Disisi kegaguman, pelukis juga mengekspresikan ketakutan dalam seni tapestrinya. Perempuan di atas singgasana tanpa landasan pacu kuasa. Ketakutan yang dimaksud pelukis bukanlah takut menjadi Kartini, namun takut menjadi perempuan penikmat perjuangan Kartini.
Hari ini perempuan Indonesia, bahkan dunia, dalam masa keemasan dalam memanen arus Kartinian. Perempuan meraih hak belajar, Â perempuan meraih hak bekerja, perempuan meraih hak sejahtera, perempuan meraih hak berkuasa, perempuan meraih hak kesehatan, dan perempuan meraih hak kebebasan, merupakan pengaruh meanstrim kartinian yang sungguh besar. Namun Ima Novilasari juga tidak menutup mata bahwa ada masalah dalam menggunakan turunan fungsi sang Pembangkang Jawa ini.
Kegelisahan tersebut dapat dibaca pada narasinya, yaitu perempuan cenderung membangkang terhadap asal usulnya, perempuan cenderung membangkang terhadap bahasanya, dan perempuan cenderung membangkang terhadap sikap tidak hormat terhadap tetuanya. Terlebih kasus-kasus seperti halnya PRT dan potret perbudakan masa kini, PSK dan kontekstualisasi poligami, free seks dan korban hamil di luar nikah, teknologi pembangkit pernikahan dini, pemerkosaan, hingga citra kecantikan dan eksploitasi perempuan, tidak sulit untuk ditemui. Lantas bagaimana dalam menyikapi kebangkitan Pembangkang Jawa ini? Kapan membangkan dan apa yang perlu dibangkang? Teriring salam hormat, kunanti jawaban karya dari mbak Ima Novilasari berikutnya.
Rembang, 11 Mei 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H