Tahun lalu pemerintah meluncurkan program “Indonesia Spice Up The World”, untuk meningkatkan penjualan rempah-rempah dan rempah olahan (bumbu) di pasar internasional, sekaligus mendorong kuliner Indonesia (dengan menargetkan pembukaan 4000 restoran Indonesia di berbagai penjuru dunia) dan bisnis gastronomi Indonesia di luar negeri.
Ini merupakan strategi pemerintah Indonesia dalam menaikkan devisa sekaligus melakukan gastrodiplomasi kepada dunia. Diharapkan Indonesia dapat menjadi negara tempat tujuan wisata kuliner (gastrowisata).
Strategi ini sebenarnya bukanlah sebuah terobosan baru. Thailand sudah melakukannya sejak tahun 2002, Korea Selatan sejak tahun 2009, Malaysia sejak tahun 2010, Peru sejak tahun 2011, bahkan China sudah memulainya sejak tahun 1972 ketika Presiden Amerika Serikat Richard Nixon berkunjung ke sana.
Keputusan pemerintah meluncurkan program “Indonesia Spice Up The World” merupakan langkah yang sangat baik.
Sebagai negara penghasil rempah-rempah dan memiliki kuliner yang bisa disejajarkan dengan kuliner-kuliner lain di dunia, Indonesia harus mempunyai kebijakan untuk mengembangkan pasar rempah-rempah dan bumbu serta gastrodiplomasi kepada dunia.
Kalau kita memperhatikan kembali program “Indonesia Spice Up The World”, interpretasi yang tepat terhadap kebijakan tersebut bukanlah pada ‘menduniakan kuliner Indonesia’, melainkan pada ‘menjadikan kuliner Indonesia muncul dalam menu sehari-hari masyarakat dunia’.
Contohnya saja, kalau pemerintah Indonesia ingin mendorong pangsa pasar internasional kecap manis, tentu yang diinginkan adalah agar juga dibeli oleh masyarakat dunia. Namun, bagaimana mereka sampai memutuskan membeli kecap manis, kalau tidak tahu bagaimana menggunakannya?
Apakah kita berharap mereka membelinya hanya untuk ‘membeli’? Kalau begini, misi Indonesia menduniakan kulinernya tentu tidak akan tercapai. Lagipula, kecap manis akan lebih maksimal (sesuai fungsinya) kalau digunakan untuk membuat masakan Indonesia.
Jadi, usaha pemerintah memperluas pasar rempah-rempah dan bumbu tidak akan sukses, jika tidak dibarengi dengan usaha mempromosikan kulinernya.