Aksi Bela Palestina di Indonesia: Kehilangan Fokus di Tahun Politik Pansoskah?
Sejak lama, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang merupakan pengagum dan pendukung keberlangsungan perdamaian di Timur Tengah, khususnya di antara konflik Israel-Palestina. Tiap tahunnya, aksi bela Palestina kerap dilakukan di banyak kota di Indonesia. Namun, pada tahun politik seperti sekarang, jangan-jangan aksi itu semakin kehilangan fokusnya dan menjadi blunder politik di tengah ombak isu sosial dan masyarakat yang sedang bergerak naik-turun.
Menilik sejarah, aksi sosial ini memang sudah mulai digelar sejak lama, bahkan jauh sebelum Indonesia memiliki hubungan diplomatik dengan Israel pada tahun 1993 lalu yang kemudian terputus kembali pada tahun 2004. Hingga saat ini, penglihatan ke depan yang ingin diwujudkan oleh para peserta aksi bela Palestina masih sama: kemerdekaan Palestina dan hak-hak asasi rakyat Palestina. Namun, apakah niat yang murni tersebut masih tetap menjadi fokus aksi bela Palestina secara umum, terutama ketika sedang berada di tahun politik seperti sekarang?
Memahami Akar Konflik
Aksi bela Palestina adalah komoditas politik yang sering dikaitkan dengan Islam. Kesadaran sosial atas perlunya rakyat Palestina mendapatkan hak-haknya sebagai negara merdeka dan bebas dari penjajahan, diperoleh terutama di kalangan Muslim atas dasar ajaran Islam yang mengajarkan tentang kemanusiaan dan keadilan universal. Sejak lama, Indonesia yang merupakan negara mayoritas Muslim, menjadi suara uplift ini di kancah internasional.
Akan tetapi, kita perlu mengingat bahwa konflik Israel-Palestina bukan hanya konflik yang melibatkan dua negara terkait urusan sepihak pemerintahan. Konflik ini diketahui memiliki akar yang sangat kompleks, melintasi aspek sejarah, politik, dan bahkan agama. Sebuah konflik yang tidak dapat dipandang sebelah mata dan memiliki implikasi yang sangat luas pada skala internasional.
Dalam konteks Indonesia, aksi bela Palestina seringkali dikaitkan dengan politik bebas aktif, doktrin politik yang diamalkan selama masa Orde Lama dan masih tetap menjadi panduan di masa sekarang. Namun, apakah politik bebas aktif masih relevan dalam membawa perdamaian dan penyelesaian konflik terkait Timur Tengah? Tentu saja penting untuk diingat bahwa penggunaan doktrin politik apapun akan menjadi efektif jika didukung oleh pemahaman mendalam atas situasi di lapangan, khususnya dalam menghadapi tantangan buntut dari konflik yang begitu riset in complexity seperti Israel-Palestina.
Menyeluruh Atau Pilih Kasih?
Dalam konflik Israel-Palestina, keduanya memiliki jumlah masyarakat Muslim yang signifikan. Data dari Pew Forum on Religious & Public Life pada tahun 2019 menunjukkan bahwa sekitar 75% rakyat Palestina dan 17,5% rakyat Israel memeluk Islam. Namun, perlu dipahami juga bahwa konflik Israel-Palestina sebenarnya dalam kaitan antara dua negara dan kepentingan politik masing-masing negara. Maka dari itu, ketika kita membela Palestina, bukan semata karena hanya ada banyak Muslim di sana, tapi juga sebagai bentuk solidaritas untuk hak-hak asasi manusia.
Namun, dengan pembatasan di atas, apakah lalu aksi bela Palestina yang kerap digelar di Indonesia masih sesuai dengan tujuan awal mereka? Apakah peserta aksi tersebut memiliki pemahaman bahwa konflik Israel-Palestina bukan hanya terkait dengan isu agama, melainkan serangkaian kompleksitas institusional yang melibatkan banyak pihak?