Mohon tunggu...
Said Mustafa Husin
Said Mustafa Husin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, pemerhati kebijakan dan wacana sosial, penulis profil tokoh dan daerah, environmental activists.

Freelance, pemerhati kebijakan dan wacana sosial, penulis profil tokoh dan daerah, environmental activists.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Rupiah Melemah, Benarkah Pemerintah Diam?

7 Maret 2018   16:08 Diperbarui: 9 Maret 2018   16:09 1984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)

Beberapa hari lalu, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon melontarkan sindiran yang cukup tajam. Sindirian itu dilontarkan Fadli kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lantaran dianggap tak bisa menjaga nilai tukar atau kurs rupiah yang tertekan dari dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa waktu terakhir.

Menurut Fadli, pemerintah hanya diam saja kala rupiah terpuruk hingga ke kisaran Rp13.700 per dolar AS pada pekan lalu. Padahal, kata Fadli pemerintah seharusnya turut melakukan langkah-langkah untuk menstabilkan kurs rupiah. Untuk itu, Sri Mulyani diminta memikirkan rupiah yang melemah ini.

"Saya kira ini harus diatasi oleh pemerintah karena membahayakan bagi ekonomi. Suruh mereka mikir, kan Menteri Keuangan terbaik sedunia. Coba suruh memikirkan rupiah yang melemah ini," ucap Fadli di Gedung DPR/MPR, Senin (5/3/2018) dikutip CNN Indonesia.

Disindir Fadli Zon, Menteri Keuangan Sri Mulyani bukannya risih. Menteri Keuangan terbaik di dunia itu justeru menanggapinya santai aja. Malah Sri Mulyani terkesan tidak mau terlalu menanggapi sindirian Fadli Zon.

Menurut Sri Mulyani, saat ini dirinya tengah fokus untuk menjaga agar APBN dalam kondisi baik. Termasuk dalam hal penerimaan, belanja, kemudian kaitannya dengan harga minyak dan kurs rupiah sejauh ini masih dalam jalur yang baik.

"Kondisi APBN dua bulan pertama tahun ini sangat positif. Fondasi APBN akan dijaga supaya mampu menahan arus dari luar. Kalau saya harus menyelesaikan apa yang dilakukan Amerika ya bukan saya lah," kilah Sri Mulyani di Istana Negara, Selasa (6/3 seperti dikutip Republika.co.id.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta memang terus melemah sejak sebulan lampau. Bahkan pada transaksi Selasa (6/3/) nilai tukar rupiah kembali ditutup melemah 14 poin, meski sempat dibuka rebound pada pembukaan pagi.

Seperti dilaporkan Bisnis.com, pergerakan rupiah berbalik melemah di akhir perdagangan, setelah Selasa pagi rupiah dibuka menguat 21 poin atau 0,15% ke posisi Rp13.741 per dolar AS. Penguatan rupiah sempat bertahan hingga akhir sesi I Selasa siang. Namun nilai tukar rupiah pada Selasa siang kembali melemah hingga menembus level Rp13.770 per dolar AS.

Analis Monex Investindo Futures, Faisyal mengatakan, pelemahan rupiah disebabkan sentimen penguatan dolar AS masih terus terjaga setelah AS merilis data tenaga kerja dan indeks upah di Amerika Serikat yang lebih baik dari estimasi.

Faisyal mengatakan, penguatan dolar AS juga mendapatkan dukungan setelah The Fed dalam Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mensinyalkan kepercayaan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi di AS.

Sedangkan Reza Priyambada, Analis Binaartha Sekuritas, mengatakan, harga minyak mentah dunia yang mengalami pelemahan turut mempengaruhi mata uang komoditas, salah satunya rupiah.

Melemahnya rupiah memang membuat banyak pihak sangat risih. Padahal kondisi rupiah yang terus melemah tidak pula berdampak buruk secara merata di seluruh sektor. Artinya tak semua pengusaha dirugikan oleh kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika saat ini.

Beberapa sektor usaha, bahkan justru diuntungkan. Ketua umum Kadin Rosan Perkasa Roeslani menyebut, perusahaan-perusahaan berbasis ekspor, seperti tambang dan kelapa sawit justru tengah sumringah dengan kondisi rupiah saat ini. Alasannya, perusahaan-perusahaan tersebut memperoleh pendapatan dalam dolar AS.

"Ada pengusaha yang senang dolar menguat, seperti perusahaan yang berbasis ekspor, misalnya tambang dan sawit. Kalau dolar naik, mereka senang. Jadi, tergantung bicara dengan yang mana. Kalau yang ekspor tentu lebih senang karena mereka cost-nya dalam rupiah," kata Rosan kepada CNN Indonesia di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (6/3/2018)

Namun demikian tentu sulit pula disangkal bahwa dengan melemahnya rupiah akan menimbulkan dampak negatif pada beberapa sektor di Indonesia. Antara lain sektor perdagangan, pertanian dan pariwisata. Dan ini tentu akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.

Dari berbagai catatan yang dirangkum, melemahnya rupiah akan berpengaruh terhadap kenaikan harga bahan kebutuhan pokok dan harga barang terutama yang menggunakan bahan baku impor seperti susu, detergen, biskuit, sampo dan lainnya.

Melemahnya rupiah juga akan memicu timbulnya inflasi. Hal ini disebabkan para peritel berbelanja barang di saat rupiah melemah. Sehingga, pengeluaran biaya akan membengkak. Situasi tersebut berimplikasi pada stabilitas ekonomi makro, yaitu inflasi. Timbulnya inflasi ini dapat menggerus kondisi finansial masyarakat.

Melemahnya rupiah juga berdampak pada peningkatan beban anggaran negara. Ketika rupiah melemah maka beban anggaran negara meningkat maka terjadi defisit yang kian melebar. Bahkan melemahnya rupiah bisa menyebabkan terjadinya peningkatan beban utang pemerintah dan korporasi. Pasalnya, setiap depresi Rp 100 per dolar AS, biaya bunga utang negara naik Rp 207 miliar.

Begitu banyak dampak negatif yang timbul akibat melemahnya rupiah. Bahkan melemahnya rupiah juga akan mengamcam pemutusan hubungan kerja terutama untuk industri yang bergantung pada bahan baku impor. Sehingga melemahnya rupiah juga bisa berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran.

Sederetan dampak negatif itulah tampaknya yang membuat cemas Fadli Zon, sehingga Wakil Ketua DPR RI itu menyindir Sri Mulyani "berpangku tangan" soal rupiah. Malah Fadli menuding pemerintah diam saja kala rupiah terpuruk ke level Rp 13.770 per dolar AS. Pemerintah kata Fadli harus memikirkan langkah-langkah untuk menstabilkan kurs rupiah. Tapi benarkah pemerintah diam? (Said Mustafa Husin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun