Mohon tunggu...
Esdras Idialfero Ginting
Esdras Idialfero Ginting Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penggila Pantai

Hidup Sehat Tanpa Narkoba

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Narkoba dan Laju Perceraian

11 Agustus 2019   22:41 Diperbarui: 25 Juni 2021   06:35 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Narkoba dan Laju Perceraian | ilustrasi: www.rakyatpos.com

Perceraian merupakan sesuatu yang paling tidak diinginkan dalam sebuah perkawinan. Namun terkadang hal itu tak terhindarkan meski semua cara telah ditempuh. Eksesnya, biduk rumah tangga yang karam berdampak negatif terutama pada aspek psikologis dan tumbuh-kembang anak.

Di Medan, menurut data Pengadilan Agama Medan sepanjang tahun 2018 ada sebanyak 3.375 perkara perceraian yang ditangani. Menariknya kebanyakan gugatan justru dilayangkan pihak istri yaitu sebanyak 2.620 sedangkan talak oleh pihak suami hanya 755 perkara. Adapun faktor paling dominan penyebab perceraian yakni perselisihan atau pertengkaran yang diakibatkan pengaruh narkoba (Tribun Medan, 13/2/2019).

Data tersebut menunjukkan betapa eratnya kaitan antara perceraian dengan narkoba. Jika ada narkoba di antara pasangan suami-istri maka bisa ditebak, buntutnya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Hal itu masuk akal jika kita melihat pengaruh adiksi. Seseorang yang telah diperbudak narkoba tidak peduli lagi dengan keutuhan rumah tangganya. Mereka biasanya hanya akan mementingkan pemenuhan kebutuhan zat dan mengabaikan keluarga. Otaknya seperti sudah diprogram untuk mencari narkoba terus-menerus dengan dosis yang semakin meningkat.

Karena bekerja pada otak, narkotika mengubah suasana perasaan, cara berpikir, kesadaran dan perilaku pemakainya. Itulah sebabnya narkotika disebut zat psikoaktif. Zat ini dapat mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap beberapa neurotransmitter.

Baca juga: Narkoba dan Obat Terlarang Masih Mengintai Nyawa Kita

Dilihat dari efeknya, narkoba bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu depresan, stimulan dan halusinogen. Narkoba kelompok depresan akan menekan fungsi saraf sehingga membuat si pecandu mengantuk dan 'fly'. Zat ini terdapat pada opiad/morfin, kodein, petidin serta putaw.

Pecandu dengan efek seperti itu akan hidup bermalas-malasan bahkan tak mau bekerja sehingga tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga terabaikan. Orang seperti ini juga akan malas bersosialisasi dengan lingkungan sekitar sehingga mungkin akan menjadi pergunjingan tetangga-tetangga terdekat.

Sebaliknya, narkoba berefek stimulan memacu tidak normalnya jaringan saraf. Akibatnya pencandu menjadi sangat aktif dan tidak mengantuk dan tidak merasa lelah. Zat ini terdapat pada ekstasi, sabu, dan beberapa jenis sintetis terbaru.

Dalam kehidupan sehari-hari, narkoba jenis ini akan membuat penyalahgunanya menjadi temperamental dan cenderung emosional. Bahkan dia akan tidak segan melakukan kekerasan fisik terhadap pasangannya ataupun orang terdekat jika keinginannya tidak dituruti.

Adapun narkoba berefek halusinogen akan membuat pecandunya mengalami halusinasi baik visual (lihat) maupun auditori (dengar). Zat halusinogen ini biasanya terdapat pada ganja, LSD dan mushroom.

Pecandu yang menyalahgunakannya sering ketakutan berlebihan atau sebaliknya tak bisa mengendalikan tawanya. Bagi orang yang tidak paham efek narkoba jenis ini mungkin saja mengira si pecandu sedang stres atau bahkan gila.

Meski efeknya berbeda, umumnya kecanduan narkoba akan membuat seseorang melalaikan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Kenikmatan-kenikmatan palsu yang ditawarkan narkoba membuatnya semakin butuh banyak uang.

Si istri kerap menjadi pelampiasan amarah bahkan sebagai objek kekerasan. Karena kondisi seperti inilah akhirnya banyak perempuan yang menyerah dan menggugat cerai.

Rehabilitasi

Sebenarnya, perkawinan yang telah dibumbui dengan narkoba tak harus berakhir dengan perceraian. Ada baiknya diberikan kesempatan kedua bagi orang yang mau memperbaiki diri. Jika si istri sudah mencium gelagat suaminya telah bersentuhan dengan narkoba maka harus dicari solusinya.

Baca juga: Karman Sedih Lihat Mama Muda Tersangkut Narkoba

Hanya saja kultur masyarakat kita memang masih permisif. Hasil Survei Penyalahgunaan Narkoba Tahun 2018 menunjukkan masyarakat cenderung enggan melapor bila ada anggota keluarga yang menyalahgunakan narkoba. Sebanyak 47% hanya menasehati, 36,5% melarang atau melapor ke RT/RW/Kelurahan, 5,3% memilih diam dan hanya 9,71% di antaranya melapor ke pihak yang berwajib baik ke BNN maupun Polri.

Padahal solusi terbaik dalam mengatasi kecanduan narkoba adalah dengan rehabilitasi. Di sinilah peran penting istri dalam menjaga terus melajunya biduk rumah tangga. Meski si suami tidak akan pernah setuju, si istri harus berani mengupayakan pasangannya bisa direhabilitasi.

Cara yang paling mudah adalah dengan mendatangi kantor BNN terdekat. Meski suami menolak, sepanjang si istri setuju maka bisa dilakukan intervensi bagi yang bersangkutan. Untuk memastikan riwayat pemakaian zat si pecandu, terlebih dahulu dilaksanakan tes urine. Apabila yang bersangkutan dinyatakan positif menyalahgunakan narkoba maka tahapan selanjutnya dilakukan asesmen.

Pada tahapan ini asesor (pemeriksa) akan melakukan wawancara terhadap pecandu. Dari wawancara mendalam ini akan diketahui apakah si pecandu masih coba pakai, teratur pakai, ataukah pecandu berat.

Tindakan yang dilakukan terhadap pecandu berbeda menurut riwayat pemakaiannya. Jika sebatas coba pakai maka yang bersangkutan tak perlu rawat inap. Pecandu narkoba coba pakai hanya perlu menjalani rawat jalan di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang sudah ditunjuk Kementerian Kesehatan.

Sebaliknya, bila masuk kategori teratur pakai maupun pecandu berat maka yang bersangkutan harus menjalani rehabilitasi rawat inap. Biasanya waktu yang dibutuhkan untuk program ini adalah 3-6 bulan. 

Menurut Sistem Informasi Rehabilitasi Narkoba (Sirena) BNN seperti yang dikutip dari laman www.rehabilitasi.bnn.go.id, tahap-tahap rehabilitasi bagi pecandu dibagi tiga yaitu rehabilitasi medis, nonmedis dan tahap bina lanjut.

Pada tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi), pecandu akan diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakaw) yang ia derita. Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringanya gejala putus zat.

Baca juga: Pandangan Kriminologi Terhadap Penyalahgunaan Narkoba Pada Anak

Selanjutnya tahap rehabilitasi nonmedis yakni pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di Indonesia sudah di bangun tempat-tempat rehabilitasi milik BNN misalnya Lido (Bogor), Baddoka (Makassar), Tanah Merah (Samarinda), Batam, Kalianda (Lampung), dan Lubuk Pakam (Deli Serdang). Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program di antaranya program therapeutic communities (TC) dan 12 steps atau metode dua belas langkah.

Terakhir, tahap bina lanjut (after care). Pada tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari. Residen dapat kembali ke tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan.

Setelah melewati tahapan-tahapan tersebut maka diharapkan mantan pecandu bisa memulai hidup baru bersama keluarganya. Meski begitu si istri harus tetap menjaga kondisi suami. Hal itu terutama agar si suami jangan sampai bergaul dengan teman-temannya terdahulu sehingga ia kembali kambuh (relapse).

Sebagai tindakan preventif, sebelum dilangsungkannya sebuah perkawinan perlu dipastikan calon pengantin bukan penyalahguna narkoba melalui tes urine. Diharapkan dengan begitu perkawinan bisa langgeng dan jauh dari perceraian.

Jangan ada narkoba di antara cinta karena narkoba membuat cinta terasa tak lagi berharga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun