Pendidikan menjadi salah satu sektor penting dalam pembangunan suatu negara. Melalui pendidikan, diharapkan negara mampu memanifestasikan generasi yang bersaing pada tataran global. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan program dalam peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu program yang dicanangkan adalah program bimbingan dan konseling di sekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014, menyebutkan tentang pentingnya penerapan layanan bimbingan dan konseling pada pendidikan sebagai bagian dari penerapan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Layanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan sosial, emosional, dan akademik, sehingga dapat meningkatkan presetasi belajar dan kualitas hidup siswa.
Perlu dipahami bahwa pendidikan tidak hanya tentang penguasaan materi pelajaran, tetapi juga berkaitan dengan pengembangan potensi diri dan kesejahteraan peserta didik. Oleh karena itu, layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar menjadi sangat penting untuk membantu peserta didik mengatasi masalah, mengembangkan potensi diri, serta meraih prestasi yang optimal.
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar bukan hanya tugas guru atau konselor saja, tetapi melibatkan seluruh komponen pendidikan, termasuk orang tua dan masyarakat sekitar. Dengan adanya kerjasama yang baik antara sekolah dan keluarga, peserta didik akan mendapatkan dukungan yang lebih baik dalam menghadapi masalah yang dihadapinya.
Menurut Tohari Musnamar (1979), ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan peserta didik yaitu pendekatan tradisional, pendekatan developmental, dan pendekatan neotradisional.
Pendekatan tradisional menekankan fokus perhatian pada siswa yang mengalami krisis atau permasalahan tertentu. Pendekatan ini didasarkan pada otoritas guru memberi saran dan arahan kepada siswa. Tak jarang guru juga melibatkan orangtua dalam pertemuan untuk membahas permasalahan yang dihadapi oleh siswa.
Pendekatan developmental merupakan pendekatan yang ditujukan kepada seluruh siswa. Fokus dari pendekatan ini terletak pada pengembangan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Pembahasan masalah dalam pendekatan ini tidak semata-mata hanya berpusat pada anak yang bermasalah melainkan diskusi mengenai peningkatan situasi belajar yang berkaitan dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Sedangkan pendekatan neotradisional mencantumkan kegiatan-kegiatan yang bersifat developmental namun konsep kerjanya masih tradisional.
Sebenarnya, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar seharusnya dilakukan oleh guru BK atau konselor. Namun, tidak semua SD memiliki guru BK karena terbatasnya jumlah guru BK yang tersedia di setiap sekolah. Maka layanan bimbingan biasanya dilakukan oleh guru kelas.
Dalam memahami karekteristik peserta didik, guru kelas dapat menerapkan teknik non tes secara sederhana baik itu dengan pengumpulan hasil belajar siswa, observasi, wawancara, angket, studi dokumentasi maupun catatan anekdot. Guru dapat memilih salah satu atau beberapa dari teknik non tes tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi.
Untuk memperoleh informasi mendalam terkait pelaksanaan bimbingan dan konseling di SD, penulis bersama beberapa rekan melakukan wawancara kepada para guru kelas IV, V dan VI di SD Negeri Gendongan 01 Salatiga dan SD Negeri 03 Salatiga.
Berdasarkan hasil wawancara Esra Elisabeth bersama Ibu Puji Rahayuwati, seorang guru kelas IV di SD Negeri Gendongan 01 Salatiga, beliau menyampaikan bahwa untuk mengetahui kebutuhan serta permasalahan siswa diperlukan observasi dan wawancara.
“Dengan observasi, kita bisa langsung mengetahui apa yang menjadi kendala siswa. Sementara jika menggunakan angket, mungkin hasilnya tidak dapat dipastikan sesuai dengan keadaan siswa, karena bisa saja dalam pengisian angket keadaannya dibuat-buat,” ujar Ibu Puji.
Sementara itu, Ibu Sutiwati, yang merupakan guru kelas V di SD Negeri Gendongan 01 Salatiga mengatakan bahwa pemberian angket pada siswa juga penting sebelum melakukan wawancara atau observasi untuk memvalidasi pernyataan siswa dalam wawancaranya bersama Sekar Maula Safaah.
Pada pelaksanaan bimbingan dan layanan konseling di sekolah dasar, beberapa guru di SD Negeri Gendongan 01 Salatiga tidak menyusun program tahunan, semesteran, bulanan atau mingguan. Hal ini dikarenakan pelayanan bimbingan dan konseling tergantung pada kebijakan guru kelas masing-masing di setiap tingkatnya.
“Untuk observasi mengenai bimbingan bersama siswa dilakukan secara bergiliran, tidak ada program khusus secara rutin. Namun jika ada siswa yang bermasalah, tentu ada bimbingannya tetapi ini bukan program khusus.” ungkap Ibu Rivyana Intan, selaku guru kelas VI di sekolah tersebut saat diwawancarai oleh Arie Nosep Krulbin dan Rio Wahyu Cahyaning Saputra.
Layanan dan bimbingan yang diberikan berkaitan dengan adanya informasi mengenai hidup sehat, pentingnya tatakrama pergaulan dengan teman yang berjenis kelamin sama dan berbeda, perlunya berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan benar, cara mengatur posisi duduk siswa di dalam kelas sesuai dengan kondisi siswa, pentingnya mengembangkan kegiatan lain sesuai bakat dan minat, serta informasi mengenai persiapan diri dalam mengikuti tes/ujian.
Selain itu, guru juga memberi bimbingan mengenai cara hidup hemat, membuat ringkasan pelajaran, cara membuat dan mengatur jadwal kegiatan belajar. Bimbingan ini biasanya diberikan saat pembelajaran di kelas yang dikaitkan dengan materi pelajaran. Hal tersebut bertujuan untuk membantu siswa mencapai potensi mereka dan memberikan dukungan emosional serta psikologis yang diperlukan agar siswa dapat berkembang secara optimal.
Layanan dan bimbingan memberi dampak positif bagi perkembangan siswa. Hal ini dirasakan oleh guru-guru SD Negeri 03 Salatiga setelah menerapkan bimbingan tersebut pada siswa. Dalam wawancara Putri Angreani dan Dominsius Dito bersama Ibu Maqooshidul Falaasifah, guru kelas V, beliau berpendapat bahwa bimbingan dapat membantu siswa membedakan perilaku yang benar dan salah serta menyadari kesalahan jika melanggar aturan.
Bimbingan juga dapat membantu siswa mengatasi kecemasan, depresi, stres yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan emosional mereka. Hal ini membuat siswa merasa lebih nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-hari terutama merasa percaya diri saat berinteraksi dengan orang lain.
Sementara itu, Bapak Kristian Aristiyo, guru kelas VI, juga mengungkapkan bahwa siswa tampak antusias dan berpartisipasi aktif selama bimbingan, serta merasa percaya diri dalam mengungkapkan pemahaman dan wawasan baru yang diperoleh.
Pada umumnya, para guru di SD Negeri Gendongan 01 dan SD Negeri 03 Salatiga tidak menyediakan layanan bimbingan dan konseling kelompok. Mereka juga jarang melibatkan guru pembimbing atau konselor sekolah, kecuali dalam kasus yang memerlukan konselor. Namun, para guru melibatkan peran orangtua dalam membahas kondisi dan permasalahan siswa sebagai alternatif layanan konsultasi.
Memberikan layanan dan bimbingan di sekolah seringkali dihadapkan pada tantangan komunikasi dengan orangtua serta keterbatasan sarana dan prasarana. Beberapa orangtua mungkin tidak memahami pentingnya layanan bimbingan dan konseling sehingga kurang mendukung kegiatan tersebut. Terkadang pula, orangtua merasa tidak nyaman dalam membicarakan masalah anak dengan guru atau konselor. Hal ini tentu saja menghambat efektivitas bimbingan dan konseling.
Selain itu, kurangnya sarana dan prasarana seperti ruangan khusus dan perangkat lengkap dapat membatasi kemampuan guru dan konselor dalam memberikan layanan yang berkualitas. Bimbingan dan konseling memerlukan waktu dan intensitas yang cukup, sehingga sumber daya manusia yang memadai menjadi krusial. Namun, di beberapa sekolah, jumlah guru dan konselor yang terbatas membuat sulit untuk memberikan layanan yang optimal. Hal ini dipertegas oleh Ibu Puji Rahayuwati bahwa guru BK di sekolah sangat penting karena berkaitan dengan pengalaman dan cara penanganan kasus yang dilakukan oleh mereka yang ahli di bidangnya.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan komunikasi dengan orangtua, guru dapat mengadakan pertemuan secara berkala dengan orangtua untuk membahas perkembangan dan masalah yang dihadapi anak. Komunikasi dapat dilakukan melalui surat, telepon, atau aplikasi pesan instan seperti WhatsApp atau Telegram. Selain itu, guru dan konselor dapat melibatkan orangtua dalam kegiatan sekolah, seperti seminar atau workshop tentang bimbingan dan konseling. Hal ini dapat meningkatkan kesadaran orangtua tentang pentingnya bimbingan dan konseling di sekolah.
Untuk mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana, sekolah dapat mencari dana dari berbagai sumber untuk meningkatkan fasilitas yang tersedia. Misalnya, sekolah dapat mengajukan proposal kepada pemerintah setempat atau mengadakan kegiatan penggalangan dana. Selain itu, guru dapat memanfaatkan ruang-ruang yang tersedia di sekolah, seperti kelas, perpustakaan atau aula, sebagai tempat untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling SD memiliki Panduan Operasional Penyelenggaraan (POP) BK tahun 2016. Meskipun POP BK ini dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, penerapannya pada setiap jenjang pendidikan berbeda-beda tergantung pada kebijakan masing-masing sekolah.
Penerapan POP BK tahun 2016 di SD dapat membantu guru dan konselor SD dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling yang efektif dan terstruktur, serta membantu siswa dalam mencapai potensi dan tujuan hidupnya. Namun, kebijakan penerapan POP BK di SD tentu saja harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan setiap sekolah, sehingga penerapannya dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi siswa dan pihak-pihak yang terlibat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H