Mohon tunggu...
Suhadi Rembang
Suhadi Rembang Mohon Tunggu... Guru Sosiologi SMA N 1 Pamotan -

aku suka kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku Rindu, Guruku yang Apa Adanya

17 April 2017   08:14 Diperbarui: 17 April 2017   17:00 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret pembelajaran yang hemat energi (Sumber Foto: www.biografipedia.com)

Entah sudah berapa lama. Suasana saat itu, di kelas. Guruku mengajar dengan tampil apa adanya. Saat itu, Beliau selalu membacakan selembar tulis karyanya. Aku dan para muridnya mendengarkan dengan khikmad. Lembar tulis tangan itu benar-benar mengantarkan kami semua memahami sebuah materi yang diajarkan. Satu dua hingga tiga pertemuan di kelas itu, selalu dilanjutkan dengan berkunjung di lapangan. Guruku selalu menunjukkan keterhubungan antara yang Beliau tulis, dengan yang dikunjungi. Dan tak lama kemudian, Beliau membimbing kami untuk menulis sebuah pengalaman.

Namun sekarang, jarang sekali aku temukan sosok guru yang demikian. Guru sekarang cenderung mengandalkan teknologi. Guru sekarang cenderung boros energi. Gedung mewah, perangkat video-audio, dan AC selalu lekat dengannya. Slide powerpoint dan tayangan film selalu di jejalkan pada kami semua. Entah dari mana sumbernya. Kami merasa, dari ujung barat sampai ujung timur, media yang digunakan tak lagi bersumber darinya. Semua sama, sama-sama tidak memiliki apa yang disuguhkannya. Kami dan guru kami, seakan belajar materi langit, namun sepi akan peraduan cinta.

Sungguh aku rindu akan guruku yang apa adanya. Guruku yang mengakui ketidakmampuannya. Dengan pengakuan itu, guruku selalu membaca buku. Buku yang dibaca, selalu di bawa di dalam kelas. Buku-buku yang dibaca di rumahnya itu, selalu dibaca-ulang di dalam kelas kami. Berawal dari situlah, kami termotivasi untuk membaca buku.

Sungguh aku rindu guruku yang apa adanya. Guruku yang mengakui ketidakmampuannya. Dengan pengakuan itu, guruku selalu menulis. Hasil tulisan itu, selalu di bawa di dalam kelas. Tulisan tangan yang agak jelek itu, selalu dipamerkan kami. Sejak itulah, kami termotivasi untuk menulis.

Sungguh aku rindu guruku yang apa adanya. Guruku yang mengakui ketidakmampuannya. Dengan pengakuan itu, guruku selalu mengajakku berkunjung ke lapangan. Membaca situasi, mengamati, bertanya tentang berbagai hal yang berhubungan dengan apa yang Beliau tulis dan apa yang Beliau bacakan di dalam kelas itu. Aku dan kawan-kawanku diajarkan tentang mencari kebenaran, menguji kebenaran,  mengumpulkan kebenaran, dan mengabarkan kebenaran.

Sungguh aku rindu guruku yang apa adanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun