Mohon tunggu...
Evi Siregar
Evi Siregar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen-peneliti

Bekerja di sebuah universitas negeri di Mexico City.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Para Diaspora Indonesia di Taiwan Perlu Mendapat Acungan Jempol

20 Oktober 2021   09:47 Diperbarui: 21 Oktober 2021   08:30 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Festival Batik dan Ikat 2021. Dokumentasi IDN Taiwan.

Para diaspora Indonesia di Taiwan, yang tergabung dalam Indonesian Diaspora Network (IDN) Taiwan, kembali mengibarkan bendera merah putih. Pada tanggal 3 Oktober yang lalu mereka telah menyelenggarakan Festival Batik dan Ikat 2021 di Museum Nasional Taiwan (Nanmen Branch). 

Festival batik ini merupakan festival yang kelima sejak pertama kali diusung pada tahun 2017. Acara tersebut dihadiri Wakil Menteri Kebudayaan Taiwan dan beberapa perwakilan negara asing.

Oleh karena kesuksesan IDN Taiwan dalam penyelenggaran festival batik selama lima tahun berturut-turut, dua dari mereka, Kartika Dewi dan Linda Tjindawati Arifin, diminta menjadi konsultan museum-museum besar di Taiwan. 

Tambahan lagi, pada tahun ini untuk pertama kalinya IDN Taiwan diundang berpartisipasi dalam program Bulan Indonesia, yang diselenggarakan National Palace Museum (Southern Branch) sepanjang bulan Oktober. Ini suatu prestasi yang luar biasa dan poin penting bagi Indonesia.

Bagaimana cerita di balik kesuksesan IDN Taiwan dalam penyelenggaraan festival batik, sehingga mereka dipercaya museum-museum besar di Taiwan?

Ibaratnya kalau kita tinggal serumah bersama orangtua dan saudara, jarang kita memperlihatkan atau mengungkapkan rasa sayang kepada mereka. Yang sering terjadi malah kita “tidak merasakan apa-apa”. 

Ketika kita berada jauh dari mereka, kita baru sadar bahwa kita sayang pada mereka dan muncul keinginan untuk mengungkapkannya.

Begitulah, tinggal bertahun-tahun di luar negeri tidak menjadi alasan untuk melupakan tanah air atau menyebabkan cinta pada tanah air menjadi berkurang. Yang sering terjadi justru sebaliknya. Cinta pada tanah air semakin terasa dan semangat untuk mengungkapkannya semakin tinggi.

“Benar sekali. Tinggal di luar negeri malah membuat kita seperti terbangun dan muncul keinginan untuk mempelajari budaya kita sendiri. Selain itu, terbentuk pula semangat yang tinggi untuk membuat kegiatan-kegiatan kebudayaan dan mengibarkan bendera merah putih.

Siapa lagi kalau bukan kita, diaspora Indonesia, sendiri yang melakukannya. Pemerintah Indonesia, melalui KBRI atau KJRI, memang menjalankan program-program promosi kebudayaan. 

Namun, program pemerintah kebanyakan difokuskan pada hubungan antar-pemerintah, G to G. Nah, kita, diaspora Indonesia, ada pada tingkat P to P, antar-masyarakat,” ungkap Kartika Dewi, diaspora Indonesia di Taiwan yang sangat aktif melakukan promosi kebudayaan Indonesia, yang juga anggota IDN Global 2021-2023.

Mengapa pemerintah dan masyarakat Taiwan tertarik pada festival batik?

“Pemerintah Taiwan dan LSM di sini selalu mendukung kegiatan warga asing untuk memperkenalkan kebudayaan mereka. 

Ada satu kebijakan pemerintah yang namanya New South-bound Policy, yang mendorong warganya untuk lebih mengenal negara-negara asing termasuk kebudayaannya. Saya melihat Kementerian Kebudayaan Taiwan melalui Museum Nasional Taiwan sangat mendukung kebijakan tersebut,” demikian penjelasan Kartika Dewi.

“Jadi tak heran jika antusias masyarakat Taiwan yang ingin mengenal lebih dalam kebudayaan Indonesia begitu tinggi. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh IDN Taiwan yang  selalu ingin menampilkan sesuatu yang unik, sesuatu yang berbeda dari yang lainnya, secara berkala,” katanya menambahkan.

Lalu, bagaimana muncul ide membuat festival batik di Taiwan?

Ketika IDN Taiwan menyelenggarakan acara Afternoon with Angklung di Taipei Fine Art Museum, pada tahun 2017, para diaspora Indonesia datang memakai batik yang coraknya beragam dan indah. 

Kebetulan salah satu yang hadir di situ adalah perwakilan dari Museum Nasional Taiwan. Ia sangat terkesan dengan batik-batik yang dipakai para diaspora Indonesia.

Melihat antusias perwakilan dari Museum Nasional Taiwan, Kartika Dewi, yang waktu itu memimpin acara Afternoon with Angklung, langsung melontarkan ide membuat kerjasama dengan Museum Nasional Taiwan untuk menyelenggarakan sebuah acara bertemakan batik.

Pucuk dicinta, ulam tiba. Perwakilan dari Museum Nasional Taiwan tersebut menerima usul Kartika Dewi. Mereka bersedia menjadi partner IDN Taiwan untuk penyelenggaraan acara tersebut.

Tak lama setelah itu, para anggota IDN Taiwan segera berkumpul dan berdiskusi untuk merealisasikan percakapan-percakapan di Taipei Fine Art Museum. 

Di situlah lahir ide untuk mengadakan festival batik, untuk memperkenalkan batik lebih dekat lagi kepada masyarakat Taiwan, sekaligus memeriahkan Hari Batik Nasional 2 Oktober 2017.

Hanya dalam waktu dua minggu persiapan akhirnya tonggak bersejarah itu terpasang. Sejak itu festival batik menjadi acara yang paling ditunggu pada setiap tahun. “Ini merupakan hasil brainstorming panitia, yang bekerja keras tanpa memikirkan imbalan apapun, untuk melahirkan sesuatu yang baru. Kami hanya punya ide dan tenaga,” kata Kartika Dewi.

Pada awalnya dukungan (termasuk dana) yang mereka terima (dari pihak museum) kecil, yang terbatas pada tempat, sound-system, dan beberapa sarana pendukung lainnya. Namun, itu bukan satu halangan. Mereka tetap mengerjakannya dengan penuh semangat dan sungguh-sungguh. “Prinsip kami, kalau mengerjakan sesuatu, jangan pernah setelah-setengah. Bagaimanapun kondisinya.”

Merasa puas dengan hasil kerja IDN Taiwan, pihak museum memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan festival batik dari tahun ke tahun. Tempat penyelenggaraan pun lebih baik dan dana yang diberikan juga lebih besar. Maka dibuatlah tema-tema berbeda: Festival Batik (2017), Festival Batik dan Tenun (2018), Festival Batik dan Jumputan (2019), Festival Batik dan Lurik (2020), dan Festival Batik dan Ikat (2021).

“Bagi IDN Taiwan, ini merupakan sebuah stepping-stone untuk memperbaiki kekurangan pada penyelenggaraan sebelumnya, dan membuat kami lebih berani mengundang lebih banyak diaspora Indonesia untuk meramaikan acara, terutama mengajak orang-orang yang berbakat untuk menyumbangkan acara.”

Reog, persembahan PMI. Dokumentasi IDN Taiwan.
Reog, persembahan PMI. Dokumentasi IDN Taiwan.

“Kami membangun kerjasama yang baik dengan Museum Nasional Taiwan. Kami berusaha menampilkan yang terbaik pada setiap festival batik. Animo masyarakat yang begitu besar membuktikan bahwa acara kami sangat ditunggu-tunggu, dan kami tidak ingin mengecewakan mereka.”

Rupanya pihak museum melihat antusias dan kesungguhan diaspora Indonesia dalam setiap persiapan dan pelaksanaan festival, yang datang dari berbagai kelompok (mulai dari pekerja migran, mahasiswa, sampai pelaku perkawinan campur).

Pada festival pertama sampai ketiga kegiatan dilakukan selama satu hari, tetapi pada festival keempat pihak museum memperpanjang waktu kegiatan menjadi empat hari. Tempat penyelenggaraannya kini diadakan di dalam salah satu gedung museum yang telah berusia lebih dari 100 tahun.

Isi kegiatan festival batik pun menjadi beragam, mulai dari seminar, workshop membatik dan membuat kerajinan tangan dengan batik, lomba busana nusantara berelemen batik, pentas seni, sampai memperkenalkan kuliner khas Nusantara yang disajikan IDN Taiwan yang mempunyai usaha kuliner.

Namun, pada festival batik tahun ini, karena pandemi, kegiatan hanya dilaksanakan selama satu hari, dan sebagian besar acara difokuskan pada runway models.

“Festival batik tahun ini tetap mengesankan, karena kami memperkenalkan topeng kain batik. Kalau pakaian yang dipersembahkan pada acara itu adalah milik setiap anggota IDN Taiwan, topeng kain batik kami buat sendiri dari potongan-potongan kain batik. 

Awalnya pihak museum menolak ide menggunakan topeng batik. Namun, setelah saya jelaskan mereka menerimanya. Membuat topeng kain batik, sama seperti membuat batik, harus sabar,” kata Kartika Dewi.

Materi dan topeng pada Festival Batik dan Ikat 2021. Dokumentasi IDN Taiwan.
Materi dan topeng pada Festival Batik dan Ikat 2021. Dokumentasi IDN Taiwan.

Ketika ditanyakan tentang kendala yang dihadapi, mereka menjawab bahwa masalah terbesar adalah birokrasi, yang kadang memperlambat proses persiapan. 

Kegiatan festival batik ini dapat terwujud, selain karena dukungan dari seluruh keluarga besar IDN Taiwan yang tersebar dari utara (Taipei) sampai ke selatan (Kaoshiung), juga dibantu pihak KDEI Taipei.

Hal lain yang berhasil dicapai IDN Taiwan pada tahun ini adalah dapat berpartisipasi pada acara Bulan Indonesia yang diselenggarakan National Palace Museum (Southern Branch) sepanjang bulan Oktober. 

“Kami bangga bisa tembus ke salah satu museum terbesar di Taiwan, yang mana museum tersebut berada langsung di bawah lembaga kepresidenan.”

Dua peserta lomba busana Nusantara. Dokumentasi IDN Taiwan. 
Dua peserta lomba busana Nusantara. Dokumentasi IDN Taiwan. 

“Ternyata, kalau kita bersatu, kita bisa membuat sesuatu yang besar. Kegiatan-kegiatan seperti ini sangat penting, bukan semata untuk promosi kebudayaan, melainkan juga sebagai sebuah warisan yang harus diteruskan kepada anak cucu kita yang hidup di luar negeri. 

Mereka harus diikutsertakan secara aktif dalam kegiatan-kegiatan seperti ini, agar tradisi kita terus hidup di hati dan pikiran mereka,” ungkap Kartika Dewi menutup pembicaraan.

*) Catatan: Penulis adalah koordinator Public Relation IDN Global periode 2021-2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun