Mohon tunggu...
Aryanto Universitas Timor
Aryanto Universitas Timor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Suara mahasiswa

Tidak ada hari esok untuk mereka yang pesimis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tagar #Deseperate: Keputusasaan Gen Z Dalam Dunia Kerja

14 Oktober 2024   12:08 Diperbarui: 14 Oktober 2024   12:53 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Autentisitas dan Pilihan Hidup Gen Z: Sebuah Refleksi Melalui Teori Butterfly Effect dan Overthinking

Dalam era digital yang sangat modern, Gen Z sering kali dihadapkan pada dualisme yang tajam antara memenuhi ekspektasi sosial atau menjalani hidup sesuai dengan prinsip pribadi. 

Berbagai fenomena di media sosial, seperti tagar "desperate" yang ramai di LinkedIn, menandakan semakin banyak individu yang merasa terjebak dalam pekerjaan konvensional dan menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan aspirasi mereka. Namun, tidak semua dari generasi ini tunduk pada tekanan tersebut. Sebagian dari mereka, seperti saya sendiri yang lahir di tahun 1998, memilih jalan yang berbeda, menjunjung nilai-nilai autentisitas, kemandirian, dan koneksi dengan alam.

Tulisan ini akan mengkaji pilihan hidup ini melalui perspektif teori Butterfly Effect dan efek domino, serta fenomena overthinking yang kerap melanda generasi muda. Seperti kasus sederhana seseorang yang memecahkan botol kaca---siapa yang harus disalahkan? Apakah pabrik pembuat botol, konsumen yang memecahkan botol, atau korban yang terluka? Pertanyaan ini sejalan dengan refleksi tentang siapa yang harus bertanggung jawab atas keputusasaan atau ketidakbahagiaan yang dirasakan individu dalam hidup dan karier mereka.

Butterfly Effect dalam Kehidupan dan Pilihan Karier

Teori Butterfly Effect menyatakan bahwa sebuah perubahan kecil pada satu titik dalam sistem kompleks dapat menghasilkan perubahan besar di titik lain. Dalam konteks karier dan hidup, keputusan kecil yang kita buat di masa lalu bisa memberikan dampak signifikan pada masa depan. Bagi banyak orang, bekerja dalam pekerjaan konvensional adalah hasil dari keputusan yang mereka ambil untuk memenuhi tuntutan sosial atau keluarga, namun keputusan tersebut tidak jarang berdampak besar pada kebahagiaan dan kesehatan mental.

Seperti saya, yang bekerja dalam pekerjaan konvensional untuk memenuhi harapan orang tua, keputusan kecil ini pada awalnya tampak tak berarti. Namun, seiring berjalannya waktu, hal ini menciptakan ketegangan antara apa yang benar-benar saya inginkan---bertani, menulis, dan menjalani kehidupan mandiri---dengan realitas yang saya hadapi. Akibatnya, kebahagiaan pribadi terganggu, dan ketidakpuasan mulai mengakar. Ini merupakan contoh nyata bagaimana keputusan yang tampak kecil bisa menghasilkan efek domino yang besar, yang dalam hal ini adalah perasaan terjebak dan overthinking tentang pilihan hidup.

 Overthinking: Pengaruh Negatif pada Pilihan Hidup

Overthinking, atau berpikir berlebihan, adalah fenomena umum yang sering dialami Gen Z ketika dihadapkan pada pilihan karier atau hidup. Ketika individu terlalu banyak merenungkan keputusan yang mereka buat, mereka bisa terjebak dalam siklus pemikiran yang tidak produktif, yang akhirnya membuat mereka merasa tidak berdaya. Dalam konteks saya, overthinking muncul ketika saya memikirkan bagaimana memenuhi ekspektasi orang tua sambil tetap ingin menjalani hidup yang autentik. Apakah mungkin untuk menyeimbangkan keduanya? Bagaimana jika saya mengecewakan mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini menciptakan tekanan tambahan yang mengganggu keseimbangan mental dan emosional.

Ketika overthinking terjadi, setiap keputusan yang diambil seolah-olah bisa berakibat fatal, dan ini menciptakan kecemasan yang tidak perlu. Dalam kasus orang yang memecahkan botol kaca, overthinking dapat muncul ketika kita mencoba menentukan siapa yang harus disalahkan. Apakah kesalahan terletak pada pabrik yang membuat botol, pada si pemecah botol yang ceroboh, atau pada korban yang terluka? Sama halnya, dalam kehidupan nyata, kita sering terjebak dalam menyesali keputusan masa lalu, tanpa menyadari bahwa setiap langkah kita merupakan bagian dari proses yang lebih besar, yang mungkin tak selalu bisa kita kendalikan sepenuhnya.

 Efek Domino dalam Pekerjaan dan Kebahagiaan

Efek domino adalah istilah yang menggambarkan bagaimana satu kejadian dapat memicu rangkaian kejadian lainnya. Dalam konteks karier, memilih pekerjaan yang tidak selaras dengan nilai-nilai pribadi sering kali dapat memicu efek domino negatif. Kebahagiaan terganggu, produktivitas menurun, dan akhirnya, kualitas hidup secara keseluruhan terpengaruh. Saya, misalnya, merasa bahwa bekerja di pekerjaan konvensional bukanlah pilihan terbaik saya. Namun, saya menyadari bahwa keputusan ini dapat memengaruhi orang tua saya, karena mereka memiliki harapan tertentu terhadap saya.

Namun, efek domino tidak selalu bersifat negatif. Jika kita memilih untuk mengikuti prinsip-prinsip seperti autentisitas, kemandirian, dan kesederhanaan, efek domino yang dihasilkan bisa positif. Keputusan untuk bertani, mengurusi ternak, dan hidup mandiri di alam terbuka, misalnya, bisa menghasilkan kebahagiaan sejati dan ketenangan batin, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan mental. Dengan kata lain, setiap keputusan yang kita buat memiliki potensi untuk menciptakan rangkaian efek yang tidak terduga---positif atau negatif, tergantung pada jalan yang kita pilih.

 Siapa yang Harus Disalahkan?

Kembali pada analogi botol kaca yang pecah, pertanyaan tentang siapa yang harus disalahkan mencerminkan dilema yang dihadapi banyak orang dalam hidup dan karier mereka. Apakah kita harus menyalahkan pabrik pembuat botol, si pemecah botol, atau korban yang terluka? Jawabannya mungkin tidak sederhana. Sama halnya, dalam hidup, sering kali kita mencari pihak yang bisa disalahkan atas kesulitan yang kita alami---apakah itu sistem pendidikan, tekanan sosial, atau orang tua yang memiliki ekspektasi tertentu. Namun, mungkin tidak ada satu pihak pun yang benar-benar layak disalahkan. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk memilih jalan hidup mereka sendiri, meskipun pilihan tersebut tidak selalu mudah.

Pada akhirnya, kebahagiaan sejati dan kepuasan hidup terletak pada kemampuan kita untuk menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut. Autentisitas, kemandirian, dan kesederhanaan adalah prinsip-prinsip yang dapat memberikan arah hidup yang lebih bermakna, bahkan di tengah tekanan sosial dan ekspektasi konvensional. Sama seperti Butterfly Effect dan efek domino, setiap keputusan kecil yang kita buat memiliki dampak besar pada masa depan kita. Yang terpenting, kita harus berusaha menemukan keseimbangan antara memenuhi harapan orang tua tanpa mengorbankan kebahagiaan pribadi.

Seperti pecahan botol kaca yang bisa melukai orang tanpa disadari, setiap langkah kita di kehidupan ini mungkin berdampak lebih besar daripada yang kita bayangkan. Namun, daripada terjebak dalam overthinking, kita harus belajar menerima bahwa kita tidak selalu bisa mengendalikan semua efek dari tindakan kita. Yang bisa kita lakukan adalah memilih jalan hidup yang paling sesuai dengan nilai dan minat kita, sambil tetap menjaga hubungan yang sehat dengan orang-orang di sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun