Mohon tunggu...
Evi Siregar
Evi Siregar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen-peneliti

Bekerja di sebuah universitas negeri di Mexico City.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pulang Kampung, Masih Perlukah untuk Terus Ditanamkan?

1 Februari 2019   00:43 Diperbarui: 30 April 2019   04:43 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto: Evi Siregar

Saat ini, setelah hampir dua dekade memasuki abad ke-21, mungkin cukup banyak orang berpikir untuk tidak pulang kampung pada waktu lebaran karena berbagai alasan, seperti sulitnya mendapatkan karcis kereta api atau mahalnya tiket pesawat terbang dan makin repotnya mudik serta macet di jalan. Bayangkan saja, menurut data Kemenhub pada tahun 2017 tercatat hampir 19 juta pemudik di seluruh Indonesia. 

Apalagi, sistem komunikasi saat ini sudah jauh lebih baik, sehingga pertemuan (tatap muka) dengan orangtua atau saudara dapat dilakukan lewat whatsapp video misalnya. Makin tingginya pengeluaran biaya pulang kampung, belum lagi biaya yang harus dikeluarkan selama bulan puasa dan untuk keperluan perayaan lebaran, sementara biaya kehidupan lainnya pun harus dipenuhi, menambah orang mulai berpikir untuk tidak pulang kampung, atau paling tidak, tidak dilakukan pada setiap tahun.

Kalau kita renungkan semua itu, dan jika kita menimbang-nimbang untuk memutuskan mudik atau tidak berdasarkan perhitungan angka, memang benar mungkin tradisi mudik harus dipikirkan kembali manfaatnya. Biaya keluarga (terutama sekolah anak-anak) harus menjadi prioritas. Namun demikian, hendaklah kita juga berpikir dan menilai arti mudik dari berbagai sudut.

Kita manusia adalah makhluk sosial dan menjalin hubungan dengan orang lain (orangtua, saudara, sanak keluarga dan handai tolan) merupakan faktor penting dan tetap harus dipertahankan. Jangan sampai masyarakat Indonesia menjadi sebuah masyarakat yang individualis. Alangkah menyedihkan jika itu terjadi pada masyarakat kita. 

Coba kita tengok masyarakat di negara-negara yang individualismenya sangat tinggi. Sutradara Michael Haneke pernah membuat kritik keras individualisme yang terjadi dalam masyarakat kini lewat filmnya Amour (2012), yang dibintangi Jean-Louis Trintignant, Emanuelle Riva, dan Isabelle Huppert.

Di Indonesia tradisi mudik sudah menjadi sebuah identitas budayanya. Dan, ini merupakan tradisi yang sangat baik untuk menjaga hubungan kekerabatan (terutama dengan orangtua dan saudara). Manfaat mudik bukan itu saja. Kalau kita analisis secara menyeluruh dari sisi ekonomi, manfaatnya sangat luar biasa. 

Menurut data yang dikeluarkan Bank Indonesia, distribusi dana yang datang dari kota ke desa pada tahun 2016 tercatat mencapai 160 triliun rupiah. Ini adalah angka yang besar sekali. Meski hanya bersifat short-term, angka ini mampu mendongkrak perekonomian desa dan dapat menjadi faktor untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi pedesaan. 

Jadi, di balik segala permasalahan yang muncul, mudik merupakan waktu yang sangat menguntungkan untuk perekonomian, bahkan bisa jadi dapat menjelma menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi antara kota dan desa. Mudik dapat pula kita lihat sebagai sarana untuk mendistribusikan kekayaan.

Lalu bagaimana dengan diaspora Indonesia? Tentu saja kita juga harus pulang kampung. Bukan hanya berguna agar silaturahmi kekeluargaan dan pertemanan terus akan langgeng, anak cucu sebagai generasi kita tidak kehilangan identitas budaya Indonesianya. 

Apalagi, jika kemudian ini dapat memicu naiknya devisa negara. Menurut pernyataan yang pernah dilontarkan pada pertemuan Diaspora Indonesia Pertama yang diselenggarakan di Los Angeles pada Juli 2012, jumlah diaspora Indonesia diperkirakan mencapai 6 juta. 

Nah, kalau 10% saja yang selalu pulang kampung setiap tahunnya dan setiap orang membelanjakan uangnya di Indonesia sedikitnya 1000 USD setiap kali pulang, paling tidak ini sudah dapat meningkatkan pendapatan sektor pariwisata. Ayo, kita gencarkan budaya pulang kampung ini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun