Mohon tunggu...
Evi Siregar
Evi Siregar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen-peneliti

Bekerja di sebuah universitas negeri di Mexico City.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Terjebak Badai di Los Cabos

11 April 2019   05:32 Diperbarui: 30 April 2019   04:33 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kadang kita tak pernah tahu apakah kita bisa menyelesaikan sebuah persoalan, sampai persoalan itu datang. Pengalaman beberapa waktu yang lalu merupakan satu bukti. Ceritanya persis seperti di film-film. Ah, dan ternyata untuk mempertahankan sebuah keputusan atau untuk mengambil sebuah keputusan baru tidaklah mudah, apalagi ketika menyangkut banyak orang. Ini pengalaman saya setelah tiga hari terjebak akibat badai besar.

Hari itu tiba-tiba saya menjadi ketua regu yang terdiri dari delapan orang. Oleh karena sudah tak tahan berada di hotel, terutama karena sudah tiga hari tak ada pasokan air bersih, kami memutuskan untuk pulang tanpa menunggu bantuan datang, dan kami memutuskan untuk pulang melalui bandara lain yang berada di kota La Paz, sekitar tiga jam perjalanan dengan mobil. 

Pertama kami harus keluar dari kompleks perhotelan dan mencari taksi yang mau membawa kami ke kota La Paz. Saat itu sekitar pukul 10 pagi. Taksi merupakan satu-satunya alternatif. Baru pertama kali dalam hidup saya naik taksi untuk menempuh perjalanan tiga jam. 

Sejak awal kami mempunyai masalah: kami tak mempunyai uang tunai cukup, bahkan dua orang di antara kami tak memiliki uang tunai, karena mesin ATM tak berfungsi sejak dua hari yang lalu akibat badai. Listrik mati dan tak ada kontak dengan dunia di luar komplek perhotelan. 

Di samping itu tak ada lagi uang di mesin itu, karena banyak orang ingin mendapatkan uang tunai. Namun, saya katakan kepada mereka berdua bahwa saya bersedia meminjamkan uang tunai saya untuk membayar taksi, dan mereka nanti menggantikannya dengan membayarkan saya biaya yang lain dengan kartu kredit mereka. Done. Kami bertiga setuju.

Lama perjalanan ke kota La Paz memakan waktu sekitar tiga jam. Sepanjang jalan kami sangat gembira, karena berimajinasi kami akan tiba di rumah begitu bisa mencapai bandara. Namun, ketika kami tiba di bandara di kota La Paz, kami semua shock, sebab antrian orang di bandara mencapai ribuan, sementara saya tahu bahwa pesawat yang terbang ke Mexico City hanya 1 kali sehari. 

Saya katakan kepada anggota regu saya (kami tak mengenal satu sama lain, dua di antara mereka pasangan, tetapi semua muda dan baru pertama kali ke Los Cabos) bahwa tidak ada gunanya menunggu pesawat di bandara itu, karena tak ada kepastian kapan bisa pulang (saya sendiri memang harus pulang cepat-cepat, karena harus masuk kantor). 

Kami akhirnya mengambil keputusan pergi ke pelabuhan di kota itu. Rencana baru saat itu adalah naik ferry dari pelabuhan di La Paz. Ada dua alternatif, ke kota Mazatlan atau Los Mochis. Ketika kami tiba di pelabuhan, kami harus cepat mengambil keputusan ke kota mana harus pergi (karena dalam setengah jam ada kapal tujuan Los Mochis yang akan berangkat dan tak ada kapal lagi yang berangkat hari itu). 

Setelah menimbang banyak hal, akhirnya kami memutuskan pergi ke Los Mochis, dan dari sana pergi ke Culiacn. Di kota ini ada bandara dan pesawat yang terbang ke Mexico City. Namun, ketika kami hendak membeli tiket ferry, kami hampir saja menangis, karena tiket harus dibeli dengan uang tunai. Saya akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan kepala pelabuhan, dan menceritakan keadaan kami bahwa kami korban badai di Los Cabos dan tak memiliki uang tunai untuk membeli tiket ferry, serta memohon bantuan kepala pelabuhan. 

Atas kebaikan hati kepala pelabuhan (juga karena ada instruksi dari pemerintah untuk menolong para korban badai Los Cabos), kami diperbolehkan naik kapal dan membayar tiket ferry di seberang (dengan kartu kredit). Alhamdulillah. Semua orang gembira dan bisa naik kapal laut yang cukup bagus.

Perjalanan menuju Los Mochis cukup panjang dan melelahkan, dibutuhkan waktu delapan jam untuk menyeberang, tetapi kami semua gembira. Ketika tiba di pelabuhan Los Mochis waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. 

Perjuangan masih belum selesai. Kami harus mendapatkan hotel untuk bermalam dan keesokan harinya naik bus menuju bandara di kota Culiacn. Ternyata bukan hanya perjuangan untuk mendapatkan hotel, melainkan juga untuk mendapatkan taksi yang bisa membawa kami mencari hotel. 

Persoalan lain adalah Los Mochis bukanlah daerah yang aman untuk kami yang sebagian besar orang asing dan tak mengenal daerah itu. Saya katakan kepada teman-teman saya untuk berdoa, meskipun mereka tak percaya pada tuhan. Benar-benar berdoa agar bisa selamat sampai di rumah.

Setelah menunggu lebih dari satu jam, kami mendapatkan dua taksi yang mau membawa kami mencari hotel. Hotel pertama yang kami temukan penuh. Kami pun mencari hotel lain. Alhamdulillah hotel ketiga yang kami temukan bisa menerima kami semua. 

Ketika urusan bayar-membayar tiba, saya shock karena hotel tak menerima kartu kredit saya. Dua orang yang saya pinjami uang tunai menawarkan bantuan mereka untuk membayarkan hotel dengan kartu kredit mereka, sebagai pengganti uang yang telah saya keluarkan. Kami tak tak menghitung berapa jumlah uang yang telah saya dan mereka keluarkan. Yang kami pikirkan adalah saling menolong.

Lega sudah. Akhirnya kami mendapatkan air bersih untuk mandi, setelah tiga hari tak mandi dan badan kotor serta gatal-gatal karena banjir akibat badai. Baru sekarang saya bisa merasakan menjadi korban bencana alam, terbayang bagaimana orang-orang miskin korban badai atau banjir di satu daerah, mereka bisa pergi ke mana? Kalau saya dan yang lainnya tinggal pulang ke rumah masing-masing, tetapi penduduk di sebuah desa yang memang itu rumah mereka, bagaimana?

Setelah mandi, saya cepat-cepat membuka internet untuk dapat membeli tiket pesawat baru. Mudah-mudahan saja ada. Dua orang lainnya juga mencoba membeli tiket baru. Lima orang lainnya berpikir untuk membuat schedule baru tiket mereka. 

Alhamdulillah kami bertiga bisa membeli tiket baru ke Mexico City. Awalnya, hanya kami bertiga yang membeli tiket baru yang pergi ke bandara di Culiacan keesokan paginya. Naik bus sekitar 3 jam. 

Lima lainnya menunggu di Los Mochis sampai bisa mendapatkan schedule baru, karena mereka pulang ke Houston. Namun, saya mengusulkan untuk ikut pergi bersama ke bandara dan mencoba menukar tiket di bandara (dan kalaupun tidak bisa mendapatkan schedule baru hari itu, berada di Culiacn lebih baik daripada di Los Mochis). Mereka pun setuju. Kami pun beristirahat dan bisa tidur selama 3 jam, lumayanlah.

Pagi-pagi, setelah sarapan, kami cepat-cepat berangkat ke terminal bus dan untunglah bisa mendapatkan bus dengan jadwal keberangkatan yang cocok agar bisa tiba di bandara paling tidak 40 menit sebelumnya, kami bertiga naik pesawat jam 2 siang. Sepanjang perjalanan dari Los Mochis saya dag-dig-dug, karena bus berjalan sangat lambat.

Sekitar jam 12 kami tiba di terminal bus kota Culiacan. Dari sana masih harus naik taksi ke bandara. Kami semua berlari-lari turun dari bus dan langsung mencari taksi. Dapat dua taksi, dan kami meminta kepada supir taksi untuk secepatnya tiba di bandara. Sekali lagi alhamdulillah. Kami bisa tiba di bandara dengan waktu yang cukup, satu jam sebelum waktu penerbangan.

Sambil mengurus check-in saya bercerita kepada petugas maskapai bahwa kami korban badai Los Cabos dan 5 orang dari kami harus membuat schedule baru untuk pulang. Kebetulan kelima orang itu juga naik maskapai yang sama dengan saya dan dua orang lainnya. Saya meminta petugas maskapai untuk menolong kelima orang itu, dan kalau memungkinkan bisa terbang hari yang sama bersama saya dan dua orang lainnya. 

Rupanya tuhan mendengar doa kami. Ada empat kursi kelas ekonomi dan dua kursi kelas bisnis kosong saat itu. Kelima teman saya itu bisa dibuatkan tiket baru dan naik pesawat yang sama sampai ke Mexico City. Namun, karena hanya ada 4 kursi, maka kursi saya diberikan kepada mereka, dan sebagai pengganti saya diberikan kursi kelas bisnis. Oh my God!

Akhirnya kami berdelapan bisa naik pesawat yang sama menuju Mexico City. Dari awal sampai akhir kami terus bisa bersama. Tiga dari kami turun di Mexico City, sementara lima lainnya meneruskan perjalanan pulang ke Houston. Kami berpisah di bandara Mexico City. Semua memeluk saya dengan erat dan dengan perasaan haru serta rasa terima kasih. 

Saya berterima kasih kepada tuhan yang telah mendengarkan dan mengabulkan doa saya dan kami semua, yaitu selamat sampai di rumah. Dari pengalaman ini saya belajar sesuatu yang baru, bahwa sebuah musibah merupakan sebuah pelajaran yang sangat berharga dalam hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun