Mohon tunggu...
Esra Ginting
Esra Ginting Mohon Tunggu... pegawai negeri -

an ordinary man with millions dream

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Kronologis Tidak Ditayangkannya World Badminton Championship di TV Nasional/Nonbayar

12 Agustus 2013   13:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:24 4548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13763022991021857133

[caption id="attachment_280458" align="aligncenter" width="599" caption="Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption]

LUAR BIASA!

MENGHARUKAN!

BANGGA!

Rentetan kata tersebut menjadi suatu pekikan rasa salut terhadap perjuangan anak bangsa yang berhasil 'merampas tuntas' tropi Juara Dunia di sektor Ganda Campuran dan Ganda Putra.

Owi/Butet, demikian nama akrab Tontowi/Liliyana disebut, menggetarkan tembok China, XU CHEN / MAJIN yang notabene pemain nomor satu dunia, dan banyak kalangan yang menyebut permainan mereka dengan PERFECTO! Meski tertinggal di game penentuan 18-20, dengan mental dan daya juang OWI/BUTET berhasil merampok 4 poin berturut-turut dan memastikan medali emas untuk Merah Putih.

HARU! Sangat mengharukan.... Setelah lamaaaaa..sekali rasanya lagu Indonesia Raya yang diciptakan WR Supratman yang juga merupakan pengarang lagu jazz, membahana dengan begitu megahnya di GuangZhou China yang merupakan sarang macan bulutangkis dunia. Dan Putra putri bangsa itu terlihat sangat tulus mempersembahkan gelar juara tersebut untuk masyarakat Indonesia.

Tidak hanya sampai disitu, Ahsan/Hendra, dengan magic game nya, berhasil membuat semua orang yang menonton berdecak "WOAWW.." dengan melihat permainan taktis, efektif dan magis. Bagaimana tidak.. Pemain sekelas Lee Yong Dae dan Cai Yun pernah berucap bahwa mereka sangat frustasi dengan pola bermain permain Indonesia, khususnya Hendra Setiawan, yang taktis dan efektif. Pun menjangkiti pemain Denmark Boe/Moegensen di FINAL BWC 2013 kemarin. Terpampang nyata raut stress kedua pemain itu, ketika menghadapai pukulan-pukulan ajaib bak pesulap Ahsan/hendra. Dengan meyakinkan, AHSAN/HENDRA menancapkan taring mereka dengan menghempaskan semua lawan-lawannya dari babak pertama sampai final dengan straight game dan tidak pernah lebih dari 35 menit.

Lagi... Bangga! Ketika untuk kedua kalinya lagu kebangsaan INDONESIA RAYA berkumandang di kandang Li Yongbo. Momen yang sangat emosional ketika national anthem of Indonesia berkumandang dengan menggelegar lagi.

Saya dan anak saya yang masih berumur 2 tahun, ikut hormat dan bernyanyi lagu kebangsaan Indonesia itu yang sudah saaaaaaangat lama tidak saya kumandangkan. Anak saya sampai kebingungan ini lagu apa, sambil menunjuk bendera merah putih yang sedang digerek naik dan dihormati di layar tersebut. Saya menjanjikan akan membeli bendera tersebut dan akan memasang bendera tersebut di halaman rumah sebelum 17 Agustus 2013 yang merupakan HUT RI dan bertepatan dengan Ulangtahun anak saya yang ke 2.

Sangat bangga rasanya menyaksikan perjuangan anak bangsa membela merah putih di negeri orang dan berhasil mengumandangkan lagu kebangsaan sendiri di muka dunia.

Ironis!

Di saat anak-anak bangsa berjuang tersenggak-senggak bercucuran air mata dan keringat, para pejabat negeri ini yang mengadakan nonton bareng, justru menonton di TV Kabel berbayar. TIDAK ADA SATU PUN stasiun TV nasional/non bayar, yang menayangkan detik detik perjuangan anak bangsa tersebut. Dimana momen yang sangat emosional ketika lagu Indonesia Raya berkumandang DUA kali di China, tidak dapat disaksikan dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Kenapa? Karena tidak ada tayangannya di televisi nasional.

Kenapa tidak ditayangkan?

Tidak bisa dimungkiri bahwa unsur komersil menjadi prioritas industri pertelevisian nasional saat ini. Apa yang menjadi trend di masyarakat, itu yang disajikan ke publik. Industri TV juga tidak mau rugi dong, jelas! Dan pemerintah juga seakan-akan tidak bisa berbuat apa-apa.

Pertanyaan selanjutnya adalah.. Emangnya bulutangkis Indonesia tidak nge-trend ya sekarang? Dulu perasaan nge-trend..sampai ke warung kopi sekampung nonton bareng dan teriaknya bareng-bareng juga ketika Indonesia menang.

Hmm.. menurut saya, popularitas olahraga tepok bulu angsa  tersebut sudah lama redup dan ditinggalkan sebagian besar masyarakat Indonesia. Dulu, ketika zaman Susi, Mia, Haryanto Arbi, Ricky Rexy, sampai Taufik, setiap penyelenggaraan ajang badminton di Indonesia, Istora dipenuhi dengan fans yang datang dari penjuru nusantara, stasiun TV berebut memperoleh hak siar, berjuta pasang bola mata tak berkedip dan menjadi saksi setiap rally game poin demi poin.

Lantas apa yang salah?

Dulu ya... dulu... long time ago, Indonesia selalu ada kans untuk menang, karena bulutangkis dikelola oleh orang-orang yang mencintai dan paham akan olahraga ini. Pencarian bakat, pembinaan prestasi, membentuk mental juara pemain, disiplin latihan, menjadi hal sehari-hari ditemukan di PBSI.

Namun pada era tertentu di kepengurusan XXX, di saat negara lain sudah berjuang dalam pembinaan pemain dan berhasil melecutkan pemain-pemain muda, bakat-bakat baru, Indonesia seakan jalan ditempat, pengurus dan pemain saling menyalahkan, bahkan pemain berjamaah keluar dari pelatnas dan memilih menjadi pemain profesional dengan pertimbangan tertentu.

Pada era itu, TV nasional masih menayangkan acara live pertandingan bulutangkis yang pada akhirnya selalu berujung kalah, dipecundangi, dilucuti, dan dipangkas habis oleh negara lain. Pengurus pun mengumandangkan lagu wajib:

"KAMI AKAN SEGERA EVALUASI"

"PERLU PEMBINAAN YANG LEBIH SERIUS"

"PEMERINTAH PERLU MEMPERHATIKAN OLAHRAGA"

"PEMAIN SEHARUSNYA MEMILIKI DAYA JUANG DAN MENTAL YANG LEBIH"

"PELATIH HARUSNYA LEBIH MEWASPADAI STRATEGI LAWAN"

BLAAAA...BLAAA..BLAAA...

sampai sampai saya dan para pecinta bulutangkis lainnya muak mendengar syair-syair lagu tersebut.

Lambat laun bulutangkis pun ditinggalkan masyarakat Indonesia, apalagi di Olimpiade London kemarin tidak ada satu medalipun yang dipersembahkan oleh pemain, boro-boro medali emas, perunggu pun tidak. ZERO!

Banyak pecinta bulutangkis yang mengeluarkan pernyataan kecewa sambil bercanda akan pindah minat olahraga menyebrang ke olahraga berkuda, catur atau bridge. Demikianlah masyarakat sudah banyak dikecewakan oleh mandeknya prestasi bulutangkis Indonesia karena dikelola oleh tangan yang salah menurut saya.

Ya...ngapain TV nasional repot-repot menayangkan live tayangan bulutangkis jika animo masyarakat menurun karena selalu kalah, kecewa dan tidak menarik untuk disaksikan. Rating nya pun rendah. Yang namanya industri pertelevisian ya pasti mempertimbangkan cost and benefit nya juga. TREND telah bergeser! Bulutangkis bukan tayangan favorit lagi.

Jujur, saya pribadi akan lebih memilih nonton dengan TV berbayar/berlangganan mengingat iklan di TV nasional banyak banget dan sering memotong pertandingan. Bahkan sering tidak sampai selesai. Menyebalkan memang. Tapi bagaimana dengan masyarakat yang lain? OB di kantor saya saja sangat maniak menonton setiap acara bulutangkis setiap disiarkan di TV nasional, walau iklan kadang-kadang memotong pertandingan.

So, bagaimana?

Tidak bisa dipungkiri bulutangkis adalah olahraga yang mendarah daging di masyarakat Indonesia di segala lapisan. Bulutangkis merupakan satu satunya cabang olahraga yang pernah membawa Indonesia ke puncak podium tertinggi di level Olimpiade. Sekarang apakah masih?

Tidak bisa dipungkiri juga industri pertelevisian pasti akan melihat trend minat masyarakat dan pasti memilih siaran yang lebih menghasilkan profit besar dan memiliki rating yang tinggi.

Langkah Pak Gita Wiryawan, Rexy Mainaki dan tim di PBSI sudah menunjukkan jalan terang. Kerjasama tim Indonesia berhasil mencuri atensi dunia bahwa saat ini Indonesia beda. Era bangkitnya bulutangkis Indonesia telah dimulai semenjak kepengurusan Pak Gita. Semakin menanjak...teruss.. dan semakin menunjukkan sinyal posiitif. Kini PBSI dikelola oleh orang-orang yang paham dan peduli terhadap prestasi bulutangkis Indonesia.

Lagu lama pengurus lama tidak terdengar kembali.. yang terdengar adalah KESATUAN TIM, SEMANGAT mempersembahkan yang terbaik, optimisme, dan keyakinan. Auranya berbeda. Saya sangat kagum juga dengan optimisme yang ditularkan Rexy Mainaki ketika Indonesia berhadapan dengan China di Perempatfinal Sudirman Cup dengan pernyataan "WE WILL STOP CHINA!". Luar biasa. Li Yong Bo sampai keliahatan muka gentarnya.

Trend di masyarakat bisa diciptakan! Saya percaya itu. Dengan berhasilnya Ahsan/Hendra, Owi/Butet menggondol medali emas WBC 2013, sebelumnya telah menjuarai beberapa turnamen super series dan premier super series, saya sangat yakin masyarakat akan mulai melirik kembali bulutangkis Indonesia dan ibarat cinta, ini akan menjadi "CLBK", karena masyarakat Indonesia memang cinta dengan olahraga tepok bulu ini.

Dengan terciptanya trend, industri televisi pun akan mengikuti. Dan diharapkan semua lapisan masyarakat akan dapat menyaksikan acara bulutangkis ke depannya tanpa harus berlangganan TV kabel.

Jiwa nasionalisme akan semakin membara dalam kalbu salah satunya ketika berhasil membela nama bangsa di kancah internasional dan berhasil mengibarkan sang saka merah putih di tiang tertinggi sambil mengumandangkan Indonesia Raya. Hal ini yang dilakukan oleh atlit-atlit bulutangkis Indonesia dalam mengisi kemerdekaan RI.

Thank to Mohammad Ahsan/ Hendra Setiawan, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir

Thank to Pak Gita Wiryawan

Thank to Rexy Mainaki dan tim

Two Gold medals from Guangzhou would become priceless gifts to Indonesia!

Jayalah Bulutangkis Indonesia.

Salam

-esra-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun