Kasus pembunuhan wartawan sebenarnya bukan saja terjadi di Guatemala tapi terjadi di banyak negara di dunia ini. Bahkan di negara yang sudah menerapkan aturan yang melindungi wartawan, juga sering terjadi pembunuhan terhadap wartawan. Lantas apa penyebab munculnya tindakan kekerasan terhadap wartawan.
Merujuk kepada kondisi itu, tampaknya kita perlu sepakat dengan pendapat bahwa aksi kekerasan terhadap wartawan bukan karena negara belum menerapakan aturan yang melindungi wartawan. Aksi kekerasan itu terjadi karena sistem demokrasi negara itu masih amburadul.
Lantas bagaimana sistem demokrasi di Guatemala
Dari berbagai catatan yang dihimpun, Guatemala ini dulunya memang dipimpin diktator militer Jurge Ubico sejak 1931. Namun masa emas kediktatoran Ubico berakhir pada bulan Juni 1944. Ini disebabkan di negeri itu muncul aksi pemogokan besar-besaran oleh rakyat yang sudah muak dengan pemerintahan diktator.
Posisi Ubico digantikan Federico Ponce Vaides. Namun Vaides tidak bertahan lama di kursi pemerintahan. Kediktatorannya digulingkan oleh gerakan rakyat yang disebut Revolusi Oktober. Dibelakang Revolusi Oktober ada mahasiswa, tentara dan simpatisan liberal yang menginginkan perubahan sosial politik yang lebih radikal.
Revolusi Oktober menggagas pemilu nasional pada 1945 dan pemenangnya Juan Jose Arevalo yang kemudian menjadi presiden Guatemala hingga 1951. Dalam pemilu berikutnya, Guatemala dipimpin presiden yang juga terpilih secara demokratis, Kolonel Jacobo Arbenz. Presiden Arbenz ini didukung kekuatan massa sayap kiri.
Inilah yang membuat kekhawatiran Amerika. Guatemala diamati mulai menuju komunisme. Pemerintah AS melihat pemerintahan Arbenz mulai mengembangkan pengaruh komunisme. Pada 1952, Árbenz memulai sebuah program reformasi pertanian yang mengalihkan lahan tak tertanam dari para tuan tanah besar ke para buruh miskin.
Atas kekhawatiran itu, lalu pada 1954, Amerika Serikat menyusun aksi kudeta yang dikendalikan CIA untuk menggulingkan presiden Jacobo Arbenz. Aksi kudeta yang diberi kode PBSUCCESS itu berhasil. Amerika pun mendudukkan diktator Carlos Castillo Armas. Kediktatoran pun berlarut-larut dalam pemerintahan Guatemala.
Masa kediktatoran berakhir ketika pengadilan Guatemala menjatuhkan vonis 50 tahun penjara untuk mantan diktator Guetemala, Efraín Ríos Montt pada Mei 2013 lalu. Efrain dianggap bertanggung jawab atas pembantaian 1771 orang masyarakat adat keturunan Indian Maya di tahun 1980-an.
Keputusan pengadilan terhadap mantan dikatator yang kejam itu bagi rakyat Guatemala merupakan kemenangan besar bagi demokrasi dan penegakan HAM. Apalagi, ini pertama kalinya mantan kepala negara dinyatakan bersalah atas kejahatan genosida di negerinya sendiri. Namun demikian, demokrasi belum tertata baik di Guatemala sampai saat ini.
Akibatnya kekerasan terhadap wartawan pun masih saja terjadi sampai saat ini. Kendati begitu, pengusutan terhadap kasus pembantaian wartawan di Guatemala tetap diselidiki dengan serius. Buktinya Julio Juarez Armirez, anggota kongres dan mantan wali kota itu, kini sudah ditahan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya merencanakan pembunuhan wartawan.