Mohon tunggu...
Esports IDN
Esports IDN Mohon Tunggu... -

Memberikan informasi seputar dunia eSport Nasional dan Internasional.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Faktor Kejiwaan Gamer Pengaruhi Perilaku Toxic dalam E-Sports

8 Desember 2017   11:42 Diperbarui: 8 Desember 2017   11:55 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai gamer yang termasuk dalam komunitas dunia gaming online, kita pasti merasakan pengalaman bertemu dengan tipikal pemain 'toxic'. Berdasarkan definisi dari urban dictionary, toxic adalah sekumpulan orang atau individu yang berperilaku kasar dan tidak dapat bersikap baik. 

Dalam game online, tidak sedikit gamer yang agresif secara verbal dan tak segan meluapkan emosi hanya karena kesalahan kecil. Anehnya, bila dia sendiri yang melakukan kesalahan, maka perlakuannya akan berubah menjadi sangat maklum dan cenderung defensif dari koreksi.

Dalam ilmu psikologis, perbedaan penilaian ini diistilahkan sebagai cognitive bias. Bias kognitif bias adalah kecenderungan seseorang untuk mengambil penilaian yang irasional terhadap suatu peristiwa dikarenakan penyimpangan pola berpikir. 

Perilaku ini bisa muncul dikarenakan upaya otak kita untuk menyederhanakan sesuatu demi mempermudah proses informasi. Karena kita 'menelan' sebuah informasi dengan cepat, seringkali otak kita melewatkan detil-detil kecil yang menjadikan hasil keputusan tidak berimbang.

Intinya, bias kognitif adalah kebiasaan berpikir seseorang yang berlawanan dari objektifitas yang terjadi.

Salah satu jenis bias kognitif yang terjadi pada gamer disebut illusory superiority. Sebagaimana didefinisikan oleh David Myers dalam tulisannya bahwa illusory superiority merupakan kebiasaan dimana seseorang menilai kemampuan dan kualitas dirinya lebih tinggi ketika dibandingkan dengan orang lain ketika melakukan hal yang sama.

Perilaku ini berfungsi melalui penilaian berstandar ganda, ketika melihat orang lain bermain, kesalahan sedikit saja akan diganjar dengan seruan negatif serta makian, bahkan tak jarang teriakan-teriakan kasar. Namun bila kesalahan dilakukan oleh pengidap illusory superiority, maka segera dibuat alasan pembenaran, diacuhkan malah menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri.

Contoh nyata orang berperilaku illusory superiority dalam sebuah pertandingan dan rekan kamu terkena gank. Maka, secara reaktif, kamu akan memaki dan menyalahkan mereka. Selang beberapa lama, kejadian sama menimpa kamu walau sudah diperingatkan, yang terjadi adalah kamu hanya diam saja atau bahkan ada yang mencari-cari alasan lain.

Bila kamu bisa dengan mudah memaafkan dirimu yang nyelonong di map lalu kena gank sementara saat orang lain terciduk kamu dengan mudahnya memaki 'noob' atau ejekan lain, maka kamu termasuk golongan orang dengan pola berpikir menyimpang atau istilah kejiwaannya, illusory superiority.

Namun, apa kamu tahu penguatan mental sangat penting untuk atlet-atleit eSports? Bahkan untuk gamer yang hanya bermain ranked atau normal match sekalipun. Sebagai seorang atlet, para gamer juga manusia yang mengalami tekanan dan intensitasnya cukup tinggi. Secanggih apapun skill mereka, bila secara psikologis muncul semacam gangguan maka itu akan mempengaruhi performa mereka, termasuk gamer casual.

Saat ini, semakin banyak tim professional yang mempekerjakan psikolog dan pelatih khusus eSports seperti yang dilakukan oleh tim SoloMid. Mereka merekrut Weldon Green untuk membantu permasalahan pemain seperti kelelahan baik secara mental maupun fisik. 

Hasilnya? TSM mampu bangkit dari keterpurukan mereka di awal perjalanan NA LCS Spring Split 2016, dan mengakhiri musim berada di peringkat 2.

Robert Yip, juga seorang psikolog yang telah mengabdi di dunia esports, khususnya StarCraft sejak 2012. Yip menceritakan beberapa pemain datang kepadanya dan mengatakan bahwa mereka terlalu bersemangat ketika bermain, dan setelahnya tangan mereka terus gemetaran hingga mereka tidak mampu berkonsentrasi.

Mantan psikolog Team Liquid ini juga menambahkan bahwa dirinya menjalankan serangkaian program relaksasi untuk para pemain tersebut sambil mencari tahu penyebab ketegangannya. Apakah karena kemenangannya? Ataukah dia bernafas tidak teratur selama bertanding sehingga detak jantungnya meningkat?

Nah, sekarang kamu sudah sedikit memahami apa itu gamer toxic dan penyebabnya, jadi lain kali kamu hampir keceplosan untuk memaki-maki rekan setim atau menulis kata-kata kasar kepada orang lain, coba tarik nafas dulu dan rehat sejenak sambil mengingat artikel ini, apakah kamu menerima bila orang lain menganggapmu sebagai orang yang menyimpang pola pikirnya???

Kejiwaan Gamer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun