Mohon tunggu...
Evi Siregar
Evi Siregar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen-peneliti

Bekerja di sebuah universitas negeri di Mexico City.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Inspiratif PMI Perempuan yang Sukses Menyekolahkan Anak

8 Maret 2022   10:49 Diperbarui: 8 Maret 2022   10:55 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan PMI. Foto: Ani Rustiati.

Sukses menyekolahkan anak sampai ke jenjang pendidikan yang paling tinggi bukanlah hal yang mudah bagi siapapun. Bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) perempuan, tingkat kesulitannya pasti berlipat-lipat. Tantangan dan perjuangan sangat berat. Bahkan, sebenarnya meninggalkan anak pun sudah merupakan satu tantangan besar, apalagi harus ditambah dengan berjuang sendiri di negeri orang, yang bahasa dan budayanya tidak mudah dimengerti. Belum lagi kadang diperlakukan secara kurang baik, jika melakukan kesalahan.

Akan tetapi, semua masalah dan tantangan harus dapat diatasi. Kemampuan, ketrampilan, dan pengetahuan harus terus dapat ditingkatkan. Perjuangan atas hak harus terus dinyalakan. Tujuan harus dapat dicapai. Harapan dan semangat harus terus dikobarkan, demi untuk dapat mencapai satu cita-cita: masa depan anak-akan harus lebih baik.

Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Sedunia, kita perlu mengetahui kisah-kisah PMI perempuan yang berhasil menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat pendidikan tertinggi. Hal yang dapat memberikan inspirasi bagi siapa saja. Mereka merupakan bagian dari kaum perempuan dunia. Sebagai dasar dari peringatan itu, adalah penting untuk memberikan pengakuan dan penghargaan atas prestasi para perempuan, tanpa memandang perbedaan budaya, bahasa, asal-asul, ekonomi, politik, dan lain sebagainya.

Kegiatan PMI. Foto: Ani Rustiati.
Kegiatan PMI. Foto: Ani Rustiati.

Kita harus bangga, karena Indonesia memiliki Hari Ibu, sebuah peringatan yang di dalamnya tersemat pengakuan dan penghargaan yang diberikan kepada kaum perempuan, atas prestasi-prestasi mereka untuk keluarga dan masyarakat.

Seperti yang disampaikan Kartini Sarsilaningsih, President Indonesian Diaspora Network Global (IDN Global), dalam sebuah diskusi dengan PMI perempuan dari berbagai negara, Hari Ibu merupakan wujud kesadaran perempuan Indonesia, secara global dan integral, untuk ikut berperan aktif dalam pembangunan bangsa dan negara, bersama-sama dengan kaum laki-laki.

Itu terlihat jelas pada hasil-hasil Kongres Perempuan Indonesia, bahwa peran wanita, baik sebagai ibu, istri, pegawai, profesional, maupun warga negara, merupakan elemen penting dalam kemajuan bangsa. Dari situlah muncul kesepakatan bahwa perempuan Indonesia merupakan ibu bangsa. Salah satu agenda utama dalam Kongres Perempuan Indonesia adalah pendidikan. Namun, sebenarnya kesadaran akan pentingnya pendidikan bersifat permanen, sebab sampai kapan pun pendidikan akan terus menjadi dasar kemajuan suatu bangsa dan generasi masa depan.

Kegiatan PMI. Foto: Dwi Tantri.
Kegiatan PMI. Foto: Dwi Tantri.

Mampu menghadapi tantangan dan masalah selama bekerja di luar negeri

Masalah utama ketika bekerja di luar negeri umumnya ada pada urusan berkomunikasi (bahasa). Meskipun sudah dibekali dengan bahasa inggris sebelum berangkat, ternyata tidak cukup sebagai modal untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Pada kenyataannya, bahasa inggris sering tidak dipakai, karena dalam komunikasi sehari-hari digunakan bahasa lain (misalnya bahasa arab atau bahasa cina). Masalah bahasa bukan hanya menyebabkan kurang-lancarnya komunikasi, melainkan juga menciptakan rasa takut kalau-kalau kontrak kerja diputus.

Yang membuat stres dan kadang patah arang adalah jika muncul satu masalah pada malam hari, waktu yang sulit untuk meminta bantuan kepada teman PMI lainnya, karena belum tentu diijinkan keluar rumah, padahal masalah itu harus diselesaikan secepatnya. Makanan lokal juga merupakan tantangan. Bisa dibayangkan, sudah lelah bekerja dan lapar, tetapi tidak bisa makan, karena rasa makanan yang tidak terterima oleh lidah. Hal lain, di Kuwait, misalnya, tidak diijinkan hamil sebelum genap delapan bulan bekerja.

Kegiatan PMI. Foto: Dwi Tantri.
Kegiatan PMI. Foto: Dwi Tantri.

"Tentu saja sangat sedih harus meninggalkan anak-anak, apalagi waktu itu mereka masih kecil-kecil. Saya diberi tahu adik saya, kalau anak saya yang pertama setiap malam selalu memandangi foto saya dan selalu menangis. Cerita itu membuat saya makin rindu pada keluarga. Namun, kita perempuan harus bisa memiliki solusi untuk keluarga. Saya sendiri dibuat menangis oleh majikan, ia tak mau berbahasa inggris atau melayu, saya dituntut untuk bisa berbahasa cina. Saya bertekad harus bisa berbahasa cina dengan baik, agar saya bisa bekerja dengan baik. Saya ingin menunjukkan orang Indonesia itu bisa.

Kita harus bisa beradaptasi dengan lingkungan kerja dan jangan malas belajar hal-hal baru. Jangan pernah bilang tidak bisa. Jangan pernah berpikir masalah yang kita punya itu sebagai nasib. Berusahalah, jangan protes dan mengeluh. Persaingan di masa depan akan berat lagi, tetapi apa yang kita perjuangkan pasti ada hasilnya."

Demikian cerita Ani Rustiati, yang sudah 22 tahun bekerja di Singapur. Ia orangtua bagi kedua anaknya. Ia memutuskan bekerja di luar negeri dengan satu tujuan, yaitu agar kedua anaknya bisa bersekolah tinggi. Ia menitipkan kedua anaknya untuk diasuh oleh ibu dan ayahnya. Ia bertekad bisa memajukan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.

Kegiatan PMI. Foto: Ani Rustiati.
Kegiatan PMI. Foto: Ani Rustiati.

"Mau tidak mau, kita harus kuat dan tabah dalam menghadapi segala masalah, fokus pada pekerjaan, dan jangan pernah mengeluh dan menyerah. Keputusan untuk bekerja di luar negeri sudah diambil dan harus dijalankan. Ini merupakan cara untuk dapat mencapai cita-cita, utamanya agar anak bisa bersekolah sampai ke jenjang tertinggi dan memiliki masa depan yang lebih baik. Yakinlah pasti bisa."

Begitu ungkap Sri Aryani, yang sudah 20 tahun bekerja di Kuwait. Ia datang ke Kuwait dan bekerja di sana, menyusul suaminya yang sudah bekerja 6 tahun lebih dahulu.

"Di mana pun kita hidup, pastilah ada tantangan dan masalah. Sebelum berangkat ke luar negeri, sebaiknya kita sudah harus mempersiapkan diri. Bukan hanya ketrampilan, melainkan juga mental kita. Kita juga harus menginformasikan keadaan di luar negeri kepada PMI yang ingin pergi, agar mereka bisa lebih siap," kata Dwi Tantri, yang sudah 10 tahun bekerja di Taiwan.  

"Pada awal-awal saya bekerja, saya stress karena tak bisa berkomunikasi. Saya dimaki-maki. Saya hampir putus asa. Namun, saya bertekad untuk dapat bekerja dengan baik. Saya belajar bahasa cina dengan keras dan disiplin. Belum lagi rasa rindu yang begitu besar pada anak, tetapi tekad saya sudah bulat bahwa saya ingin memperbaiki masa depan keluarga. Saya harus bisa berjuang." Begitu penjelasan Lusius, yang sering menjadi wakil PMI di Hong Kong.

Wisuda Anak. Foto: Ani Rustiati.
Wisuda Anak. Foto: Ani Rustiati.

Pendidikan adalah warisan terpenting untuk anak, agar mereka berkehidupan baik   

"Suami menjaga anak-anak. Kami berdua sepakat bekerja bersama untuk masa depan enam anak kami. Komunikasi dengan anak sangat penting. Namun, sangat penting memberikan contoh kepada anak-anak. Syukurlah anak-anak saya mandiri dan tak pernah menuntut macam-macam. Mereka saling membantu satu sama lain. Yang tua menjadi contoh bagi yang muda. Yang selalu saya jaga adalah agar jangan sampai mereka bertengkar, mereka harus hidup rukun. Saya berdoa untuk mereka.

Saya tanamkan kepada anak-anak bahwa mereka bebas memilih jalan hidup mereka, tetapi saya katakan bahwa kalau tidak sekolah, nanti akan menyesal. Saya menjelaskan kepada mereka bahwa di luar negeri saya tidak untuk berfoya-foya, justru ada kesempatan membantu orang lain. Saya mengajari mereka lewat medsos. Di situ mereka bisa melihat apa yang saya kerjakan setiap hari. Minat anak keluar dari anak, tetapi kita yang membawanya ke mana. Saya pulang dua kali setahun. Kalau pulang saya mengurus mereka. Empat anak saya tentara. Kami lega dan bangga." Demikian cerita Dwi Tantri. Kini tinggal dua lagi untuk didorong mengikuti jejak keempat kakaknya.

Ani Rustiati dan kedua anaknya. Foto: Ani Rustiati.
Ani Rustiati dan kedua anaknya. Foto: Ani Rustiati.

"Saya sangat berterima kasih kepada orangtua saya. Merekalah yang mengasuh dan menjaga kedua anak saya. Ayah saya ingin agar cucu-cucunya bisa menjadi insinyur. Saya tidak pernah memaksa mereka. Mungkin hidup saya menjadi contoh buat mereka untuk mau maju. Anak yang pertama sempat bekerja dua tahun setelah tamat STM. Suatu hari ia ungkapkan bahwa ia mau kuliah. Saya bilang bahwa saya siap bekerja keras untuk membiayai sekolahnya, asalnya benar-benar sekolah. Begitu juga saya katakan kepada anak saya yang kedua.

"70% dari gaji saya, saya kirim untuk biaya sekolah mereka. Selama mereka kuliah, saya juga mencari tambahan ekstra. Anak pertama lulus tahun 2017, insinyur teknik sipil UPI, sedangkan yang kedua lulus akhir tahun lalu. Ibu saya meninggal dua hari sesudah anak saya yang pertama lulus, sehingga anak saya yang kedua diasuh adik saya." Demikian cerita Ani Rustiati. Ia sempat bercerita bahwa waktu muda ia bercita-cita menjadi pilot. Meskipun tak jadi pilot, ia bersyukur kedua anaknya bisa menyelesaikan pendidikan tinggi. Sekarang fokusnya mendukung penuh teman-teman PMI di Singapur. 

Kegiatan PMI. Foto: Dwi Tantri.
Kegiatan PMI. Foto: Dwi Tantri.

"Saya bekerja di sektor kesehatan, tetapi tak berpendidikan tinggi. Namun, kami bertekad untuk menyekolahkan kedua anak kami sampai ke universitas. Kami bekerja keras dan harus menabung untuk sekolah mereka. Kalau ada waktu luang, saya juga mencari tambahan pemasukan. Anak kami yang pertama masuk fakultas kedokteran di Polandia, sedangkan anak kedua masih SMP, di Jakarta." Begitu cerita Sri Aryani.

"Saya yakin siapapun ingin selalu dekat dengan anak-anak. Berat memang meninggalkan anak, tetapi harus dilakukan, untuk memperbaiki masa depan. Saya harus berjuang. Saya tak pernah melepaskan tanggung jawab sebagai ibu. Kami selalu berkomunikasi. Saya selalu mengarahkannya untuk terbuka, menjadi ibu dan sahabat untuknya. Puji Tuhan, anak saya baik dan selalu menurut pada orangtua. Buat saya pendidikan sangat penting, dan saya memanjakan anak saya dengan ilmu pendidikan. Waktu libur saya manfaatkan sebaik mungkin untuk berada bersamanya." Begitu cerita Lusius. Anaknya sudah selesai S1, sudah bekerja, dan kini sudah berkeluarga.

Kegiatan internasional. Foto: Ani Rustiati.
Kegiatan internasional. Foto: Ani Rustiati.

PMI berdaya, keluarga sejahtera, dan generasi muda akan jaya

Bekerja di luar negeri memang banyak masalah. Fokuskan diri kita pada tujuan. Bekerjalah dengan baik dan penuh disiplin. Kalau ada masalah, telepon. Berkontak dengan orang-orang. Ada bantuan dan ada organisasi yang akan membantu. Hidup di luar negeri harus tolong-menolong, saling mengingatkan, dan rukun. Bergembiralah dan perlihatkan wajah yang baik. Berdoa pada Tuhan. Pulang hendaknya membawa bekal.

Pendidikan merupakan warisan yang paling berharga untuk anak-anak. Adalah penting bercita-cita membentuk anak-anak yang berkualitas, memberi mereka ilmu pengetahuan, dan merencanakan biaya sekolah anak, terutama untuk tingkat pendidikan tinggi. Jadikan semua perjuangan sebagai teladan bagi anak-anak. Perlu disadari bahwa kesuksesan tidak didapat secara instan, semua harus melalui proses yang panjang. Namun, seperti kata pepatah, "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian". Yang bersungguh-sungguh akan ada hasilnya. Pada akhirnya, semua akan indah.

Demikian kisah inspiratif empat PMI perempuan, perjuangan mereka, dan keberhasilan mereka menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat pendidikan tertinggi. Mereka bukan hanya pahlawan bagi anak-anaknya, melainkan wanita-wanita perkasa.

Mexico City, 8 Maret 2022. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun