Di kelompoknya, Buaya makin geram dengan tingkah laku Cicak yang makin tidak mau diatur lagi. Merekapun mulai merancang segala macam upaya untuk menundukkan Cicak. Para Cicak yang bersuara keras mereka tangkap dan mereka beri dua pilihan.
Pilihan Pertama, para Cicak terus bersuara keras dan akibatnya tahu sendiri atau memilih yang kedua yaitu bersuara lunak dan menjadi pengikut kebijakan para buaya.
Kebanyakan para cicak tidak takut dengan segala ancaman dari para Buaya. Merekapun tetap teguh dengan idealismenya dan rela menerima segala macam akibatnya. Penjara Buaya menjadi penjara suci buat mereka.
Para Buaya yang mengaku lebih berpendidikan ini akhirnya mencoba membuat alternatif ketiga. Para Cicak dipersilahkan tetap bersuara keras, tetapi mereka diberikan skenario untuk mengarahkan para Cicak, sehingga para Buaya sudah mempunyai "antivirusnya"
Melalui pihak ketiga, para Buaya ini akhirnya berhasil merekrut para Cicak yang bersuara keras namun sudah sesuai dengan skenario yang dibuat oleh para Buaya.
Para Buayapun bisa tampil lebih trengginas karena mitra tandingnya sudah diketahui arah tembakannya. Semua perdebatan di depan publik jadi semakin seru karena sudah diskenariokan awal dan akhirnya. Para Cicak yang tidak tahu apa-apa tinggal bersorak-sorak sesuai panduan para senior Cicak yang sudah "terbeli".
Begitulah akhir dari pertarungan yang tak kenal henti dari Buaya melawan Cicak. Terbuktilah sudah bahwa Cicak memang perlu Buaya !
+++
Semua cerita diatas hanya fiktif belaka. Kalau ada kesamaan nama atau adegan itu hanya kebetulan belaka. Cerita ini dibuat oleh Komandan Buaya atas ilham dari seorang Cicak yang sudah "tobat".
+++
Mas Cicak tersenyum manis membaca cerita karya Komandan Buaya di atas.