Oleh :
Esra K.Sembiring (Alumnus Ilmu Politik UGM, Magister Sumber Daya Aparatur LAN RI, Magister Pertahanan UNHAN)
Beberapa minggu terakhir suasana ibukota Jakarta sempat diprediksi oleh beberapa pihak akan menjadi hangat bahkan menjurus panas akibat konsekuensi ketegasan pemerintah dalam penegakan hukum pelanggaran ketentuan Prokes PSBB, Entah darimana dasar analisa pemikirannya namun ternyata terbukti terbantahkan.Â
Justru sekarang ini sejak ketegasan sikap dikedepankan melalui kontinuitas kehadiran TNI-Polri menegakkan hukum, kondisi keamanan lingkungan dan masyarakat terlihat semakin kondusif dan semakin damai.
Kewibawaan negara melalui institusi TNI-Polri membuktikan "dirinya" pasti selalu hadir ditengah masyarakat. Negara hadir sesuai peran dan tugasnya untuk melindungi warga negara nya.
 Walaupun riuh terdengar diksi-diksi bahkan ancaman seperti mobilisasi gerakan massa sebagai modus yang selama ini rutin diperdengarkan oleh para kelompok penekan sebagai manifestasi ketidaksetujuannya terhadap pilihan kebijakan politik pemerintah.
Benarkah sampai saat ini masih ada oknum yang "getol" beropini untuk menimbulkan kegamangan pemerintah dalam menegakkan aturannya ?.
Kita semua menyadari situasi kemajemukan bangsa juga bisa melahirkan kemajemukan pemikiran, dan dalam negara yang demokratis seperti Indonesia hal ini memang dibenarkan dan dijamin dalam undang-undang. Namun tentu kita semua juga sepakat bahwa hasutan atau ujaran kebencian yang menimbulkan perpecahan tidak termasuk dari kebebasan berpendapat yang dijamin didalamnya ini.
Benarkah demikian?
Selintas kilas balik, Berbagai negara lama yang masyarakatnya majemuk sudah bubar terpecah menjadi beberapa negara kecil karena ketidakmampuan pemerintah-nya dalam menjembatani perbedaan diantara masyarakatnya. Kondisi mirip seperti ini juga sudah pernah terjadi di Indonesia dengan gejolak separatisme daerah pada era tahun 50 an.
Potensi disintegrasi bangsa seperti saat itu dapat saja berulang terjadi kembali pada saat ini bila pemerintah tidak segera bersikap tegas disaat awal benih disintegrasi mulai ditiupkan.Â
Politik sering diidentikkan "kotor" karena walaupun sudah terbukti akan berakibat pada perpecahan bangsa, selalu saja ada oknum yang "nekat" menggunakan primordialisme seperti politik identitas dalam kompetisi politik karena menyadari ketidakmampuannya bertarung ide secara profesional melalui visi dan misinya.