Mohon tunggu...
Wiwied Widya
Wiwied Widya Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Lifestyle Blogger

Lifestyle Blogger www.ibusegalatau.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tirta Wening, Jimat Ampuh Penangkal Intoleransi

31 Oktober 2018   23:41 Diperbarui: 1 November 2018   00:52 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesadaran warga melestarikan tradisi menjadi faktor penting keberhasilan Hendro dan kawan-kawannya menggelar pagelaran seni dalam momen penting seperti Tutup Suran. Warga antusias mempersiapkan semuanya. Keberanian generasi muda setempat mengemas tradisi dengan bungkus baru tanpa menghilangkan unsur asli, menjadi dorongan dan semangat baru bagi warga lainnya.

Mereka sekarang sadar, acara yang turun-temurun dilaksanakan di desanya memiliki potensi dikembangkan. Termasuk untuk mengangkat citra desa dan mendongkrak potensi pariwisata Tanggulangin. "Kegiatan tradisi seperti Tutup Suran berpengaruh besar pada hubungan sosial kemasyarakatan. Kegiatan seperti ini bisa menjaga interaksi warga desa tetap berjalan harmonis karena kami sadar  punya harapan yang sama," jelas Suparno.

KAMIS, 11 Oktober 2018

Menjelang pukul 18.00 nyala obor menghiasi sejumlah titik di Alas Pakel. Seiring berjalannya waktu, warga Dusun Pakel dan dusun lain di Tanggulangin mulai berdatangan. Banyak juga pengunjung dari luar desa yang datang untuk mengikuti atau menonton prosesi Memetri Tirta Wening.

Acara memang belum dimulai, tetapi berbagai instalasi bambu yang dipasang menjadi hiburan tersendiri bagi warga. Sejumlah pesilat datang bergiliran ke area calon pentas Barong Abang. Mereka memanjatkan doa dan membuka arena dengan gerakan khas perguruannya. Proses itu dilakukan sebagai bentuk dukungan para pesilat terhadap acara Tutup Suran di Alas Pakel.

Menjelang pukul 20.00, arak-arakan obor memasuki area Alas Pakel. Pawai obor itu dilakukan oleh anggota Barong Abang. Maskot Barong Abang berupa burung besar terbuat dari bahan utama bambu berada di baris depan. Diiringi alat musik yang hampir semuanya terbuat dari bambu, burung Barong Abang dan sejumlah penari pentas di area yang disiapkan. Kendati melibatkan alat musik dan penari, pentas Barong Abang malam itu tidak gegap-gempita. Justru sebaliknya, bernuansa meditatif mengarah pada sakral.

Saat Barong Abang pentas, di area lain, tepatnya di sekitar kerucut bambu, berkumpul puluhan warga anggota pengajian. Setelah Barong Abang selesai, pimpinan pengajian, Ustad Suyatno memimpin jamaahnya melaksanakan istighotsah atau doa bersama dilanjutkan siraman rohani.   

Dengan gaya lugas dan segar, Ustad Suyatno menegaskan pentingnya menjaga kerukunan antarwarga dan menjaga hubungan harmonis antara agama dan budaya yang memiliki nilai-nilai positif. Tokoh agama setengah baya itu juga menegaskan pentingnya saling menghargai dan menjaga toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

Keindahan dan kedalaman makna toleransi, tidak hanya menjadi wacana pada malam itu. Tetapi langsung dibuktikan dengan aksi nyata. Prosesi Memetri Tirta Wening diakhiri dengan kondangan atau kenduri. Marto Bejo, kembali dipercaya memimpin pelaksanaan kondangan. Dia akhir kondangan, Marto Bejo minta Ustad Suyatno membaca doa. Suyatno mengakhiri kondangan dengan membaca Al Fatihah.

Nah, di antara ratusan orang yang berkumpul di Alas Pakel malam itu, ada beberapa tamu istimewa. Mereka adalah Mbah Sadiman, pahlawan lingkungan peraih Kalpataru karena keberhasilannya menghijaukan kembali Bukit Gendol di Kecamatan Bulukerto, Wonogiri. Tamu kedua adalah pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat Kraton Ngiyom di Ngawi, Jawa Timur, Bramantyo Prijosusilo. Tamu ketiga adalah Jumali Wahyono Perwito atau akrab disapa Mas Jiwo Pogog karena peran besarnya mendorong petani membudidayakan durian Pogog di Kecamatan Puh Pelem, Wonogiri.

"Di Kraton Ngiyom, saya mendalami berbagai hal tentang seni, budaya, mitos dan upacara-upacara. Saya datang ke Tanggulangin untuk belajar. Peran warga dalam setiap upacara tradisi yang dilaksanakan di Tanggulangin ini luar biasa. Dan semua itu didorong oleh kesadaran masing-masing pribadi, sehingga upacara dan kegiatan besar semacam ini bisa terlaksana secara swadaya," papar Bramantyo dalam sesi sarasehan yang dipandu penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun