"Ayo disimak baik-baiknya," kataku.
Pagi itu saatnya mencuri waktu, mencuri apa yang tidak ada menjadi ada. Alasanku hanya satu, karena materi ini cukup menarik dikemudian nanti untuk para siswaku.
"Kita akan latihan menjadi bakul," tambahku.
Deretan mata di ruang belajar memandang dengan penuh harap. Saat itulah aku seakan bersalah. Tapi apa boleh buat. Minimal saya pernah dapat materi sosiologi ekonomi dan antropologi ekonomi di bangku S1 dulu. Dengan penuh doa, materi sisipan kali ini mendapatkan respon baik para siswaku.
Seperti biasanya. Saya berdiri tepat di depan tengah deret bangku kelas. Dengan memegang spidol berwarna hitam, sebagai jaga-jaga kalau penjelas bibir perlu ditambah lipstik papan. Namun terkadang, spidol itu kerap ku letakkan di sudut meja para siswa. Bahkan kerap kelupakan dibangku mana terakhir kuletakkan.
Pagi itu ku eksplore materi tentang bakulan. Ku jelaskan secara sistematik hal-hal apa saja yang penting tersampaikan agar materi ini tersosialisasikan dengan baik. Materi pagi itu adalah buah hasil dari pengamatanku terhadap para bakul di pasar. Dan sedikit dari teman-temanku yang bermain jualan online.
Lima point penting yang tersampaikan pagi itu. Pertama, hal ihwal tentang permodalan. Kedua, kulakan barang. Ketiga, displai barang dagangan. Keempat, teknik penjulan. Kelima, memanage stok dagangan. Cakupan materi tersebut tentunya tidak tereksplore dengan apik. Karena bagiku, core dari materi itu adalah menjadi pintu masuk untuk memberanikan para siswa dalam mengimplementasikan mental kewirausahaan yang sudah bersemayam di setiap sanubari mereka. Pun juga, materi pagi itu juga sebatas menjadi penguat bahwa ide kreatif adalah hal utama untuk diujicobakan. Bukan tentang kesombongan genetis apalagi mental konsumtif yang merajalela saat ini.
Hampir tidak ku duga pagi itu. Sebagian besar mereka sangat tertarik sisipan materi kali ini. Sesekali mereka menanyakan hal dasar dari lima point tersebut, disela-sela membuat catatan singkat dari ulasan bibirku.
Sesi diskusi pun cukup menantang. Mereka yang dari latar belakang keluarga bakul, berbagi informasi. Lima point materi semakin lengkap. Mereka pun banyak bertukar jawab perihal eksplore materi bakulan. Pagi itu, keaktifan tidak berlaku atas pembeda jenis kelamin. Biasanya didominasi oleh siswa perempuan, tetapi pagi itu siswa laki-laki tidak kalah asyik dalam berbagi pengalaman.
Seperti biasanya, hampir satu jam spidol hitam belum menampakkan bau khasnya. Lagi-lagi hanya untuk jaga-jaga. Â Tetapi aroma khas spidol kali ini menjadi wajib tercium sempit, karena kami akan bersama-sama menyusun proyek kecil tentang bakulan. Suasana kelaspun semakin hangat. Mereka seakan saling menunggu tentang bagaimana garis besar projek bakulan yang akan ku sampaikan. Bahkan sebelum informasi proyek implementasi bakulan terkomunikasikan, mereka telah saling membentuk kelompok pilihan.
Kata mereka, "kami sudah cocok kok pak". Â Jawabnya ketika ku tanya mengapa tidak dengan anggota yang lain?