Mohon tunggu...
Evi Siregar
Evi Siregar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen-peneliti

Bekerja di sebuah universitas negeri di Mexico City.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Quito, Ekuador, dan Garis Khatulistiwa

8 September 2019   01:42 Diperbarui: 8 September 2019   17:59 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ciudad Mitad del Mundo, Quito. Dokpri

Republik Ekuador yang beribukotakan Quito adalah salah satu negara yang dilalui garis khatulistiwa. Bagaimana sampai negara ini diberi nama Ekuador, yang tentunya berhubungan dengan adanya garis ekuator atau khatulistiwa?.

Pemberian nama tersebut sedikit atau banyak berhubungan erat dengan ekspedisi geodesi orang-orang Prancis ke Quito pada tahun 1735. Ekspedisi tersebut merupakan salah satu usaha dalam memecahkan permasalahan karena begitu besarnya perdebatan mengenai ukuran bumi. Akan tetapi, mengapa mereka pergi ke Amerika Latin?   

Menurut catatan Bernard Francou, perdebatan antara penganut teori Newton dan Cartesian telah menarik perhatian para ilmuwan Eropa pada dekade pertama abad ke-18, terutama dari Prancis dan Inggris, termasuk juga pemerintah-pemerintahnya.

Kemudian, raja Prancis memerintahkan Akademisi Paris untuk melakukan dua ekspedisi: yang satu ke wilayah khatulistiwa di Amerika Latin pada tahun 1735 dan yang lainnya ke Laplandia (Finlandia) pada 1736.

Kedua ekspedisi tersebut dipimpin langsung oleh orang-orang hebat, yaitu Louis Godin, Pierre Bouguer, Charles Marie de La Condamine, Pierre Louis Moreau de Maupertuis, Alexis Caude Clairaut, dan Anders Celsius. Misi mereka adalah untuk mengukur busur yang dibentuk oleh tingkat meridian pada titik 66 derajat perbedaan garis lintang.

Ekspedisi ini dapat dilakukan berkat kemajuan teori triangulasi geodesi yang ditemukan oleh astronom sekaligus ahli matematik Belanda bernama Regnier Gemma Frisius.

Pemilihan dua tempat tersebut itu sendiri bukanlah sebuah pilihan yang diambil secara acak, tetapi sudah melalui penghitungan yang sangat kompleks.

Dengan mengetahui panjang derajat meridian di dekat kutub utara dan derajat meridian di dekat khatulistiwa, kemudian keduanya dibandingkan, dari situ dapat diuji kebenaran teori Newton. Busur meridian harus lebih pendek di tingkat khatulistiwa daripada di tingkat kutub utara.

Informasi edukatif di Ciudad Mitad del Mundo, Quito. Dokpri
Informasi edukatif di Ciudad Mitad del Mundo, Quito. Dokpri
Mengenai ekspedisi ke Amerika Latin, Bernard Francou menyebutnya sebagai "ekspedisi ke Peru", sementara sumber lain menyebutnya sebagai "ekspedisi ke Ekuador". Namun, seperti yang kita ketahui, pada tahun 1735 baik negara Peru maupun negara Ekuador sama-sama belum terbentuk. Jadi, pemilihan istilah hanya bersifat arbitrer.

Mengenai ekspedisi itu, perlu diberi catatan bahwa karena wilayah yang akan mereka datangi itu berada di bawah kekuasaan kerajaan Spanyol, raja Spanyol meminta mereka untuk menginkutsertakan pula beberapa ilmuwan Spanyol. 

Maka, diceritakanlah bahwa tim ekspedisi mendarat di Cartagena de Indias, sebuah wilayah di pesisir laut Karibe, yang terletak di utara Kolombia, kemudian berlayar ke Panama.

Dari sana mereka melakukan perjalanan melalui darat ke selatan menyusuri pesisir Lautan Pasifik menuju Ekuador, yang waktu itu bernama Territory of Quito. Setelah tiba di wilayah Ekuador, mereka melakukan perjalanan melalui darat menuju Quito dan tiba di kota itu pada bulan Juni 1736.

Ekpedisi di Laplandia (Finlandia) yang dipimpin Pierre Louis Moreau de Maupertuis berjalan lancar dan cepat, karena medan yang dihadapi relatif jauh lebih mudah mengingat hampir seluruh permukaan tanah di wilayah itu datar (dan penduduknya sedikit).

Dalam hitungan bulan mereka kembali ke Paris dengan membawa hasil ukuran panjang yang setara dengan 111.948 km. Terbukti bahwa garis meridian Kutub Utara lebih panjang daripada garis lintang Paris.

Sementara itu, ekpedisi ke Amerika Latin belum berhasil melakukan banyak hal. Perjalanan menuju tempat tujuan saja sudah memakan waktu 18 bulan lamanya.

Tim yang berjumlah sekitar 20 orang Prancis, Spanyol, dan orang setempat, yang dipimpin Louis Godin, Pierre Bouguer, Charles Marie de La Condamine, sama sekali tak mengenal medan. Selain itu, alam di sana benar-benar tak bersahabat, karena merupakan daerah hutan yang panas dan gunung yang sangat dingin.

Untuk mendaki Pichincha (dengan ketinggian 4700 m) saja dibutuhkan waktu sampai 4 bulan, dan yang harus didaki masih 25 gunung lagi. Belum lagi ditambah dengan masalah ketika penduduk asli setempat mengambil tambang-tambang yang telah dipasang dengan susah payah.

Kadang-kadang tambang-tambang dan peralatan yang sudah dipasang tiba-tiba dirusak penduduk setempat, dan untuk memperbaikinya dibutuhkan waktu sampai dua minggu, bahkan kadang-kadang harus menunggu beberapa minggu karena salju turun.

Pemandangan dari Gunung Pichincha. Dokpri
Pemandangan dari Gunung Pichincha. Dokpri
Namun, masalah yang lebih besar adalah konflik intern di antara ketiga pemimpin ekspedisi, dan tak seorangpun yang mau mengalah. Akhirnya mereka memutuskan untuk bekerja sendiri-sendiri (bahkan tidak bertukar informasi). Akibat dari keadaan tersebut, ada tiga hasil ukuran yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Pada tahun 1743 akhirnya tugas mereka selesai. Itu artinya bahwa ekspedisi tersebut memakan waktu sampai enam tahun lamanya. Sebagai catatan, untuk membuat kesimpulan (mendapatkan satu ukuran) dari ketiga ukuran yang berbeda tadi, harus menunggu sampai tahun 1924 ketika Asosiasi Internasional Geodesi mengambil keputusan tentang hal ini.

Menurut catatan Bernard Francou, meskipun tim ekspedisi Peru (atau Ekuador) menghabiskan waktu yang jauh lebih lama dibanding dengan tim ekspedisi Laplandia (Finlandia) yang dipimpin Pierre Louis Moreau de Maupertuis, ternyata tim ekspedisi Peru (Ekuador) melakukan pengukuran dengan baik, dengan kesalahan hanya 58,5 m atau 0,05%. 

Yang menyedihkan adalah bahwa hasil yang mendekati sempurna itu harus dibayar dengan harga mahal: Bouguer pulang dengan kondisi kesehatan yang buruk, sedangkan La Condamine hampir tuli dan menderita penyakit reumatik.

Monumen Khatulistiwa di Ciudad Mitad del Mundo, Quito. Dokpri
Monumen Khatulistiwa di Ciudad Mitad del Mundo, Quito. Dokpri
Hasil yang didapat dari ekspedisi geodesi Prancis ini merupakan sebuah revolusi dalam ilmu pengetahuan. Salah satunya adalah dengan dibuktikannya bahwa bumi ini "diratakan" oleh kutub. Itu sebabnya manusia merasa seperti berada di permukaan yang datar. Mengukur tingkat meridian adalah tujuan utama ekspedisi tersebut.

Dari hasil ekspedisi tersebut diharapkan dapat mengakhiri pertikaian tentang bagaimana sebenarnya bentuk bumi. Dan pertikaianpun berhasil diselesaikan. Sebagai catatan tambahan, La Condamine kemudian melakukan percobaan untuk menentukan meter sebagai ukuran panjang yang standar.

Dia menyarankan bahwa dasarnya adalah jarak tempuh dalam sedetik oleh pendulum di Ekuador. Pada 1791 Majelis Konstituante Prancis menerima model La Condamine untuk menetapkan ukuran meter.

Lalu, bagaimana dengan kelahiran negara Ekuador?

Menurut sebuah catatan, sebelum orang-orang Spanyol datang, di wilayah yang sekarang kita kenal dengan nama Ekuador ini didiami masyarakat yang hidup dengan sistem klan. Klan-klan tersebut membentuk suku-suku, dan di antara mereka membentuk aliansi yang sangat kuat. Namun, imperium Inca datang menyerang, sehingga hancurlah aliansi yang sudah berdiri cukup kuat.

Setelah itu, pada tahun 1531 orang-orang Spanyol yang dipimpin oleh Francisco Pizarro tiba di wilayah itu.

Mereka mendirikan dua kota penting, yaitu Guayaquil dan Quito, yang masih ada sampai sekarang. Kolonisasi Spanyol dimulai sejak itu. Pada tahun 1739 terbentuk wilayah yang diberi nama Virreinato de Nueva Granada, yang di dalamnya termasuk Ekuador, Caracas, Panama, dan Santa Fe de Bogota.

Imej tentang awal kedatangan orang-orang Spanyol di Quito. Dokpri
Imej tentang awal kedatangan orang-orang Spanyol di Quito. Dokpri
Pada tahun 1809 terjadi gerakan untuk membebaskan diri dari penjajahan, yang berpusat di Quito, dan terbentuk pemerintahan Junta.

Pada tahun 1920 Guayaquil juga ingin merdeka, sehingga terbentuklah Provincia Libre de Guayaquil. Sementara itu, pada tahun 1819 terbentuk wilayah independen bernama Gran Colombia.

Pada tahun 1821 Panama bergabung menjadi bagian dari Gran Colombia, kemudian Quito dan Guayaquil mengikuti jejak Panama pada tahun 1822. Wilayah Quito dan Guayaquil diberi nama Departamento del Sur (Provinsi Bagian Selatan).

Pada tanggal 13 Mei 1830 Quito dan Guayaquil memisahkan diri dari Gran Colombia. Oleh karena wilayah ini bernama Departamento del Sur (Propinsi Bagian Selatan), dirasakan perlunya mengadopsi nama baru untuk nama negara baru tersebut. Dalam diskusi-diskusi dalam menentukan nama baru terjadi perdebatan yang cukup besar, sebagian menolak nama Republik Quito.

Akhirnya, dalam sidang Majelis Konstituante Riobamba yang diselenggarakan pada tanggal 14 Agustus 1830 dibuatlah Piagam Dasar untuk menetapkan bahwa wilayah Azuay, Guayaquil dan Quito telah bersatu dan membentuk sebuah negara yang independen bernama Republik Ekuador (beberapa wilayah menolak dan mereka memilih masuk ke wilayah Kolombia).

Alun-alun kota Quito. Dokpri
Alun-alun kota Quito. Dokpri
Kembali pada pertanyaan semula: mengapa Ekuador? Raul Guerrero pernah membuat sebuah catatan yang cukup menarik tentang hal ini.

Dikatakan bahwa ketika Simon Bolivar berhasil membentuk Gran Colombia, Quito-Guayaquil menjadi Departamento del Sur, yang dibagi lagi menjadi tiga bagian: Azuay di bagian selatan, Guayaquil di bagian pesisir, dan di bagian tengah-utara (yang merujuk pada Quito) diberi nama Wilayah Ekuador. Mengapa? Karena wilayah itu dilintasi garis ekuador (khatulistiwa). Demikian Simon Bolivar pernah memberikan jawaban.

Menurut kamus Diccionario de Autoridades tahun 1731, kata equador atau equator merujuk pada lingkaran maksimum pada bola langit yang memiliki jarak yang sama dari masing-masing kutub. Ketika matahari tepat berada pada garis itu, siang dan malam menjadi sama. Arti lain dari ekuator adalah kesamaan, kesetaraan, atau keseimbangan.

Merujuk pada catatan Raul Guerrero, pemberian nama "Ekuador" untuk wilayah Quito bermula di Paris, ketika terjadi perdebatan sengit mengenai bentuk bumi. Itu sebabnya dikirim dua ekspedisi seperti yang diceritakan di atas.

Setelah La Condamine kembali dari ekspedisi ke Quito, dia membuat tulisan di sebuah jurnal. Di dalam tulisan itu dia mengganti nama Quito dengan sebutan "Wilayah Ekuador".

Imej tentang budaya masyarakat Ekuador. Dokpri
Imej tentang budaya masyarakat Ekuador. Dokpri
Raul Guerrero berpendapat bahwa ekspedisi geodesi orang-orang Prancis di Quito memiliki arti yang sangat mendalam bagi masyarakat Ekuador. Mereka sangat bangga atas ekspedisi tersebut, karena Pedro Vicente Maldonado ikut serta mengukir sejarah dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Siapa Pedro Vicente Maldonado? Dia seorang ilmuwan yang lahir di Riobamba, Ekuador. Dia teman dan menjadi pemandu La Condamine dalam ekspedisi geodesi itu. Selama mengikuti ekspedisi tersebut, Pedro Vicente Maldonado banyak belajar dari La Condamine, dan berhasil membuat peta ilmiah pertama tanah kelahirannya.

Kelihatannya rasa bangga itu begitu dalam dan turut menjadi bagian dari semangat kemerdekaan yang berkobar, serta ingin memberikan warna yang kuat kepada republik baru yang lahir pada tahun 1830 itu.

Mexico City, 7 September 2019

Alun-alun kota Quito. Dokpri
Alun-alun kota Quito. Dokpri

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun