada banyak orang yang tidak memahami Allah dengan benar. Mereka berpikir bahwa Allah itu baru ’hidup’ kalau Ia melakukan mujizat dan Ia akan menjadi Allah yang ’mati’ kalau Ia tidak melakukan mujizat. Komentar saya lanjutan adalah ”Andaikata Nayla sembuh (tidak jadi mati) maka itu memang mujizat tetapi adalah mujizat yang lebih besar daripada sekedar kesembuhan fisik jika Nayla mati dalam iman, dalam pengharapan, tanpa ketakutan dan dengan keyakinan bahwa Allah sangat mengasihi dia”. Ya! Bagi saya itulah mujizat yang lebih besar daripada sekedar kesembuhan dari penyakit. Tapi tidakkah banyak orang akan menjadi percaya dan dikuatkan imannya jika Nayla sembuh? Mungkin saja tetapi Alkitab juga menyaksikan bahwa iman yang sejati tidak lahir dari melihat/mengalami mujizat. Tidak ada bangsa di dunia ini yang lebih banyak melihat mujizat seperti bangsa Israel tetapi Alkitab mencatat bahwa bangsa Israel juga adalah bangsa yang tegar tengkuk dan melawan Tuhan. Demikian juga dalam cerita orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31). Ketika orang kaya itu meminta Abraham untuk mengirimkan Lazarus kepada saudara-saudaranya yang masih hidup dengan keyakinan bahwa mereka akan percaya/beriman kalau ada orang mati yang bangkit, Abraham justru menolaknya dan berkata : ”Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati." (ay.31). Dengan kata lain Abraham mau berkata bahwa mujizat terbesar sekalipun (kebangkitan orang mati) tidak akan melahirkan iman yang sejati. Justru sebaliknya kita melihat iman sejati dapat tumbuh ketika tidak ada mujizat. Trio Ibrani (Zadrak, Mesak dan Abednego) ketika hendak dimasukkan ke dalam dapur api berkata :