Setelah sekian kali mencari, akhirnya bertemu juga kita dengan Gudeg Yogya yang bisa diandalkan untuk sarapan pagi. Larisnya bukan main dan akibatnya jalan yang harusnya dipakai untuk jalan orang terpaksa jadi ajang untuk menyantap gudeg ini. "Kalau cari Gudeg, coba cari penjual gudeg yang paling laris, pasti rasanya enak", begitu kata kawanku ketika aku menyampaikan bahwa di Jababeka susah mencari Gudeg yang sesuai seleraku. Pernah suatu kali aku beli di dua tempat yang kuanggap laris. Tenryata rasanya masih jauh dari yang kuharapkan. Lucunya, saat aku nongkrong ke warung yang kubeli, ternyata warung satunya itu pemiliknya adalah warung yang satunya lagi. Pantes saja rasanya sama-sama gak nendang. Sebagai orang Yogya, aku dari kecil memang sudah terbiasa makan gudeg, sehingga gudeg yang kurang sesuai dengan cita rasa gudegku akan kuanggap tidak memenuhi seleraku.
Pagi ini, bersama Lilo, aku akhirnya menemukan penjual gudeg yang sesuai dengan kriteriaku. Memang tidak Yogya banget, sudah banyak variasi rasanya, tetapi aroma kelezatan gudeg Yogya masih terbawa dalam sajiannya.
Suasana yang laris manis di warung ini sedikit banyak membuat aku makin bernafsu untuk menyantap gudeg ini, dan begitu kubuka bungkusan gudeg ini, maka aroma gudeg langsung memenuhi wajahku. Tak usah menunggu lama, dalam kisaran 5 menit saja, satu porsi gudeg itu sudah bersarang di dalam perutku. Kalaulah aku boleh memberi kritik, sebaiknya di sambel kreceknya dibuat lebih pedas lagi. Selain itu, semua sajian boleh dikata sudah memenuhi syarat untuk ditawarkan ke para pembeli yang lain.
Harga untuk satu bungkus nasi gudeg dengan lauk satu butir telor dan satu paha ayam, tanpa tempe dan tahu adalah 10 ribu. Rasanya harga itu cukup pantas untuk segmen pasar di Jababeka. Tiga orang yang melayani pembeli rasanya juga sudah cukup, tinggal pemilik warung ini yang perlu sesekali ikut campur di saat pembeli begitu banyak yang antri dan tidak ketahuan lagi yang mana yang duluan antri. Pengalaman di Yogya, ada warung lesehan yang luar biasa laris, tetapi sang manajer (pemilik warung) sambil menerima pembayaran tetap dapat ikut membantu penjualan dan ikut memantau siapa yang duluan antri. Ini suatu hal yang sederhana tetapi bisa menjadi hal yang penting, karena ada yang merasa dilecehkan saat dia sudah lama antri dan tidak segera dilayani, sementara itu yang tahu-tahu datang sudah langsung dilayani.
+++ Dimuat juga di Blog Pribadi : Ketemu Gudeg Yang Cocok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Foodie Selengkapnya