Setelah mendengar berita bahwa pemerintah Prancis akan membuka tempat-tempat wisata, dengan penuh semangat saya menelusuri situs-situs yang menarik untuk dikunjungi. Sementara itu, suami saya bertanya kepada seorang koleganya. Ia merekomendasikan Mont Saint-Michel. Melihat foto-foto yang ada di internet, kami langsung tertarik dan memutuskan pergi ke sana pada awal bulan Juni.
Saya pun langsung mencari informasi tentang bagaimana pergi ke sana (dari Paris) dan tips-tips penting lain.
Saya baru tahu bahwa ternyata Mont Saint-Michel adalah salah satu tempat di Prancis yang paling banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Pada high season jumlah pengunjung bisa mencapai 20 ribu dalam sehari.
Apa yang membuat Mont Saint-Michel begitu menawan?
Menurut Wikipedia, Mont Saint-Michel adalah sebuah pulau kecil (islet) berbatu granit berlingkar kira-kira 960 meter, yang terletak di sebelah timur estuari Sungai Couesnon, masuk dalam wilayah departemen La Mancha, prefektur Saint-Lo, region Normandy, yang berada di timur laut Prancis.
Sebelum tahun 709 tempat dikenal dengan nama Mont Tombe dan sepanjang abad pertengahan orang-orang menyebutnya dengan istilah Mons Sancti Michaeli in Periculo Mari.
Setelah membaca banyak informasi, kami memutuskan naik kereta dan menginap dua malam di Mont Saint-Michel. Untuk memanfaatkan perjalanan itu, kami juga memutuskan berkunjung ke Rennes dan menginap dua malam.
Dari sana kembali ke Paris. Cukuplah berlibur 4 malam 5 hari, apalagi waktu itu saya belum mendapat vaksin covid-19. Kami harus berhati-hati.
Kami membeli karcis terusan dari Montparnasse ke Mont Saint-Michel dan naik kereta pertama, pukul 07:32.
Kalau membaca rute yang tertulis pada karcis, dari Montparnasse ke Villedieu-les-Poeles, di sana ganti kereta menuju Mont Saint-Michel.
Ketika tiba di stasiun Montparnasse, kami sedikit bingung karena tidak menemukan informasi mengenai kereta dengan tujuan Villedieu-les-Poeles. Kami baru tahu bahwa untuk pergi ke Villedieu-les-Poeles, kami harus naik kereta dengan tujuan Grandville.
Stasiun Villedieu-les-Poeles itu dua stasiun sebelum Granville. Pelajaran yang didapat dari sini adalah bahwa kita jangan mencari informasi tentang nama tempat tujuan, tetapi cukup nomor kereta. Pasti tidak akan salah.
Perjalanan dari Montparnasse ke Villedieu-les-Poeles memakan waktu kira-kira 3 jam. Setelah tiba di Villedieu-les-Poeles, ternyata kami tidak ganti kereta, tetapi naik bus (dengan nomor seperti yang tertera pada karcis).
Bus sudah stand by di sana, dan dalam waktu 10 menit segera berangkat. Saya bergumam, “Wah hebat sekali, semua sesuai dengan apa yang dijadwalkan. Busnya pun sangat nyaman.”
Jarak Villedieu-les-Poeles - Mont Saint-Michel tidak begitu jauh. Perjalanan memakan waktu kira-kira 40 menit. Bus tiba di dekat Mont Saint-Michel. Dari situ ada shuttle (gratis) yang mengantar kita sampai di depan Mont Saint-Michel.
Dari jauh sudah terlihat Mont Saint-Michel, sangat menakjubkan. Sebenarnya Mont Saint-Michel adalah sebuah bukit batu. Tepat di puncaknya ada sebuah biara keabasan (abbey) yang "ditopang" rumah-rumah kecil yang berdempetan dan di antara rumah-rumah tersebut ada jalan kecil yang melingkar, yang berawal dari pintu masuk utama Mont Saint-Michel dan berakhir pada pintu masuk biara.
Dari kejauhan, biara itu sepintas terlihat seperti sebuah kerajaan kecil. Saya teringat film-film kartun Walt Disney. Tak salah jika imajinasi kita melayang mengingat film-film Walt Disney, karena sebenarnya Walt Disney pun menciptakan imajinasi-imajinasi seperti itu berdasarkan fakta yang mereka temukan. Mont Saint-Michel menginspirasi film Tangled.
Di sekeliling Mont Saint-Michel tak ada apa-apa, bahkan tak satu pohon pun di sana. Desa (kota kecil) terdekat berjarak dua setengah kilometer (tempat kita turun dari bus/naik shuttle).
Jika air laut sedang pasang, Mont Saint-Michel terlihat seperti sebuah pulau. Sendiri, jauh dari keramaian, tetapi penuh misteri. Mungkin ini yang membuat banyak orang penasaran ingin mengenalnya.
Bagaimana ceritanya sampai biara itu dibangun di sana? Menurut cerita, pada suatu malam Aubert, uskup dari Avranches, bermimpi. Ia didatangi malaikat Mikhael (Mikail) dan diminta membuat sebuah tempat peribadahan khusus untuk mengkultuskannya. Maka, dibangunlah tempat itu, dan karena tempat itu dibuat untuk mengkultuskan malaikat Mikhael, diberilah nama Saint-Michel.
Uskup Aubert juga memerintahkan mendirikan sebuah kapel khusus untuk mengkultuskan Santo Petrus di salah satu kaki bukit itu. Setelah itu, ia mengirim dua belas pendeta, yang mendedikasikan diri pada kultus malaikat Mikhael, untuk menetap di sana. Mereka diberi lahan dan wewenang untuk mengelola tempat suci dan lahan tersebut.
Berdasarkan informasi yang diberikan pihak Mont Saint-Michel diceritakan bahwa pada awal abad ke-10 para adipati di Prancis adalah pemerhati gereja dan biara keabasan. Demikian juga dengan adipati Normandy.
Kemudian, setelah mendapat persetujuan dari raja Prancis, ia mengganti pendeta-pendeta yang diangkat uskup Aubert dengan biarawan benediktin di bawah pimpinan Maynard.
Maynard membuat peraturan baru bahwa semua biarawan harus hidup dengan amat sederhana, hidup mereka hanya untuk beribadah, dan menutup diri dari dunia luar.
Sejak saat itu Mont Saint-Michel menjadi tempat ziarah penting bagi penganut agama katolik. Mont Saint-Michel pun mendapat banyak bantuan untuk pembangunan biara. Di antaranya, didatangkanlah pendeta William de Volpiano dari Italia. Selain seorang biarawan benediktin, ia seorang pembaharu besar dan memiliki pengetahuan arsitektur yang luar biasa. Ia memoles biara keabasan Mont Sain-Michel dengan gaya arsitektur romanesque.
Ketika Philippe II Auguste menjadi raja Prancis (1180-1223), ia memberikan dana yang besar. Dengan dana tersebut dibuatlah beberapa bangunan baru bergaya gotik. Dengan tambahan bangunan bergaya gotik tersebut, biara Mont Saint-Michel sempurna menjadi sebuah mahakarya arsitektur.
Namun, ketika revolusi Prancis meletus, tamatlah kemegahan biara Mont Saint-Michel. Apalagi, ketika pada tahun 1790 keluar sebuah dekrit yang berisi pelarangan praktek keagamaan. Biara Mont Saint-Michel lantas dijadikan penjara tahanan politik.
Pada abad ke-19, ketika romantisisme muncul, tulisan-tulisan Victor Hugo dan Theophile Gautier menggugah emosi masyarakat.
Pada tahun 1862 Mont Saint-Michel dimasukkan ke dalam daftar monumen-monumen bersejarah di Prancis. Tahun berikutnya penjara Mont Saint-Michel ditutup. Kegiatan keagamaan pun kembali diaktifkan.
Tak lama kemudian, pemerintah Prancis pun melakukan restaurasi besar-besaran untuk mengembalikan kemegahan biara tersebut. Arsitektur Paul Gout dan sejarahwan Lucien Bely diikutsertakan dalam restaurasi itu. Biara Mont Saint-Michel kembali difungsikan sebagaimana sebelumnya.
Pada tahun 1965 biarawan benediktin kembali ke Mont Saint-Michel. Komunitas di sekitar Mont Sain-Michel juga dihidupkan kembali. Pada tahun 1979 Unesco mendeklarasikan Mont Saint-Michel, termasuk wilayah perairan di sekitarnya, menjadi situs warisan dunia.
Ada satu catatan penting tentang wilayah perairan di sekitar Mont Saint-Michel, yang kalau ketika air laut sedang surut, permukaannya menjadi keras dan kita bisa berjalan di atasnya. Namun, jangan coba-coba berjalan sendirian di sana, karena ada bagian lumpur yang "hidup". Kalau menginjakkan kaki di sana, bisa-bisa kita ditelan lumpur. Itu saya alami sendiri. Saya sempat “dimarahi” pemandu wisata, karena waktu itu saya penasaran, apakah benar begitu. Ternyata memang benar.
Ketika kami berkunjung ke Mont Saint-Michel, kami sangat beruntung karena baru dua minggu dibuka (tutup karena pandemi). Jadi, “tak banyak” pengunjung; ditambah lagi jam 18:00 Mont Saint-Michel ditutup. Namun, saya merasakan sesuatu setelah semua pengunjung pergi.
Sunyi senyap yang luar biasa. Pantaslah Mont Saint-Michel menjadi tempat bertapa. Tidak terbayangkan bagaimana keadaan pada 10 abad yang lalu.
Namun, meski sudah lewat 10 abad, biara keabasan Mont Saint-Michel masih tetap menjalankan tradisinya.
Para biarawati yang berdoa berjam-jam dalam keheningan di depan altar utama masih menciptakan suasana penuh magis. Kita seolah-olah berada pada 10 abad yang lalu. Mungkin ini juga yang membuat banyak orang ingin berkunjung ke Mont Saint-Michel.
Dua malam dua hari adalah waktu yang cukup untuk mengenal Mont Saint-Michel. Kami sempat 3 kali turun naik memutarinya, mengenal hampir semua sudut.
Hari ketiga, setelah makan pagi, kami bersiap-siap: naik bus dari depan Mont Saint-Michel ke stasiun Pontorson. Dari sana naik kereta menuju Rennes.
Mexico City, 14 Oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H