Namun, gagasan strategi ini belum begitu jelas, sampai akhirnya Mayer (1988) mengusulkan bahwa istilah strategi yang berfokus pada pembelajar bahasa mengacu pada "perilaku siswa yang mempengaruhi mereka dalam proses mendapatkan informasi".Â
Mayer (1988) menjelaskan bahwa strategi ini terkait dengan empat komponen, yaitu "instruksi, proses pembelajaran, hasil pembelajaran dan kinerja" (h.14). Sementara itu, Dansereau (1985) menekankan bahwa tujuan dari strategi ini secara umum adalah untuk memaksimalkan potensi dalam proses pembelajaran (dari pihak siswa atau pembelajar), karena strategi pembelajaran yang efektif mengacu pada serangkaian proses dan langkah yang dapat memfasilitasi perolehan, penyimpanan dan atau penggunaan informasi.Â
Terlepas dari kenyataan bahwa ada banyak kritik terhadap strategi tersebut dan bahwa masih perlu dilakukan banyak penelitian mengenai pembelajaran dan pengajaran L2, pendekatan ini cukup dipertimbangkan secara serius.Â
Alasan-alasannya adalah: pertama, karena strategi tersebut dapat didefinisikan sebagai aktivitas-aktifitas yang dapat digunakan sebagai respons terhadap masalah pembelajaran dan pengajaran bahasa; kedua, karena strategi tersebut terbukti dapat meningkatkan keberhasilan belajar, dapat diajarkan secara eksplisit, dapat diakses siswa/pembelajar, dan didokumentasikan para peneliti (Macaro dan Cohen, 2010, h. 27-28).
Dalam proses akuisisi L1 (bahasa ibu atau bahasa pertama), Chomsky (1965) menyebutkan bahwa secara alami manusia memiliki kapasitas yang sama untuk memperoleh pengetahuan bahasa. Artinya, seorang anak yang lahir di Cina, secara alami mampu memperoleh bahasa Cina. Dan jika anak itu lahir di Arab Saudi atau di Rusia, secara alami dia bisa memperoleh bahasa Arab atau Rusia.Â
Chomsky (1972), melalui teorinya tentang kompetensi linguistik, menjelaskan bahwa dalam proses produksi dan persepsi bahasa di dalam otak seorang pembicara, yang pertama terjadi adalah "berkonsultasi" kepada struktur kalimat (sintaks), sebelum memilih kata-kata (kosakata) yang akan digunakan untuk mengekspresikan ide-ide.Â
Meskipun teori tatabahasa generatif Chomsky banyak dikritik, teori ini telah menjadi salah satu teori terpenting sepanjang sejarah, terutama untuk menjelaskan proses akuisisi konseptual bahasa.
Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana dalam proses akuisisi L2? Apakah sama dengan L1? VanPatten dan Williams (2015) berpikir bahwa "fitur luar biasa dari akuisisi L2 yang membedakan pembelajaran L1 adalah bahwa siswa/pembelajar sudah mengetahui L1, yang harus diatasi dalam proses akuisisi L2" (h. 19).Â
Kedua peneliti tersebut berpendapat bahwa, dari sudut pandang behaviorisme dan linguistik struktural, akuisisi L2 dilihat sebagai akuisisi perilaku baru, sebuah proses yang dihalangi L1. Mengapa L1 menghalangi prosesnya? Mereka menjelaskan bahwa agar berhasil mendapatkan L2, L1 harus diatasi, tetapi hasilnya tidak segera pada saat itu juga.Â
Kegagalan sering terjadi, dan itu terjadi di dalam proses transfer, karena ada jarak antara L2 dan L1. Jika L2 dan L1 serupa, jaraknya pendek atau kecil; sebaliknya, jika L2 dan L1 berbeda, jaraknya panjang atau besar. Jarak ini menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dalam proses transfer.
Tentu saja, perolehan bahasa, seperti pengetahuan lainnya, tidak hanya didapat melalui proses empiris sederhana, tetapi juga melalui proses kognitif; atau dengan kata lain, pemerolehan bahasa harus melalui proses pembelajaran.Â