Mohon tunggu...
Esha Cinta Nayuana Putri
Esha Cinta Nayuana Putri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Program Studi Pendidikan IPS

Saya memiliki hobi bermain bulu tangkis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hereditas dan Lingkungan Dalam Proses Perkembangan

7 November 2024   05:25 Diperbarui: 7 November 2024   07:16 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hereditas adalah proses penurunan sifat-sifat dari induk kepada keturunannya melalui genetika. Gen-gen yang terkandung dalam DNA dapat memengaruhi karakteristik individu sebagai fenotip yang dapat diobservasi. Hereditas juga mempengaruhi perkembangan, intelektual, dan karakter manusia. Anak akan mewarisi sifat-sifat dari kedua orang tuanya, baik moral, kinestetik. maupun intelektual, sejak masa kelahirannya. Ada tiga teori tentang hereditas yaitu teori partiality, coalition, dan association.

Lingkungan juga memainkan peran besar dalam pembentukan individu, terbagi menjadi fisiologis, psikologis, dan sosio-kultural. Lingkungan yang baik dapat membatasi atau mendorong pembawaan yang baik, tetapi tidak dapat mengganti atau mengubah secara signifikan sifat-sifat yang diwariskan melalui hereditas. Baik hereditas maupun lingkungan, menjadi faktor utama dalam membentuk individu dan mengarahkan perkembangan manusia.

John Locke, seorang filsuf asal Inggris, mempelopori Teori Empirisme yang menjelaskan bahwa manusia saat lahir merupakan "kertas putih" yang akan ditulis oleh pengalaman dari lingkungan sekitarnya, menunjukkan bahwa faktor lingkungan memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan individu. Locke menentang doktrin ide bawaan dan karakter asli dalam pemikiran manusia, percaya bahwa pengalaman dan pendidikan adalah kunci utama dalam mengubah manusia.

Di sisi lain, Arthur Schopenhauer, seorang filsuf Jerman, merupakan pendukung Teori Nativisme yang menyatakan bahwa faktor-faktor bawaan yang diterima sejak lahir memiliki peran dominan dalam perkembangan individu, baik dari segi genetik maupun faktor keturunan. Schopenhauer menekankan bahwa lingkungan tidak memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan anak, karena kualitas baik atau buruk seseorang sudah ditentukan sejak lahir.

William Louis Stern, seorang psikolog dan filsuf Jerman, mengemukakan Teori Konvergensi yang menggabungkan konsep dari Empirisme dan Nativisme. Menurut Stern, anak lahir dengan bakat baik dan buruk, namun perkembangannya akan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Teori ini menekankan pentingnya peran baik hereditas maupun lingkungan dalam proses perkembangan individu, menyoroti bahwa lingkungan pendidikan yang sesuai akan membantu bakat seseorang berkembang dengan baik.

Dengan demikian, pemikiran-pemikiran ini menggambarkan kompleksitas dalam proses perkembangan individu, di mana faktor hereditas dan lingkungan memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan kualitas seseorang. Para filsuf ini menunjukkan bahwa baik pengalaman, bawaan, maupun lingkungan memiliki kontribusi yang berbeda-beda dalam pembentukan individu yang unik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun