Mohon tunggu...
Aryanto Universitas Timor
Aryanto Universitas Timor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Suara mahasiswa

Tidak ada hari esok untuk mereka yang pesimis

Selanjutnya

Tutup

Love

Ironi Self Love, Ketika Ketergantungan pada Pasangan Mengaburkan Makna Cinta Diri

26 November 2024   12:48 Diperbarui: 26 November 2024   13:14 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Manusia maunya self love tapi tidak punya self confidence. Sekalinya dapat yang manipulatif pasti langsung keluar statement "saya kehilangan self love setelah putus dari mantan yang manipulatif."

Banyak bicara, merasa paling tersakiti, berpikir pacaran adalah sumber kebahagiaan. 

Pernyataan ini mencerminkan realitas banyak orang yang bingung antara konsep self-love dan kebutuhan akan validasi eksternal. Ada beberapa hal yang mendasari fenomena ini:

1. Konsep Self-Love yang Salah Kaprah

Banyak orang menganggap self-love hanya sekadar perawatan fisik atau memberi afirmasi positif kepada diri sendiri, tetapi lupa bahwa inti self-love adalah menerima diri secara utuh, termasuk kekurangan, luka, dan batasan pribadi. Tanpa fondasi ini, mereka rentan mencari cinta dari orang lain untuk memenuhi kekosongan yang sebenarnya berasal dari dalam diri.

2. Ketergantungan Emosional

Ketika seseorang kurang memiliki self-confidence, mereka sering menggantungkan nilai diri mereka pada pasangan. Hubungan romantis menjadi sumber validasi yang semu, dan ketika hubungan itu berakhir, mereka merasa kehilangan diri sendiri karena identitas mereka melebur dalam hubungan tersebut. 

3. Pacaran sebagai Sumber Kebahagiaan

Budaya populer sering memromantisasi hubungan sebagai satu-satunya cara untuk mencapai kebahagiaan. Padahal, kebahagiaan sejati bersifat internal. Ketika hubungan gagal, mereka merasa dunia runtuh karena sejak awal menggantungkan kebahagiaan pada pasangan, bukan pada diri mereka sendiri.

4. Mentalitas Korban

Ada kecenderungan untuk mengadopsi mentalitas korban setelah putus dari hubungan yang manipulatif. Memang penting untuk memvalidasi rasa sakit, tetapi jika terus-menerus memproklamasikan diri sebagai pihak yang paling tersakiti tanpa belajar dari pengalaman, itu menjadi penghalang untuk tumbuh.

Refleksi

Self-love dan self-confidence adalah perjalanan, bukan tujuan instan. Kedua hal ini membutuhkan proses belajar dan berdamai dengan diri sendiri, bukan sekadar "menyalahkan mantan."

Sebelum memulai hubungan, penting untuk memahami bahwa pasangan hanya menambah kebahagiaan, bukan menjadi sumber utamanya.

Belajar menerima tanggung jawab atas emosi dan keputusan pribadi adalah langkah penting untuk menghindari pola manipulasi dan ketergantungan di masa depan.

Mereka yang sering mengeluh tanpa introspeksi mungkin lebih membutuhkan waktu untuk memahami diri daripada melibatkan orang lain dalam hidup mereka.

Masa lalu adalah pelajaran jadi jangan disalahkan, miliki self confidence untuk masa depan yang lebih baik. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun