Oleh :
Esra K. Sembiring, (Alumnus Ilmu Politik / Pemerintahan UGM, Magister Administrasi Publik LAN RI, Magister Pertahanan UNHAN).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya menarik rem darurat dengan menerapkan kembali PSBB secara ketat.
Penerapan PSBB seperti awal pandemi Covid-19 akan dimulai pada 14 September 2020, menggantikan PSBB transisi yang sudah diterapkan DKI sejak 5 Juni lalu. Pengaturan PSBB menggunakan dasar Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. PSBB ini merupakan respons dari status kedaruratan kesehatan masyarakat. Bila diberlakukan ketat lagi, maka hanya ada 11 bidang usaha yang boleh kembali beroperasi saat PSBB, yaitu : kesehatan, energi, keuangan, logistik, perhotelan, layanan dasar dan jasa utilitas, komunikasi dan teknologi informasi, pangan/minuman, konstruksi, industri strategis, dan kebutuhan sehari-hari.
Rencana penetapan status PSBB total nanti oleh banyak pihak dinilai memiliki konsekuensi pada kegiatan perekonomian. Menteri Airlangga, menyatakan dampak kebijakan Anies sudah terlihat di pasar saham tanah air satu hari setelah konferensi pers Anis tentang rencana PSBB total ini. IHSG pada perdagangan sesi pertama hari kamis terkapar di zona merah setelah ambles 4,88% ke level 4.898,11, bahkan sebelumnya sempat dihentikan oleh bursa.
Baru satu hari rencana PSBB yang "ketat" ini diumumkan sudah langsung mengejolakkan pasar bursa. Belum lagi banyak pertanyaan "klasik" yang beredar tentang siapa "pihak" yang akan bertanggungjawab memberikan "infus" pada masyarakat yang tidak dapat mencari nafkah selama PSBB total ini diberlakukan, dan sampai berapa lama akan dijalankan ?.
Tidak sulit menjelaskan bahwa kebijakan PSBB tersebut pasti akan mempengaruhi banyak bidang usaha dan industri di Jakarta, seperti yang sudah pernah dialami diawal merebaknya pendemi ini, bahkan sangat memungkinkan terjadinya kembali gelombang PHK besar-besaran.
Sebagai pengingat bersama bahwa sebelum rencana PSBB total ini diumumkan saja sudah Rp156,3 triliun aliran modal asing yang keluar akibat virus corona dari Indonesia, dan sudah 59 negara melakukan pembatasan, baik warga negaranya yang akan berkunjung ke Indonesia juga WNI yang akan berkunjung ke sejumlah negara tersebut, karena kasus COVID-19 di Indonesia masih belum kondusif. Apakah setelah rencana ini dilaksanakan akan bertambah banyak modal asing maupun negara yang "menghindari" Indonesia atau tidak ?.
Selayaknya sebelum pilihan strategi seperti ini dijalankan, kebijakan yang berdampak massif dan luas layak dan wajib dibicarakan bersama terlebih dahulu antara pusat dan daerah secara lebih intensif dan komprehensif, karena bila akibat kebijakan yang ditimbulkannya berpotensi "mempertaruhkan" ekonomi secara nasional akan semakin anjlok dan mengarah kepada resesi ekonomi yang dapat berdampak pada stabilitas / ketahanan nasional. Semua kita yang pada akhirnya akan menanggung akibatnya.
Penutup
Kondisi sulit yang dialami bangsa seperti saat ini merupakan sebuah pilihan yang rumit, bagai makan buah simalakama, dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati. Melakukan sesuatu salah tidak dilakukan salah. Dua pekerjaan yang sama-sama berbahaya.