Allah SWT berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَࣖ
"Dan janganlah kamu menikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh hambaya sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran." (QS. Al-Baqarah: 221)
Menurut Ibnu Katsir (w. 1373) dalam tafsirnya, ayat ini merupakan pengharaman dari Allah SWT kepada kaum mukminin untuk menikahi perempuan-perempuan musyrik dari kalangan para penyembah berhala. Kemudian jika makna yang dikehendaki bersifat umum, maka termasuk ke dalamnya setiap perempuan musyrik dari kalangan Ahlul Kitab maupun penyembah berhala.
Ahlul kitab, orang-orang yang mempunyai kitab adalah sebutan bagi komunitas yang mempercayai dan berpegang kepada agama yang memiliki kitab suci yang berasal dari Tuhan selain Al-Quran, ulama tafsir dan fiqh sepakat menyatakan komunitas Yahudi dan Nasrani adalah ahlul kitab, sedangkan komunitas lainnya diperselisihkan. Al-Quran menyebutkan kaum Yahudi dan Nasrani dengan panggilan ahlul kitab untuk membedakan mereka dari kaum penyembah berhala.
Dalam tafsirnya mengenai ayat ini, al-Maraghi (w. 1952) menjelaskan bahwa janganlah kalian menikahi perempuan-perempuan musyrik yang tidak memiliki kitab, sehingga mereka mau beriman kepada Allah dan membenarkan Nabi Muhammad SAW.
Adapun pengecualian seorang lelaki muslim boleh menikahi ahlul kitab yang terdapat pada QS. Al-Maidah: 5.
وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ
"(Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kalian, bila kalian telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina." (QS. Al-Maidah: 5)
Syekh Ali Ahmad Aljurjawi mengatakan, ahli kitab adalah mereka yang menganut agama samawi yang diturunkan oleh Allah, hingga mereka lebih dekat dengah hidayah, ketika mendapat argumentasi yang jelas. Berbeda dengan orang musyrik yang menganut agama hasil pemikiran dan dugaan-dugaan seperti menyembah berhala, batu, api, binatang dan sebagainya.