Mohon tunggu...
Evi Siregar
Evi Siregar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen-peneliti

Bekerja di sebuah universitas negeri di Mexico City.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dewa Kelelawar Camazotz, "Drakula" dari Meksiko

22 Mei 2019   08:12 Diperbarui: 8 Juni 2019   16:14 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Topeng Dewa Kelelawar Zapotek (200 Sebelum Masehi-200 Masehi). Museo Nacional de Antropologia. Dok Pribadi

Dari sekian banyak jenis hewan mamalia, kelelawar adalah satu-satunya mamalia yang dapat terbang. Wajahnya sedikit menakutkan sepertinya jahat, tetapi hewan ini memberikan manfaat bagi manusia. 

Salah satunya adalah karena mereka mengkonsumsi hama serangga, sehingga bisa mengurangi kebutuhan kita akan pestisida. Kotoran kelelawar juga dapat digunakan sebagai pupuk. Di beberapa wilayah di Asia dan Pasifik, (daging) kelelawar bahkan dikonsumsi. 

Namun, di Indonesia mengonsumsi (daging) kelelawar sudah dilarang, karena sudah terbukti bahwa hewan ini merupakan agen pembawa berbagai penyakit zoonosis (infeksi yang ditularkan dari hewan kepada manusia; bisa juga sebaliknya). 

Agus Setiyono, Guru Besar IPB, pernah menjelaskan bahwa kebiasaan mengonsumsi (daging) kelelawar dapat meningkatkan risiko penularan penyakit zoonosi dari kelelawar kepada manusia. 

Perlu diantisipasi bahwa sekarang ini telah berkembang jenis virus baru hasil isolasi kelelawar pemakan buah di Indonesia, di antaranya adalah paramyxovirus, alphaherpesvirus, coronovirus, polymavirus, dan bufavirus.

Hasil penelitian tersebut sebenarnya secara tidak langsung (sebenarnya ini hanya sekedar berimajinasi ria saja) mendukung apa yang telah "ditetapkan" masyarakat yang hidup pada masa lalu. 

Dalam banyak budaya, kelelawar selalu dikaitkan dengan kegelapan, kedengkian, kejahatan, sihir, drakula, penghisap darah, dan bahkan kematian. Begitu juga dengan masyarakat di wilayah Mesoamerika. 

Menurut catatan sejarah, orang-orang Zapotek yang bermukim di wilayah Oaxaca, di tenggara Meksiko, menyembah semacam makhluk antropomorfis dengan tubuh manusia dan kepala kelelawar sekitar tahun 100 Sebelum Masehi. 

Imej dewa ini banyak ditemukan di kuburan-kuburan masyarakat Quiche (salah satu suku di dalam budaya Maya) yang mendiami wilayah hutan yang sekarang bernama Guatemala dan Honduras. Orang-orang Quiche mengidentifikasi dewa kelelawar dengan dewa api Zotzilaha Chamalcan.

Namun, menurut Maria Teresa Muoz, di Meksiko pemujaan terhadap dewa kelelawar sudah ada setidaknya tahun 500 Sebelum Masehi. Imej dewa kelelawar ini banyak ditemukan pada patung batu, guci tembikar, lukisan, naskah kuno atau nama tempat. Kelelawar, bersama dengan laba-laba, burung hantu dan kalajengking, biasanya dikaitkan dengan kegelapan, bumi dan kematian.

Menurut cerita masyarakat yang tinggal di tenggara Meksiko, dewa kelelawar yang dimaksud merujuk pada sejenis kelelawar drakula (demodus draculae), satu spesies kelelawar raksasa yang mendiami hutan pada masa pra-Hispanik. 

Referensi lain tentang dewa kelelawar ini ditemukan juga dalam peradaban Nahua yang mendirikan kuil berbentuk tapal kuda untuk ibadah mereka. Altarnya terbuat dari emas murni dan berorientasi ke arah timur. Sayang tidak banyak dokumen tentang hal ini.

Dalam budaya Maya dewa kelelawar dikenal dengan nama camazotz. Camazotz berasal dari kata kame yang berarti 'kematian' dan sotz yang berarti 'kelelawar'. Ia tak lain adalah dewa kematian. Dalam mitologi Maya, Camazotz adalah penguasa kehidupan sekaligus kematian. 

Ia melambangkan malam, kematian, dan pengorbanan. Camazotz digambarkan sebagai manusia dengan kepala dan sayap kelelawar. Gambar hewan suci ini banyak ditemukan dalam hieroglif dan keramik yang berasal lebih dari 2000 tahun yang lalu.

Dalam Popol Vuh (buku suci orang-orang Maya), imej Camazots digambarkan dengan tangan yang memegang pisau yang siap dipakai untuk melakukan pengorbanan dan persembahan darah, dan satu tangan lagi memegang sang korban, yaitu manusia. 

Dalam buku suci orang Maya tersebut diceritakan bahwa kelelawar adalah sejenis malaikat yang turun dari surga untuk memenggal kepala manusia yang masih berwujud kayu yang merupakan ciptaan fase kedua Dewa Tepeu dan Kukulkan. Mereka tidak sempurna dan tidak memiliki perasaan, sehingga harus dimusnahkan. 

Sementara itu, dalam budaya Aztek dikenal dengan nama tzinakan. Menurut kepercayaan orang-orang Aztek, Tzinakan adalah anak dewa Quetzalcoatl dan dewi Xochiquetzal, yang menempati inframundo 'dunia bawah'. 

Ini seperti yang tertulis dalam Codex Borgia, bahwa di inframundo 'dunia bawah' kelelawar adalah hewan yang merobek-robek dan memenggal kepala. Di dalam beberapa codex aztek, tzinakan digambarkan memiliki taring yang panjang, persis seperti vampir (drakula). Berdasarkan catatan sejarah, hewan ini hidup (berdiam) di kuburan-kuburan di wilayah Mesoamerika.

Baik dalam mitologi Maya maupun Aztek, dewa kelelawar sangat ditakuti. Masyarakat Maya dan Aztek menyembahnya sebagai dewa, karena dianggap sebagai pemilik misteri kehidupan dan sekaligus kematian. 

Ia dapat memotong benang kehidupan yang menyatukan tubuh dengan jiwa. Sedemikian hebatnya kekuatan Camazotz, sehingga kehadirannya saja sudah menyebabkan kematian bagi siapapun. Namun demikian, masyarakat Maya dan Aztek juga percaya bahwa dewa kelelawar juga memiliki kekuatan untuk menyembuhkan penyakit apapun.

Apakah kelelawar raksasa atau drakula (demodus draculae) adalah hewan yang menakutkan bagi masyarakat Maya dan Aztek? Mungkin saja hewan-hawan itu pernah menjadi ancaman bagi masyarakat di wilayah Mesoamerika, sehingga mereka menciptakan mitos tentang dewa kelelawar. Apakah Camazotz atau Tzinakan adalah drakula versi masyarakat Maya dan Aztek? Entahlah. Masih diperlukan banyak penelitian untuk membuka tabir ini. 

Namun, ada satu hal penting yang perlu sampaikan. Pada tahun 2014 Warner Bros Entertainment mengumpulkan 30 seniman untuk menginterpretasikan kembali topeng tokoh Batman, dalam rangka merayakan 75 tahun kreasi Batman. 

Christian Pacheco, pemilik Studio Kimbal yang berlokasi di Yukatan, Meksiko, menerima tantangan tersebut. Ia membuat disain topeng Batman dengan motif budaya Maya dan menggunakan referensi Camazotz. 

Bagaimana hasilnya? Menarik sekali. Pada tahun 2015 hasilnya pernah ditampilkan di sebuah eksposisi di Museo Mexicano del Diseno (Mumedi) yang terletak di pusat kota Mexico City. Setelah itu, tak pernah terdengar lagi, entah siapa yang membelinya.
Mexico City, 21 Mei 2019

Imej topeng Batman karya Christian Pacheco (Studio Kimbal)
Imej topeng Batman karya Christian Pacheco (Studio Kimbal)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun